Suara.com - Mahkamah Internasional (ICJ) menyampaikan pendapat yang menjadi sorotan global: negara-negara yang gagal bertindak dalam menghadapi krisis iklim bisa dianggap melanggar hukum internasional.
Pendapat ini memang tidak mengikat secara hukum, namun para ahli hukum lingkungan menyebutnya sebagai salah satu momen paling penting dalam sejarah hukum iklim global.
Presiden ICJ Yuji Iwasawa menegaskan bahwa negara yang tidak mengambil langkah konkret untuk menekan emisi gas rumah kaca, termasuk lewat konsumsi, produksi, maupun subsidi bahan bakar fosil, dapat dinyatakan bertanggung jawab secara hukum atas kerusakan iklim.
Ia juga menyebut lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Putusan ini menjadi harapan baru bagi negara-negara terdampak krisis iklim. Dalam pendapatnya, ICJ menyatakan bahwa mereka yang dirugikan oleh krisis berhak atas reparasi. Namun, nilai kompensasi harus diputuskan secara individual, tergantung pada kerugian yang dialami.
Pernyataan resmi dari ICJ ini disambut hangat oleh banyak pihak. Mary Robinson, mantan Presiden Irlandia dan mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, menyebut pendapat ini sebagai alat baru yang kuat untuk memperjuangkan keadilan iklim.
“Keadaan telah berbalik. Pengadilan tertinggi dunia memberi kita alat untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk krisis iklim,” katanya.
ICJ juga menegaskan bahwa batas pemanasan global 1,5°C adalah standar internasional yang wajib dicapai. Negara-negara harus bekerja sama dan memastikan target iklim nasional mereka mencerminkan ambisi maksimal.
Meski bersifat penasihat, pendapat ICJ dinilai dapat menjadi dasar hukum penting dalam kasus-kasus litigasi iklim mendatang. Menurut Sebastien Duyck dari Center for International Environmental Law, pendapat ini menciptakan momentum hukum baru.
Baca Juga: PP Nomor 26 Tahun 2025: Pondasi Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional
"Jika negara memiliki kewajiban hukum untuk mencegah kerusakan iklim, maka korban berhak atas ganti rugi. Ini membentuk kembali apa yang sekarang dianggap mungkin secara hukum.”
Sarah Mead dari Climate Litigation Network menyebut bahwa putusan ini sejalan dengan harapan masyarakat dunia: aksi iklim yang nyata dan bertanggung jawab dari para pemimpin. “Hukum kini berpihak pada mereka yang menuntut perlindungan masa depan,” tegasnya.
Pendapat ICJ ini merupakan puncak dari perjuangan panjang negara-negara kepulauan kecil, seperti Vanuatu, yang mengusulkan agar Majelis Umum PBB membawa isu ini ke Mahkamah Internasional. Bagi mereka, perubahan iklim bukanlah kekhawatiran masa depan, tetapi ancaman nyata yang sudah mereka hadapi hari ini.
“Negara-negara terkecil di dunia telah mengukir sejarah,” ujar Vishal Prasad dari Pacific Islands Students Fighting Climate Change.
Saat pembacaan putusan, Menteri Perubahan Iklim Vanuatu Ralph Regenvanu hadir langsung di ICJ. Di luar gedung, para aktivis membentangkan spanduk bertuliskan “Pengadilan telah berbicara. Hukumnya jelas. Negara harus BERTINDAK SEKARANG.”
Putusan ini lahir dari proses panjang. ICJ diminta menjawab dua pertanyaan utama: apa kewajiban negara dalam menghadapi perubahan iklim bagi generasi saat ini dan yang akan datang, dan apa konsekuensi hukum bagi negara yang mengabaikan kewajiban itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Pemerintah Usulkan Biaya Haji 2026 Turun Rp 1 Juta per Jemaah Dibanding Tahun Lalu
-
Bicara soal Impeachment, Refly Harun: Pertanyaannya Siapa yang Akan Menggantikan Gibran?
-
SETARA Institute: Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto Pengkhianatan Reformasi!
-
Whoosh Disorot! KPK Usut Dugaan Korupsi Kereta Cepat, Mark-Up Biaya Terendus?
-
Teka-Teki Penundaan Rakor Sekda Terungkap! Tito Karnavian Beberkan 2 Alasan Utama
-
Di KTT ASEAN, Prabowo Ajak Negara Asia Jaga Persaingan Sehat demi Masa Depan Kawasan
-
Geger Grup WA 'Mas Menteri': Najelaa Shihab Terseret Pusaran Korupsi Chromebook Nadiem
-
Praperadilan Ditolak, Kuasa Hukum Delpedro: Ini Kriminalisasi, Hakim Abaikan Putusan MK
-
Pramono Anung Pastikan Tarif TransJakarta Naik, Janjikan Fasilitas Bakal Ditingkatkan
-
KPK Pastikan Korupsi Whoosh Masuk Penyelidikan, Dugaan Mark Up Gila-gilaan 3 Kali Lipat Diusut!