- Sri Radjasa sebut penjarahan sebagai terorisme politik.
- Serangan rumah pejabat jadi pesan ancaman terkoordinasi.
- Operasi garis dalam dituding lindungi kepentingan lama.
Suara.com - Aksi brutal penjarahan dan perusakan yang menyasar kediaman sejumlah anggota DPR dan menteri bukan lagi sekadar kriminalitas biasa.
Mantan Intelijen Negara, Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra, membongkar skenario mengerikan di baliknya, menyebutnya sebagai bentuk "terorisme politik" yang terkoordinasi.
Dalam analisisnya melalui podcast Forum Keadilan TV, Sri Radjasa menegaskan bahwa target serangan yang menyasar figur-figur vokal seperti Ahmad Sahroni, Uya Kuya, dan Eko Patrio, hingga rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani, memiliki satu tujuan utama: mengirim pesan ancaman berdarah dingin.
Menurutnya, operasi ini dirancang secara sistematis untuk menciptakan efek gentar dan membungkam nyali para wakil rakyat di Senayan.
Tujuannya adalah untuk memblokade segala upaya penyelidikan hukum terhadap kasus-kasus yang diduga melibatkan mantan presiden.
"Perusakan rumah anggota DPR sebagai bentuk terorisme politik untuk menakut-nakuti DPR agar tidak mengusut kasus-kasus Jokowi," ujar Sri Radjasa dengan lugas dikutip pada Rabu (3/9/2025).
Pernyataan ini secara langsung mengaitkan gelombang teror fisik tersebut dengan agenda politik yang lebih besar.
Aksi penjarahan itu, menurutnya, bukan motif ekonomi, melainkan instrumen intimidasi untuk memastikan lingkaran kekuasaan lama tetap tak tersentuh oleh hukum di era pemerintahan baru.
Sri Radjasa menambahkan bahwa serangkaian teror ini adalah bagian dari "operasi garis dalam" yang lebih luas, sebuah strategi intelijen untuk menghancurkan dari dalam.
Baca Juga: Jusuf Hamka Ungkap Uya Kuya Sempat Tidak Bisa Makan Usai Rumah Dijarah Massa: Kepikiran Pak
Dengan menebar ketakutan di jantung legislatif, para dalang di balik operasi ini berharap dapat melumpuhkan fungsi pengawasan DPR dan menciptakan kekacauan politik.
Klaim ini menempatkan insiden penjarahan rumah Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, dan bahkan seorang menteri kunci seperti Sri Mulyani, dalam bingkai yang jauh lebih serius.
Ini bukan lagi soal vandalisme atau perampokan, melainkan sebuah ancaman nyata terhadap pilar demokrasi yang dijalankan oleh sebuah kekuatan terorganisir untuk melindungi kepentingan politik tertentu. Aksi ini adalah sinyal bahwa siapa pun yang mencoba mengusik masa lalu akan berhadapan dengan teror.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 5 Sepatu Lari Terbaik Versi Dokter Tirta untuk Pemula
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
Geger Isu Patrick Kluivert Dipecat Karena Warna Kulit?
-
Parah! SEA Games 2025 Baru Dimulai, Timnas Vietnam U-22 Sudah Menang Kontroversial
-
Adu Gaji Giovanni van Bronckhorst vs John Heitinga, Mana yang Pas untuk Kantong PSSI?
-
5 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Kebutuhan Produktivitas dan Gaming
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
Terkini
-
Akhirnya! Pemerintah Akui Kerusakan Lingkungan Perparah Bencana Banjir Sumatra
-
Hasil DNA Kerangka Positif, Jenazah Alvaro Kiano akan Dimakamkan Besok
-
Awas Cuaca Ekstrem, DPR Minta Kemenhub hingga BMKG 'Kawin' Data Demi Mudik Nataru Aman
-
TOK! Hakim Djuyamto Cs Dibui 11 Tahun Gegara Jual Vonis Kasus CPO
-
Percepat Penanganan, Mendagri Ajak Pemda Bantu Daerah Terdampak Bencana
-
Puan Maharani Soal Bantuan Bencana Dilempar dari Heli: Jaga Martabat Korban
-
Gubernur Papua Tengah Meki Nawipa Gelontorkan Rp90 Miliar, 26 Ribu Siswa Kini Sekolah Gratis!
-
Mensos Ingatkan Instansi Pemerintah dan Swasta Harus Beri Kesempatan Kerja untuk Disabilitas
-
Pentingnya Pembangunan Berbasis Aglomerasi untuk Gerakkan Ekonomi Kawasan
-
Banjir Sumatra Penuh Kayu Gelondongan, DPR Panggil Menhut Besok, Buka Peluang Bentuk Pansus