News / Nasional
Jum'at, 05 September 2025 | 13:05 WIB
Ilustrasi Korupsi (freepik)

ICW sendiri mencatat 529 tersangka korupsi dari kalangan legislatif antara tahun 2011 hingga 2023. 

Ilustrasi korupsi. (Pixabay)

Modus yang paling umum adalah terkait pembiayaan politik yang mahal, termasuk upaya "balik modal" setelah mengeluarkan biaya kampanye yang fantastis. 

Hampir semua fraksi di DPR pernah tersangkut kasus korupsi, menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik, bukan sekadar kesalahan individu.

ICW menggarisbawahi tiga akar masalah korupsi politik:

  • Biaya politik yang sangat mahal,
  • Regulasi yang memberikan celah korupsi,
  • Tata kelola internal partai politik yang buruk.

Survei menunjukkan biaya kampanye legislatif bisa mencapai ratusan miliar rupiah, membuat mayoritas anggota DPR berasal dari kelompok dengan sumber daya material besar atau memiliki koneksi dengan taipan. 

Kondisi ini memposisikan DPR bukan sebagai rumah aspirasi rakyat, melainkan sebagai sarana akumulasi kekayaan.

Dalam siaran langsung di akun YouTube Sahabat ICW berjudul "Mengurai Benang Kusut Problem DPR", Kamis (4/9/2025), ICW memaparkan enam rekomendasi penting, di antaranya:

  • Menjauhi pragmatisme politik dalam proses kandidasi,
  • Menciptakan skema disinsentif agar partai tidak terlalu bergantung pada donatur besar,
  • Menetapkan batas pengeluaran dana kampanye,
  • Mendorong kampanye yang lebih dekat dengan publik,
  • Memperketat pelaporan keuangan partai dengan audit investigatif,
  • Serta memperkuat pengawasan publik terhadap DPR.

Masyarakat sipil kini menyerukan reformasi yang lebih fundamental, bukan sekadar langkah reaktif. 

Suara rakyat yang terpinggirkan ini menuntut lebih dari "perbaikan kosmetik". 

Baca Juga: BEM SI Tagih Janji 19 Juta Lapangan Pekerjaan Wapres Gibran ke DPR RI, Malah Tuai Nyinyiran

Mereka ingin perubahan sistemik yang benar-benar mengembalikan DPR pada fungsi sejatinya: representasi dan penyambung lidah rakyat.

Reporter: Maylaffayza Adinda Hollaoena

Load More