Suara.com - Komisi VIII DPR RI dijadwalkan menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama (Menag), Kepala Badan Penyelenggara Haji, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, serta perwakilan DPD RI.
Agenda utamanya adalah membahas langkah selanjutnya untuk Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU) yang sarat akan perdebatan.
Rapat dilangsungkan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/8/2025) malam, menjadi forum resmi pertama bagi pemerintah untuk menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai respons atas RUU inisiatif DPR tersebut.
Menurut surat undangan, agenda rapat mencakup penyampaian keterangan dari pengusul, tanggapan resmi pemerintah, pandangan DPD RI, hingga pembentukan Panitia Kerja (Panja).
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengonfirmasi pelaksanaan raker tersebut.
Namun, ia belum dapat memastikan apakah rapat akan berlangsung secara terbuka atau tertutup untuk umum.
"Raker di sini, di ruang komisi 8, saya nggak tahu (terbuka atau tertutup)," kata HNW saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin.
Ia membenarkan bahwa agenda utama adalah penerimaan DIM dari pemerintah terkait RUU PIHU.
"Kalau yang diundangan sih baru penyampaian DIM dari pemerintah ya, dan menerima DIM dari pemerintah itu untuk digunakan di bahasa komisi 8. Yang tertulis di undangan gitu," jelasnya.
Baca Juga: Asosiasi Perusahaan Haji dan Umrah Tak Mau Masyarakat Pergi Umrah Mandiri, Apa Sebabnya?
Penolakan Keras Asosiasi
Meski HNW menepis anggapan bahwa raker yang digelar malam hari ini adalah upaya untuk mengejar target pengesahan RUU dalam waktu dekat, pembahasan ini tidak dapat dilepaskan dari dinamika panas di luar parlemen.
Sebelumnya, sebanyak 13 asosiasi penyelenggara haji dan umrah yang menaungi lebih dari 3.500 biro perjalanan resmi telah secara aktif menyuarakan penolakan terhadap beberapa pasal kunci dalam RUU tersebut.
Dua isu yang paling disorot adalah rencana legalisasi umrah mandiri dan pembatasan kuota haji khusus yang dipatok maksimal 8 persen.
Para asosiasi khawatir umrah mandiri akan meminimalisir aspek perlindungan dan bimbingan ibadah bagi jemaah, serta membuka celah bagi oknum tidak bertanggung jawab.
Ironisnya, Fraksi PKS, partai tempat HNW bernaung, sebelumnya secara eksplisit mendukung legalisasi umrah mandiri dalam rapat paripurna.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Kondisi Terkini Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta: Masih Lemas, Polisi Tunggu Lampu Hijau Dokter
-
Duka Longsor Cilacap: 16 Nyawa Melayang, BNPB Akui Peringatan Dini Bencana Masih Rapuh
-
Misteri Kematian Brigadir Esco: Istri Jadi Tersangka, Benarkah Ada Perwira 'W' Terlibat?
-
Semangat Hari Pahlawan, PLN Hadirkan Cahaya Bagi Masyarakat di Konawe Sulawesi Tenggara
-
Diduga Rusak Segel KPK, 3 Pramusaji Rumah Dinas Gubernur Riau Diperiksa
-
Stafsus BGN Tak Khawatir Anaknya Keracunan karena Ikut Dapat MBG: Alhamdulillah Aman
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi