News / Nasional
Selasa, 04 November 2025 | 15:43 WIB
Seorang penyintas Tragedi 1965 bernama Utati mengaku tidak terima jika Soeharto mendpat gelar pahlawan nasional. (Suara.com/Safelia Putri)
Baca 10 detik
  • Utati dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya.
  • Utati bercerita saat itu dirinya sempat ditahan selama 11 tahun di penjara wanita Bukit Duri.
  • Hingga saat ini, Utati belum merasakan kebebasan yang sesungguhnya.

Suara.com - Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto menuai penolakan keras dari sejumlah pihak, terutama para penyintas Tragedi 1965.

Salah satunya adalah Ibu Utati, seorang penyintas yang merasakan langsung dampak peristiwa kelam tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Utati dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya.

"Memang tidak pantas kalau bapak presiden kedua diangkat menjadi pahlawan nasional," ujarnya saat Konferensi Pers di Yayasan LBH Indonesia, pada Selasa (4/10/2025).

Utati menceritakan pengalamannya sebagai korban langsung G30S/PKI.

Ia ditahan selama 11 tahun di penjara wanita Bukit Duri.

“Saya sebagai korban langsung peristiwa 65 G30SPKI, saya di tahan 11 tahun, di penjara wanita, di Bukit Duri,” kata dia.

"Dengan segala cara kami berusaha, jelas kami tidak mau mati konyol tapi berusaha bertahan bisa hidup keluar dengan akal yang masih waras," kenangnya.

Namun, kebebasan yang sesungguhnya belum ia rasakan sepenuhnya.

Baca Juga: Soal Polemik Whoosh, Puan: Jangan Terjadi Kerugian Negara Berlarut-larut

"Tapi sesudah saya diizinkan pulang, saya tidak mengatakan bebas, karena sampai sekarang saya belum merasakan bebas," ungkapnya.

Setelah peristiwa Reformasi 1998, barulah para bekas tahanan berani saling bertemu, karena sebelumnya pergerakan mereka dibatasi dan diawasi.

"Paling menyakitkan, membersihkan lingkungan anak kami, cucu kami, tidak bersih lingkungan, larangannya banyak, setiap gerak kami diawasi," tutur Ibu Utati dengan nada pilu.

Mantan Presiden Indonesia, Soeharto. [Ist]

Hingga kini, setelah 60 tahun berlalu, Utati merasa hak asasi mereka belum sepenuhnya diberikan.

Kekhawatiran masih menyelimuti hidupnya dan para korban lainnya.

"Apa-apa masih khawatir," katanya.

Load More