Suara.com - Panggung politik nasional kembali memanas. Di tengah upaya pemerintah menggaungkan semangat persatuan, sebuah keputusan kontroversial datang dari Istana.
Presiden Prabowo Subianto, dengan persetujuan DPR, memberikan abolisi kepada Thomas "Tom" Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang tersangkut dugaan kasus korupsi impor gula.
Abolisi berarti penghapusan seluruh proses hukum yang sedang berjalan.
Secara sederhana, kasus Tom Lembong dianggap tidak pernah ada. Istana berdalih, langkah ini diambil murni demi 'persatuan dan kesatuan bangsa' menyambut HUT ke-80 RI.
Namun, bagi publik yang kritis, terutama generasi muda yang melek politik, narasi ini terasa terlalu manis untuk ditelan mentah-mentah.
Pertanyaan besarnya: benarkah ini soal persatuan, atau ada agenda lain yang lebih besar di baliknya?
Dalih Resmi Istana: Rekonsiliasi di Momen Bersejarah
Secara resmi, pemerintah membingkai kebijakan ini sebagai langkah rekonsiliasi nasional.
Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menyatakan bahwa semua elemen bangsa harus bersatu dan bergotong-royong jika Indonesia ingin maju.
Baca Juga: Upaya Koreksi Rezim Terdahulu hingga Titipan PDIP, Istana Jawab Spekulasi soal Amnesti Hasto
"Jadi kebijakan apapun termasuk kebijakan politik demi persatuan dan kesatuan Bapak Presiden akan mengambil langkah-langkah tersebut," ujar Juri di kompleks Istana Kepresidenan dikutip Jumat (1/8/2025).
Narasi ini diperkuat dengan momentum Peringatan HUT ke-80 RI, yang dijadikan landasan untuk memberikan perlakuan yang sama kepada warga negara, termasuk pemberian abolisi dan amnesti massal kepada ribuan narapidana lainnya.
Namun, menempatkan kasus korupsi yang melibatkan tokoh sekaliber Tom Lembong dalam keranjang yang sama dengan narapidana lain jelas memicu skeptisisme.
Di Balik Layar: Mencegah 'Kotak Pandora' Politik Terbuka?
Di sinilah sudut pandang berita ini menjadi lebih tajam. Banyak pengamat dan aktivis anti-korupsi mencium aroma lain di balik keputusan ini.
Ada spekulasi kuat bahwa abolisi Tom Lembong bukanlah sekadar hadiah persatuan, melainkan sebuah 'operasi senyap' untuk mencegah potensi badai politik yang lebih besar.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
Terkini
-
Polda Banten Ikut Turun, Buru Fakta di Balik Misteri Kematian Bocah 9 Tahun di Cilegon
-
Serikat Pekerja Ajukan Tiga Tuntutan Perbaikan Rumus UMP 2026
-
Kasus Impor Pakaian Bekas Ilegal, Dittipideksus Bareskrim Juga Sita 7 Bus
-
Kehadiran Gus Ipul dan Pj Ketum PBNU di Lokasi Bencana Aceh Tuai Sorotan Warga NU
-
Usai Gus Yaqut, KPK Akui Akan Panggil Gus Alex dan Bos Maktour
-
BGN Sebut Limbah MBG Bisa Diolah Jadi Kredit Karbon dan Jadi 'Cuan'
-
Misteri Kematian Bocah 9 Tahun di Cilegon, Polisi Dalami Dugaan Pembunuhan dan Perampokan Sadis!
-
Menteri Mukhtarudin: Siapkan 500.000 Pekerja Migran Indonesia pada 2026
-
Truk Kontainer Mogok di Tanjung Duren, Sejumlah Rute Transjakarta Pagi Ini Terlambat
-
Polda Metro Jaya Tutup UKW 2025, 77 Wartawan Dinyatakan Kompeten