Suara.com - Gelombang protes ribuan warga di Pati, Jawa Tengah, yang menuntut Bupati Sudewo mundur karena menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, ternyata membuka sebuah fakta hukum yang jarang diketahui publik. Ada sebuah celah yang bisa menjadi 'senjata' pamungkas bagi rakyat untuk melengserkan kepala daerah yang dinilai membuat kebijakan semena-mena tanpa melibatkan mereka.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menegaskan bahwa seorang kepala daerah, baik itu gubernur maupun bupati/wali kota, bisa diberhentikan dari jabatannya jika terbukti tidak melaksanakan kewajibannya.
Salah satu kewajiban krusial itu adalah mematuhi semua peraturan perundang-undangan, termasuk aturan yang mewajibkan partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan.
Menurut Susi, landasan hukum untuk pemberhentian ini sangat jelas dan tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Beberapa alasan pemberhentian, antara lain huruf d (dalam undang-undang tersebut), yakni ‘Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b’,” kata Susi saat dihubungi dari Jakarta, dilansir Antara, Kamis (14/8/2025).
Lantas, apa isi Pasal 67 huruf b yang menjadi kunci tersebut? Pasal itu mewajibkan kepala daerah untuk "menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan". Di sinilah celah itu terbuka. Susi menunjuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat sebagai salah satu aturan yang wajib ditaati.
“Dalam Pasal 2 dinyatakan 'Masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan peraturan daerah dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani masyarakat’. Peraturan daerah dan kebijakan daerah yang membebani, antara lain pajak daerah,” ujarnya.
Artinya, ketika seorang bupati atau gubernur menetapkan kebijakan yang membebani rakyat, seperti kenaikan pajak yang drastis, tanpa melibatkan partisipasi publik secara memadai, ia dapat dianggap melanggar PP tersebut. Pelanggaran PP ini secara otomatis merupakan pelanggaran terhadap kewajibannya yang diatur dalam UU Pemerintahan Daerah, dan bisa menjadi dasar kuat untuk proses pemakzulan.
Mekanisme ini kini tengah bergulir di Pati. Merespons unjuk rasa ribuan warga pada Rabu (13/8), DPRD Kabupaten Pati langsung tancap gas. Dalam rapat paripurna yang dihadiri 42 dari 50 anggota, seluruh fraksi sepakat membentuk panitia khusus (pansus) hak angket untuk menyelidiki kebijakan Bupati Sudewo.
Baca Juga: Tolak Mundur Meski Telah Didemo, Bupati Pati Sudewo Dinilai Tak Memahami Rakyatnya Sendiri
Susi menjelaskan, proses pemakzulan memang dimulai dari DPRD. “Mekanisme pemberhentian kepala daerah karena dugaan pelanggaran Pasal 78 ayat (2) huruf d UU Pemerintahan Daerah didahului dengan pendapat DPRD,” jelasnya.
Proses di DPRD pun tidak main-main. Pendapat untuk memakzulkan harus diputuskan melalui rapat paripurna yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan disetujui oleh 2/3 dari jumlah yang hadir. Jika lolos, usulan tersebut akan dikirim ke Mahkamah Agung (MA).
“MA (Mahkamah Agung) memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima MA dan putusannya bersifat final,” ujar Susi.
Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, mengonfirmasi bahwa pansus angket yang beranggotakan 15 orang sudah mulai bekerja. "Hari ini (Rabu) pansus langsung rapat, sedangkan hasilnya menunggu mereka karena punya waktu 60 hari kerja," ujar Ali Badrudin.
Sementara itu, Bupati Pati Sudewo bersikukuh tidak akan mundur dari jabatannya. Ia merasa dipilih secara sah oleh rakyat. "Tentunya tidak bisa harus berhenti dan mundur dengan tuntutan seperti itu karena semua ada mekanismenya," ujarnya.
Meski begitu, ia menyatakan menghormati proses politik yang berjalan di legislatif. "DPRD memiliki hak angket dan saya menghormati paripurna tersebut," kata Sudewo.
Tag
Berita Terkait
-
Tolak Mundur Meski Telah Didemo, Bupati Pati Sudewo Dinilai Tak Memahami Rakyatnya Sendiri
-
Jawaban Resmi Bupati Pati Sudewo: Tegas Tolak Mundur Meski Rakyat Ingin Lengserkan
-
Memang Bisa Bupati Pati Sudewo Mundur Sendiri dari Jabatannya Sekarang?
-
Bagaimana Situasi Pati Hari Ini? Bupati Sudewo di Ujung Tanduk, Dimakzulkan dan Dibidik KPK
-
Wakil Bupati Pati dari Partai Apa? Ini Sosok yang Bakal Gantikan Sudewo bila Dimakzulkan
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
Terkini
-
Korupsi Taspen Rugi Rp1 T, Kenapa KPK Cuma Pamer Rp883 M? Ini Jawabannya
-
BMKG Bunyikan Alarm Bahaya, Pemprov DKI Siapkan 'Pasukan Biru' hingga Drone Pantau Banjir Rob
-
Terjerat Kasus Korupsi Dinas PUPR, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten OKU Ditahan KPK
-
PSI Sorot Kinerja Pemprov DKI Atasi Banjir Rob Jakarta: Mulai Pencegahan dari Musim Kemarau
-
Jalani Sidang dengan Tatapan Kosong, Ortu Terdakwa Demo Agustus: Mentalnya Gak Kuat, Tiga Kali Jatuh
-
Pohon Tumbang Lumpuhkan MRT, PSI Desak Pemprov DKI Identifikasi Pohon Lapuk: Tolong Lebih Gercep!
-
Merasa Terbantu Ada Polisi Aktif Jabat di ESDM, Bagaimana Respons Bahlil soal Putusan MK?
-
Terbongkar! Sindikat Pinjol Dompet Selebriti: Teror Korban Pakai Foto Porno, Aset Rp14 Miliar Disita
-
Usut Kasus Korupsi Haji di BPKH, KPK Mengaku Miris: Makanan-Tempat Istirahat Jemaah jadi Bancakan?
-
Jember Kota Cerutu Indonesia: Warisan yang Menembus Pasar Global