Suara.com - Fenomena pengibaran bendera One Piece yang direspons secara represif oleh aparat memunculkan kekhawatiran baru di tengah masyarakat: pembatasan ruang imajinasi dan penciptaan trauma sosial.
Tindakan aparat yang sampai mendatangi rumah warga untuk menurunkan bendera bajak laut fiktif ini dinilai banyak pihak sebagai langkah berlebihan yang justru menebar ketakutan.
Polemik ini menjadi perbincangan hangat, salah satunya dalam diskusi antara pengamat politik Hendri Satrio dan budayawan Maman Suherman.
Keduanya menyoroti bagaimana pemerintah seolah gagal memahami pesan di balik sebuah simbol dan memilih jalur kekuasaan yang mengintimidasi.
Bagi banyak penggemarnya, simbol Jolly Roger dari serial anime One Piece merupakan lambang perlawanan terhadap tirani, korupsi, dan kesewenang-wenangan penguasa.
Namun, pesan ini agaknya disalahpahami oleh pemerintah dan dianggap sebagai ancaman nyata.
Maman Suherman, dalam diskusi tersebut, menggarisbawahi kegagalan pemerintah membedakan antara ancaman terhadap institusi negara dan ancaman terhadap posisi pemerintah itu sendiri.
"Ini lagi-lagi ya, pemerintah itu harus dibedakan dengan negara. Kalau pemerintahnya merasa terancam, jangan bawa-bawa negara. Kalau pemerintahnya merasa terancam ya sudah, pemerintahnya saja yang merasa terancam," ujar Maman Suherman dikutip dari Podcast Hendri Satrio Official pada Senin (11/8/2025).
Pernyataan ini menyoroti kecenderungan pemerintah yang menggunakan kekuasaannya untuk membungkam ekspresi dan imajinasi publik.
Baca Juga: Jolly Roger Serial One Piece Jadi Peringatan Kesekian untuk Pemerintah
Ketika sebuah fantasi, yang notabene menjadi ruang aman bagi banyak orang untuk melepaskan penat dari realitas, justru diintervensi dan dianggap sebagai ancaman, ini menjadi sinyal bahaya bagi kebebasan sipil.
Masyarakat dipaksa khawatir bahwa pikiran dan imajinasi mereka pun bisa dikontrol oleh negara.
Di sisi lain, Hendri Satrio lebih menyoroti dampak psikologis dan trauma yang lahir dari tindakan represif aparat. Ia membandingkan perlakuan terhadap bendera fiktif ini dengan bendera partai politik yang bebas berkibar.
Menurutnya, tindakan aparat yang sampai mendatangi rumah warga meninggalkan luka dan ketakutan.
"Masyarakat kita itu trauma oleh tindakan pemerintah. Orang pasang bendera partai, nggak diambil. Orang pasang bendera ini diambil. Sampai ada yang lapor, 'saya sampai didatangi ke rumah'. Itu kan satu hal yang, ya sudahlah, di sini kita enggak mau lah ada trauma-trauma seperti itu," kata Hendri Satrio.
Tindakan penertiban ini tidak hanya merampas hak warga untuk berekspresi, tetapi juga berpotensi meninggalkan trauma kolektif. Kekuasaan yang semestinya hadir untuk melindungi justru menjadi sumber kecemasan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Uang Jemaah Disita KPK, Khalid Basalamah Terseret Pusaran Korupsi Haji: Masih Ada di Ustaz Khalid
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 24 September 2025: Kesempatan Dapat Packs, Coin, dan Player OVR 111
- Kapan Awal Puasa Ramadan dan Idul Fitri 2026? Simak Jadwalnya
- Tanah Rakyat Dijual? GNP Yogyakarta Geruduk DPRD DIY, Ungkap Bahaya Prolegnas UUPA
Pilihan
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
-
Akankah Dolar AS Tembus Rp17.000?
Terkini
-
Isyana Bagoes Oka Dikabarkan Jadi Wakil Ketua Umum PSI, Kaesang Siap Umumkan
-
SMAN 62 Pastikan Farhan Masih Berstatus Siswa Aktif Meski Ditahan Polisi
-
Kementerian BUMN Bakal Tinggal Kenangan, Ingat Lagi Sejarahnya Sebelum Dihapus
-
Minta KPK Segera Tetapkan Tersangka Kasus Haji, Awan PBNU: Jangan Digoreng Ngalor Ngidul
-
Bengis! Begal Bersajam di Jakarta Timur Sabet Korban Gunakan Celurit, Pelaku Masih Diburu
-
Dua Kali Sekolah di Luar Negeri, Beda Kampus Gibran di Orchid Park Singapura dan UTS Australia
-
Polisi soal Video Kendaraan Mati Pajak Tak Bisa Isi BBM di SPBU: Hoaks, Tak Ada Larangan Itu!
-
'Saya Penjaga Rumah', Cerita Ahmad Sahroni Nyamar ART saat 'Diamuk' Massa Penjarah!
-
Berakhir Tewas usai Dibuang ke Depan Panti Anak Yatim, Pembuang Bayi di Palmerah Diburu Polisi
-
Ada 4.711 Kasus Keracunan MBG, Dasco Minta Aparat Ikut Investigasi