Suara.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah dinilai tidak akan membawa perubahan signifikan terhadap kualitas demokrasi di Indonesia.
Pemisahan jadwal pemilihan tidak serta merta menjamin hilangnya praktik politik uang yang selama ini mencederai proses demokrasi elektoral.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menegaskan bahwa persoalan utama dalam pelaksanaan pemilu bukan terletak pada sistem atau teknis pemisahan jadwal, melainkan pada integritas para aktor pemilu—baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih.
"Keputusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak serta merta akan meningkatkan kualitas pemilu. Kualitas Pemilu tidak hanya ditentukan oleh peserta pemilu. Kualitas Pemilu juga ditentu oleh KPU, Bawaslu, dan pemilih itu sendiri," kata Jamiluddin dalam keterangannya kepada Suara.com, Selasa (1/7/2025).
Jamil menilai bahwa wacana pemisahan hanya menyentuh beban teknis, namun tidak menyasar akar persoalan sesungguhnya, yaitu masalah ketidakpatuhan terhadap asas dan lemahnya integritas lembaga penyelenggara.
Putusan MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada, yang mengubah skema pemilu serentak.
Sehingga kini, pemilu nasional—yakni pemilihan presiden dan legislatif—tetap digelar serentak setiap lima tahun, sementara pemilihan kepala daerah akan dilakukan secara terpisah.
Namun, menurut Jamiluddin, perubahan sistem ini tidak menjamin netralitas lembaga penyelenggara.
"KPU dan Bawaslu sendiri tidak bisa menjamin akan dapat menjaga netralitas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bila pemilu nasional dan daerah dipisah," ujarnya.
Baca Juga: Nasdem Tuding MK Langgar UUD Putuskan Pemilu Dipisah: Picu Krisis Konstitusional!
Ia menyebut salah satu masalah besar dalam demokrasi elektoral Indonesia adalah taat asas yang lemah di seluruh komponen penyelenggara pemilu.
"Bukan rahasia lagi, masalah taat azas menjadi hal terlemah di negeri ini. Karena itu, sebanyak apa pun aturan dan sistem dibuat, kalau semua komponen itu tidak taat azas maka hasilnya tidak akan pernah optimal," kata dia.
Jamiludin juga menyoroti bahwa pemisahan jadwal pemilu tidak akan serta merta menghapus praktik politik uang yang justru makin terstruktur di banyak level.
"Politik uang itu tidak hanya berlaku untuk pemilih, tapi juga untuk Bawaslu dan KPU. Jadi, kalau pemisahan pemilu nasional dan daerah tidak dapat meniadakan politik uang, maka dipastikan kualitas pemilu tidak akan pernah terwujud. Begitu juga kalau KPU dan Bawaslu tidak taat azas, maka omong kosong ada pemilu berkualitas," tegasnya.
Politik uang, menurut dia, bukan semata-mata tentang bagi-bagi uang ke pemilih.
Tetapi juga menyangkut permainan kepentingan di tubuh lembaga penyelenggara, mulai dari proses rekrutmen, pengawasan, hingga penghitungan suara.
Lebih lanjut, Jamil mengkritisi bahwa sistem pemilu yang mahal tidak akan sebanding dengan kualitas hasilnya jika akar masalah integritas tidak diperbaiki.
Ia pesimistis pemilu mendatang akan menghasilkan banyak pemimpin berkualitas jika yang dikejar hanya perbaikan teknis semata.
"Jangan bermimpi juga akan terpilih banyak caleg, pasangan capres, pasangan bupati, dan pasangan walikota yang berkualitas. Hasil pemilu tidak akan sesuai dengan cost yang dikeluarkan negara. Banyak uang keluar, tapi tak banyak pemimpin berkualitas yang akan terpilih," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Menteri Hukum Ultimatum PPP: Selesaikan Masalah Internal atau AD/ART Jadi Penentu
-
Satu Bulan Tragedi Affan Kurniawan: Lilin Menyala, Tuntutan Menggema di Benhil!
-
Polemik Relokasi Pedagang Pasar Burung Barito, DPRD DKI Surati Gubernur Pramono Anung
-
Siapa Ketum PPP yang Sah? Pemerintah akan Tentukan Pemenangnya
-
KPAI Minta Polri Terapkan Keadilan Restoratif untuk 13 Anak Tersangka Demonstrasi
-
Program Magang Fresh Graduate Berbayar Dibuka 15 Oktober, Bagaimana Cara Mendaftarnya?
-
DPR RI Kajian Mendalam Putusan MK soal Tapera, Kepesertaan Buruh Kini Sukarela
-
Setelah Kasih Nilai Merah, ICW Tagih Aksi Nyata dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun