News / Nasional
Kamis, 11 September 2025 | 14:43 WIB
Wagub Bali, I Nyoman Giri Prasta. (Suara.com/Silfa)
Baca 10 detik
  • Pengakuan Pemerintah Daerah
  • Kebijakan Pembatasan
  • Fokus Penanganan Darurat
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Di tengah duka akibat banjir bandang yang melumpuhkan sejumlah wilayah strategis di Bali, sebuah pengakuan tegas datang dari orang nomor dua di Pulau Dewata. Wakil Gubernur (Wagub) Bali, I Nyoman Giri Prasta, secara terbuka mengakui bahwa pembangunan yang masif menjadi salah satu biang keladi utama di balik bencana banjir yang menerjang Denpasar, Badung, Gianyar, dan Jembrana pada Rabu (10/9/2025).

Pengakuan ini disampaikan Giri Prasta saat meninjau langsung kondisi korban di posko pengungsian di Denpasar, Kamis (11/9/2025). Menurutnya, dampak dari pembangunan yang tak terkendali tidak bisa lagi dipungkiri dan kini saatnya mencari solusi konkret, bukan saling menyalahkan.

“Pasti, pasti ada dampak (pembangunan masif), semuanya ada dampak, cuma kita harus berpikir bagaimana kita mencarikan sebuah solusi,” kata dia sebagaimana dilansir Antara.

Banjir besar ini, menurut Wagub Giri, menjadi momentum evaluasi pahit terhadap maraknya alih fungsi lahan yang terjadi selama ini. Ditambah lagi dengan faktor perubahan iklim ekstrem yang tak terduga, di mana hujan dengan volume satu bulan tumpah hanya dalam waktu satu setengah hari.

“BNPB sudah menyampaikan air hujan yang semestinya turun untuk sebulan, ini turunnya itu hanya satu setengah hari, ini luar biasa memang, tapi kita tidak akan pernah menyalahkan siapa-siapa, mari kita berbenah dan segala sesuatu itu akan kita perbaiki dengan baik,” ujarnya.

Menjawab kekhawatiran publik, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tidak hanya berjanji akan melakukan perbaikan infrastruktur pasca-bencana. Giri Prasta memberikan jaminan bahwa keran alih fungsi lahan akan diperketat secara signifikan untuk mencegah bencana serupa terulang di masa depan.

“Sudah pasti, alih fungsi lahan sudah pasti ada pembatasan,” ucapnya singkat.

Saat ini, dengan status Bali sebagai daerah tanggap darurat bencana, fokus utama pemerintah adalah mitigasi dan penanganan darurat. Apalagi, hujan deras yang terjadi dipicu oleh fenomena gelombang Rossby dan Kelvin, anomali cuaca yang terjadi saat Bali seharusnya sudah memasuki musim kemarau.

Untuk penanganan cepat, Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar telah menyusun skema kolaborasi yang jelas. Anggaran kebencanaan provinsi sebesar Rp40 miliar disiagakan, dengan opsi realokasi jika diperlukan.

Baca Juga: Bali Diterjang Banjir Terparah dalam Satu Dekade, Benarkah Hanya Salah Cuaca Ekstrem?

“Yang kedua, bantuan penanganan pengungsi ditangani oleh Kota Denpasar, serta ada bantuan fasilitas dari BNPB yang datang hari ini, ketiga, bantuan perbaikan jalan dan jembatan yang rusak itu dari APBN,” kata Giri Prasta.

Selain itu, pemerintah juga memfokuskan sumber daya pada lima prioritas utama: pencarian korban hilang, pembersihan sampah sisa banjir, penyedotan air di area vital seperti pasar, perbaikan infrastruktur, dan ganti rugi bagi para pedagang yang barangnya hanyut.

Mengenai kekhawatiran dampak banjir terhadap citra pariwisata, Wagub Giri mengakuinya namun tetap optimistis. Ia meyakini semangat gotong royong luar biasa yang ditunjukkan warga Bali dalam menghadapi bencana justru bisa menjadi nilai positif di mata dunia internasional.

“Saya kira dapat pasti ada (dampak pariwisata) tapi tidak begitu banyak, sekarang kan sudah dilihat oleh masyarakat internasional, terutama wisatawan, bahwa cara penanganan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota sampai ke masyarakatnya sendiri luar biasa gotong royong,” ujarnya.

Load More