-
- Pemerintah Trump membuka lebih dari 630 ribu hektar Suaka Margasatwa Arktik untuk eksplorasi minyak, termasuk wilayah suci Suku Gwich’in.
- Suku Gwich’in menolak karena khawatir habitat rusa Porcupine rusak, sedangkan sebagian Iñupiaq mendukung demi ekonomi lokal.
- Aktivis lingkungan menilai kebijakan ini mengutamakan bisnis daripada alam dan hak adat, serta berencana menggugat ke pengadilan.
Suara.com - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu perdebatan besar karena baru-baru ini Trump telah menyetujui rencana membuka kawasan Suaka Margasatwa Arktik Nasional (Arctic National Wildlife Refuge) untuk pengeboran minyak dan gas
Keputusan tersebut diumumkan oleh Menteri Dalam Negeri Amerika Serikat, Doug Burgum, pada Kamis (23/10).
Ia menjelaskan bahwa langkah itu membuka peluang ekonomi melalui penjualan izin sewa bagi perusahaan energi di dataran pantai arktik dengan luas 631.309 hektar. Dimana sebagian area tersebut termasuk wilayah yang dianggap suci oleh Suku Adat Gwich’in.
Menurutnya, Kebijakan ini merupakan bagian dari janji politik lama Partai Republik untuk mendorong kembali eksplorasi minyak di Alaska. Bahkan, aturan pajak yang disahkan semasa kepemimpinan Trump juga menyertakan mandat agar pemerintah melakukan sedikitnya empat kali penjualan izin sewa di kawasan itu dalam waktu sepuluh tahun.
Namun, langkah tersebut langsung menuai penolakan keras, terutama dari masyarakat adat dan aktivis lingkungan.
Suku Gwich’in yang tinggal di sekitar kawasan itu menilai dataran pantai Arktik sebagai tempat spiritual yang harus dijaga. Mereka khawatir, jika pengeboran dilakukan, rusa kutub Porcupine yang menjadi sumber pangan dan bagian penting dari tradisi mereka akan terusir dan mengancam keberlangsungan hidupnya.
Sebaliknya, Para pemimpin Kaktovik atau suku Iñupiaq yang juga tinggal di dalam kawasan tersebut, justru mendukung langkah pemerintah AS. Mereka berpendapat bahwa eksploitasi minyak jika dilakukan secara bertanggung jawab dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah tersebut yang selama ini terisolasi.
"Sangat menggembirakan melihat para pengambil keputusan di Washington memajukan kebijakan yang menghormati suara kami dan mendukung kesuksesan jangka panjang Kaktovik," ujar Presiden Kaktovik Iñupiat Corp., Charles “CC” Lampe, dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, aktivis lingkungan dari The Wilderness Society, Meda DeWitt, menilai pemerintah menempatkan kepentingan bisnis di atas kehidupan masyarakat adat, budaya, tanggung jawab spiritual masyarakat, dan kesehatan Arctic Refuge.
Baca Juga: Jakarta Running Festival Bukan Cuma Lari! Ada Edukasi Daur Ulang dan Aksi Nyata Tanam Mangrove
Selain membuka peluang pengeboran minyak, pemerintah Trump juga ingin mempercepat proyek pembangunan jalan penghubung antara King Cove dan Cold Bay di Alaska bagian selatan. Jalan ini direncanakan melintasi Suaka Margasatwa Nasional Izembek, yang menjadi rumah bagi ribuan burung migrasi dari seluruh dunia.
Pemerintah berdalih, membangun proyek jalan tersebut penting untuk alasan kemanusiaan, karena akan memudahkan warga King Cove menuju bandara di Cold Bay untuk akses medis darurat.
Namun, kelompok konservasi dan beberapa komunitas adat Yup’ik menolak keras. Mereka khawatir pembangunan jalan akan merusak habitat unggas air dan ekosistem lahan basah yang dilindungi secara internasional.
Organisasi lingkungan Center for Biological Diversity menilai perjanjian pertukaran lahan yang dilakukan untuk proyek jalan itu berisiko tinggi. Mereka menyebut pemerintah menukar sekitar 200 hektar kawasan alami yang tak tergantikan dengan 700 hektar tanah di luar suaka yang nilai ekologisnya jauh lebih rendah.
Namun Senator Republik asal Alaska, Lisa Murkowski, yang sejak lama mendukung proyek jalan ini, mengatakan bahwa rencana itu telah melalui proses pertimbangan yang panjang.Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak akan dilakukan secara besar-besaran.
“Ini bukan jalan besar untuk truk atau kegiatan industri. Hanya jalan kecil sepanjang 18 kilometer yang akan dipakai warga untuk keadaan darurat,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
Terkini
-
Polisi Sebut Ruko Terra Drone Tak Dirawat Rutin, Tanggung Jawab Ada di Penyewa
-
Rocky Gerung Ungkap Riset KAMI: Awal 2026 Berpotensi Terjadi Crossfire Antara Elit dan Rakyat
-
Menkes Dorong Ibu Jadi Dokter Keluarga, Fokus Perawatan Sejak di Rumah
-
Polemik Lahan Tambang Emas Ketapang Memanas: PT SRM Bantah Penyerangan, TNI Ungkap Kronologi Berbeda
-
Grup MIND ID Kerahkan Bantuan Kemanusiaan bagi Korban Bencana ke Sumatra hingga Jawa Timur
-
BNI Raih Dua Penghargaan Internasional atas Pengembangan SDM melalui BNI Corporate University
-
Soal Polemik Perpol Nomor 10 dan Putusan MK 114, Yusril: Saya Belum Bisa Berpendapat
-
Prabowo Mau Tanam Sawit di Papua, DPR Beri Catatan: Harus Dipastikan Agar Tak Jadi Malapetaka
-
Agustus 2026, Prabowo Targetkan 2.500 SPPG Beroperasi di Papua
-
Nasib 6 Polisi Pengeroyok Matel Kalibata di Ujung Tanduk, Sidang Etik Digelar Hari Ini