- Fraksi PDIP mempertanyakan soal nomenklatur baru mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik.
- Pemerintah terbitkan Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang IKN menjadi Ibu Kota Politik.
- Komisi II akan segera meminta penjelasan pemerintah terkait IKN menjadi Ibu Kota Politik.
Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, menyoroti munculnya nomenklatur baru mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai "ibu kota politik". Menurutnya, istilah ini menimbulkan kebingungan karena tidak pernah ada dalam pembahasan Undang-Undang IKN, sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut dari pemerintah.
Deddy mengaku tidak memahami definisi dan implikasi dari istilah tersebut. Ia mempertanyakan apakah "ibu kota politik" memiliki makna yang sama dengan "ibu kota negara" seperti yang diamanatkan oleh undang-undang.
"Kita lihat keseluruhan, kan ibu kota politik artinya ibu kota setingkat legislatif, eksekutif, yudikatif. Apakah itu sama dengan ibu kota negara? Saya juga tidak mengerti," ujar Deddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Ia menegaskan bahwa Komisi II akan segera meminta penjelasan dari Kemendagri sebagai mitra kerja untuk mengklarifikasi dasar hukum dan tujuan di balik penggunaan nomenklatur baru ini.
"Kita perlu penjelasan lebih lanjut karena itu nomenklatur baru yang kita dengar," tambahnya.
Klarifikasi Mensesneg
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi telah memberikan penjelasan mengenai frasa "ibu kota politik" yang tercantum dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2025. Menurutnya, istilah tersebut bukanlah perubahan status IKN, melainkan penegasan target bahwa infrastruktur untuk tiga pilar politik—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—harus selesai pada tahun 2028.
"Maksudnya adalah dalam 3 tahun... tiga lembaga politik; eksekutif, legislatif, yudikatif bisa selesai, maksudnya itu," jelas Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9).
Prasetyo menegaskan bahwa IKN akan tetap menjadi Ibu Kota Negara secara menyeluruh. Ia menjelaskan, mustahil jika hanya lembaga eksekutif yang pindah tanpa disertai lembaga lainnya.
Baca Juga: Two-State Solution Prabowo di PBB Dapat Dukungan DPR, Disebut Jalan Damai Bermartabat
"Tetap ibu kota negara... Kan kalau kita pindah hanya eksekutif saja, rapat sama siapa? Maksudnya itu, bukan kemudian itu menjadi Ibu Kota Politik atau Ibu Kota Ekonomi," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Menkeu Purbaya Bakal Redenominasi Uang Rp 1000 Jadai Rp 1, Apa Maksudnya?
-
Jokowi Dukung Gelar Pahlawan, Gibran Puji-puji Jasa Soeharto Bapak Pembangunan
-
Polisi Temukan Serbuk Diduga Bahan Peledak di SMAN 72, Catatan Pelaku Turut Disita
-
Ledakan SMAN 72: Jejak TikTok Terduga Pelaku 8 Jam Sebelum Kejadian Ungkap Hal Mengejutkan!
-
Polisi Dalami Motif Ledakan SMAN 72, Dugaan Bullying hingga Paham Ekstrem Diselidiki
-
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia, Pimpinan KPK Melayat
-
Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Adalah Siswa Sendiri, Kapolri Ungkap Kondisinya
-
Kawanan Begal Pembacok Warga Baduy di Jakpus Masih Berkeliaran, Saksi dan CCTV Nihil, Kok Bisa?
-
Kabar Duka, Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia di Usia 72 Tahun
-
Lihat Rumahnya Porak-poranda Dijarah, Ahmad Sahroni Pilih Beri 'Amnesti': Kalau Balikin, Aman!