Suara.com - Sebuah pemandangan yang menampar nurani datang dari sudut terpencil negeri ini, memicu gelombang simpati sekaligus kemarahan di dunia maya.
Dalam sebuah video singkat yang kini viral, terlihat perjuangan luar biasa sekelompok guru yang rela basah kuyup di atas sebuah kapal kecil, hanya berbekal payung seadanya untuk melindungi diri dari derasnya hujan, semua demi satu tujuan mulia: mengajar dan menjemput murid-murid mereka.
Video tersebut melukiskan potret nyata dari ketimpangan pendidikan di Indonesia.
Di atas perahu kayu yang oleng diterpa ombak kecil, para pahlawan tanpa tanda jasa ini, beberapa masih mengenakan seragam dinas mereka, berdesakan di bawah payung warna-warni yang rapuh.
Wajah mereka menunjukkan keteguhan, sebuah kontras yang menyakitkan dengan kondisi serba terbatas yang mereka hadapi. Mereka bukan hanya mengajar di kelas, perjuangan mereka sudah dimulai bahkan sebelum sampai di gerbang sekolah.
Namun, di balik kisah haru pengabdian ini, ada sebuah narasi lain yang membuatnya semakin meledak di media sosial.
Unggahan video ini seringkali dibarengi dengan sebuah kalimat sindiran yang pedas: "guru seefort ini buat ngajar malah dianggap beban sama sri mulyani".
Kalimat ini merujuk pada persepsi publik atas pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani di masa lalu mengenai alokasi anggaran pendidikan, di mana porsi besar dari anggaran tersebut habis untuk gaji guru.
Pernyataan yang bersifat teknis anggaran itu ditafsirkan oleh sebagian masyarakat sebagai sebuah pandangan bahwa guru adalah "beban" bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca Juga: Bos Bappenas Usul Pembentukan Ditjen Keuangan Syariah, Targetkan Ekonomi Berkah
Sontak, video perjuangan guru di atas kapal ini menjadi antitesis yang sempurna.
Bagaimana bisa pengorbanan sebesar ini, menerjang hujan di lautan terbuka, dianggap sebagai sebuah beban? Kontras antara realita pengabdian di lapangan dengan retorika teknokratis di meja birokrasi inilah yang menyulut emosi publik.
Warganet pun ramai-ramai menyuarakan keprihatinan mereka.
Bagi banyak orang, video ini lebih dari sekadar kisah sedih.
Ini adalah kritik sosial paling telanjang terhadap pemerintah.
Ini adalah cerminan dari nasib jutaan guru, terutama mereka yang mengabdi di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), yang dedikasinya seringkali tidak sebanding dengan fasilitas dan kesejahteraan yang mereka terima.
Sementara para pejabat di kota besar menikmati fasilitas mewah, para guru di pedalaman harus mempertaruhkan nyawa, menyeberangi sungai dan lautan dalam kondisi cuaca yang tak menentu.
Kisah ini adalah pengingat pahit bahwa di balik angka-angka statistik pendidikan dan alokasi anggaran yang terdengar fantastis, ada wajah-wajah manusia yang berjuang dalam sunyi.
Mereka adalah para guru yang menjadi payung bagi masa depan anak-anak bangsa, bahkan ketika mereka sendiri harus kehujanan tanpa ada yang memayungi.
Perjuangan mereka adalah bukti hidup bahwa investasi terbaik sebuah negara bukanlah infrastruktur megah semata, melainkan penghargaan dan kesejahteraan bagi para pendidiknya.
Tag
Berita Terkait
-
Bos Bappenas Usul Pembentukan Ditjen Keuangan Syariah, Targetkan Ekonomi Berkah
-
Sri Mulyani: Kita Akan Melejit Nomor Satu di Dunia!
-
Kritik Pedas Sri Mulyani terhadap Sistem Kapitalis dan Komunis, Serukan Ekonomi Islam
-
Sri Mulyani: Mengelola Anggaran Tanpa Transparansi Pasti Banyak Setan
-
Sri Mulyani: Bayar Pajak Sama Mulianya Seperti Zakat dan Wakaf
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
5 Fakta Kartu Liputan Wartawan Dicabut Gara-gara Tanya MBG ke Prabowo
-
Kronologi WNI Ditangkap Polisi Jepang Karena Pencurian Tas Seharga Hampir 1 Miliar
-
Aktivis Jogja 'Diculik' Aparat, YLBHI: Ini Penangkapan Ilegal dan Sewenang-wenang!
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!