Suara.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilihan nasional dan lokal berpotensi mengakibatkan pemerintahan terbelah atau divided government.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Politik dari Citra Institute, Yusak Farchan.
Menurutnya, selama ini yang diharapkan dengan digelarnya pemilu serentak merupakan upaya pemerintah pusat untuk bisa seirama dengan pemerintah daerah.
"Kalau divided government, potensi itu ada. Yang diinginkan pemerintah pusat itu kan bagaimana supaya kepala-kepala daerah itu bisa satu irama dengan cepat," kata Yusak saat dihubungi Suara.com, Rabu 2 Juli 2025.
Potensi pemerintahan yang terbelah, menurutnya, bakal terjadi karena rentang waku pemisahan antara pemilihan nasional dan lokal yang cukup lama.
MK dalam putusannya, memberikan jarak waktu pemisahan antara pemilu nasional dan lokal paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Sebagai catatan, pemilu nasional yang mencakup pemilihan presiden, DPD, dan DPR RI. Sementara pemilu lokal, mencakup DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta kepala daerah.
Pemerintahan yang terbelah itu, yakni antara presiden dengan kepala daerah. Ketika presiden yang sudah terpilih dan akan memulai bekerja, menjadi terhambat dengan dengan kekosongan kepala daerah yang belum defenitif.
"Nah kalau ada jeda waktu 2 tahun 6 bulan, ya tentu kan berpotensi macet kan. Macet dalam pengertian daerahnya enggak bisa lari kenceng. Karena masih menunggu hasil pilkada yang definitif. Kalau penjabat sementara kan kewenangannya terbatas," kata Yusak.
Baca Juga: Pemisahan Pemilu, Bakal Jadi Jalan Baru Menuju Demokrasi Substansial?
Terlebih menurutnya, untuk gambaran saat ini dengan jarak pemilu nasional dengan pilkada serentak yang hanya 6 bulan, banyak ditemui kepala daerah yang tidak sejalan dengan kepala negara.
"Kan masih banyak juga kepala-kepala daerah yang bisa kita anggap agak bandel, nggak mau tunduk pada pemerintah pusat kan. Karena mungkin beda warna politiknya, kan ada aja kan. Apalagi dikasih jeda?" ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua MK Suhartoyo membacakan langsung putusan perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis 26 Juni 2025 silam.
Dalam putusan tersebut, MK resmi memutuskan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah kini harus dilakukan secara terpisah dengan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan.
Putusan ini merupakan respons atas permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diajukan oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.
MK menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak dimaknai secara berbeda ke depan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
BPJS Kesehatan Angkat Duta Muda: Perkuat Literasi JKN di Kalangan Generasi Penerus
-
Kondisi Gunung Semeru Meningkat ke Level Awas, 300 Warga Dievakuasi
-
Soal Pelimpahan Kasus Petral: Kejagung Belum Ungkap Alasan, KPK Bantah Isu Tukar Guling Perkara
-
Semeru Status Awas! Jalur Krusial Malang-Lumajang Ditutup Total, Polisi Siapkan Rute Alternatif
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Resmi Limpahkan Kasus ke Tangan KPK, Ada Apa?
-
DPR-Kemdiktisaintek Kolaborasi Ciptakan Kampus Aman, Beradab dan Bebas Kekerasan di Sulteng
-
Fakta Baru Sengketa Tambang Nikel: Hutan Perawan Dibabat, IUP Ternyata Tak Berdempetan
-
Survei RPI Sebut Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Polri Tinggi, Ini Penjelasannya
-
Momen Roy Suryo Walk Out dari Audiensi Reformasi Polri, Sentil Otto Hasibuan: Harusnya Tahu Diri
-
Deteksi Dini Bahaya Tersembunyi, Cek Kesehatan Gratis Tekan Ledakan Kasus Gagal Ginjal