- Agustinus Sirait, menilai praktik menjadikan guru maupun kepala sekolah sebagai bahan uji coba sampel makanan tidak tepat.
- Evaluasi menyeluruh terhadap MBG perlu dilakukan mulai dari pengadaan bahan baku, kualitas dapur, hingga sistem distribusi.
- Langkah cepat pihak sekolah menghentikan distribusi makanan ketika mendeteksi bau tidak sedap sudah tepat.
Suara.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menemukan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG Yayasan Ameena Mulya, penyedia makanan dalam kasus keracunan di SDN 01 Gedong, diduga tidak memenuhi standar kelayakan. Komnas PA menuntut adanya pertanggungjawaban hukum, bukan sekadar evaluasi.
Ketua Komnas PA, Agustinus Sirait, menyebut penyedia pangan tersebut diduga belum memiliki sertifikat laik higienis dan sanitasi.
"Menurut informasi, [SPPG itu tak bersertifikat]. Kami minggu lalu... sudah mengirimkan surat ke Badan Gizi Nasional... meminta agar mereka memberikan informasi verifikasi tentang kasus kejadian ini secara lengkap," kata Agustinus usai mengunjungi sekolah, Selasa (30/9/2025).
Selain itu, Komnas PA juga menemukan masalah teknis, di mana makanan diproduksi terlalu pagi sehingga kualitasnya menurun saat tiba di sekolah.
"Makanan tiba di sekolah terlalu lama, sehingga mengakibatkan makanan jadi beracun," ujarnya.
Hanya 20 Persen Dapur MBG se-Indonesia yang Punya Sertifikat
Agustinus mengungkapkan, dari informasi yang ia himpun, secara umum hanya sekitar 20 persen SPPG penyedia MBG di seluruh Indonesia yang telah memiliki sertifikat standar kesehatan.
"Menurut informasi yang saya dapat, hampir hanya 20 persen dapur-dapur itu yang memiliki sertifikat higienis dan sanitasi. Dan tentunya ini kan harus jadi perhatian pemerintah," ungkapnya.
Lebih jauh, Agustinus menegaskan bahwa kasus ini tidak cukup jika hanya ditangani melalui evaluasi program. Ia menuntut adanya pertanggungjawaban hukum dari pihak penyedia makanan yang dinilai telah lalai.
Baca Juga: Marak Kasus Keracunan, Komnas PA Tolak Guru Jadi Bahan Uji Coba Sampel MBG
"Siapapun pihak yang memproduksi makanan tidak sehat sehingga mengakibatkan keracunan, berarti lalai. Dan dapur-dapur itu kan bisnis," jelasnya.
"Jadi tidak hanya sekadar evaluasi-evaluasi, tapi kepada pihak-pihak yang secara hukum perlu diminta pertanggungjawaban, kita minta tanggung jawab," pungkas Agustinus.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Sepatu New Balance yang Diskon 50% di Foot Locker Sambut Akhir Tahun
Pilihan
-
In This Economy: Banyolan Gen Z Hadapi Anomali Biaya Hidup di Sepanjang 2025
-
Ramalan Menkeu Purbaya soal IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun Gagal Total
-
Tor Monitor! Ini Daftar Saham IPO Paling Gacor di 2025
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
Terkini
-
Malam Tahun Baru di Bundaran HI Dijaga Ketat, 10 K-9 Diterjunkan Amankan Keramaian
-
Kapolri: Warga Patuh Tanpa Kembang Api, Doa Bersama Dominasi Malam Tahun Baru
-
8 Anak Terpisah dengan Keluarga di Malioboro, Wali Kota Jogja: Bisa Ditemukan Kurang dari 15 Menit
-
Menko Polkam Pastikan Malam Tahun Baru Aman: Tak Ada Kejadian Menonjol dari Papua hingga Lampung
-
Gus Ipul Pastikan BLTS Rp900 Ribu Jangkau Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Diguyur Hujan, Massa Tetap Padati Bundaran HI di Malam Tahun Baru 2026
-
Belasan Nyawa Melayang di Galangan Kapal PT ASL Shipyard: Kelalaian atau Musibah?
-
Kawasan Malioboro Steril Kendaraan Jelang Tahun Baru 2026, Wisatawan Tumpah Ruah
-
Bantuan Rp15 Ribu per Hari Disiapkan Kemensos untuk Warga Terdampak Bencana
-
Tahun Baru 2026 Tanpa Kembang Api, Polisi Siap Matikan dan Tegur Warga!