News / Nasional
Senin, 22 Desember 2025 | 15:41 WIB
Warga memasangkan bendera putih di depan rumahnya yang rusak pasca bencana hidrometeorologi di Desa Lawet, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, Aceh, Rabu (17/12/2025). [ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas]
Baca 10 detik
  • Sosiolog Okky Madasari mengkritik penanganan bencana 2025 di Sumatera karena kegagapan dan penyangkalan pemerintah pusat.
  • Penolakan bantuan asing oleh pemerintah disebabkan ketakutan kehilangan kontrol narasi dan tuntutan akuntabilitas.
  • Penanganan bencana Sumatera 2025 dinilai terburuk karena lambatnya respons serta hilangnya jejak mitigasi sebelumnya.

Indikatornya terlihat dari lambatnya respon pusat, birokrasi yang mempersulit masuknya bantuan, hingga lembaga seperti BNPB yang dinilai terlambat mengetahui kondisi riil di lapangan.

Presiden Prabowo Subianto (ketiga kiri) didampingi Wagub Sumbar Vasko Ruseimy (kanan), Bupati Padang Pariaman John Kenedi Aziz (kedua kanan), Ketua DPRD Padang Pariaman Aprinaldi (ketiga kanan), Dandim 0308/Pariaman Letkol Czi Nur Rahmat Khaeroni (kedua kiri), dan Anggota DPRD Sumbar Verry Mulyadi (kiri) saat meninjau jembatan bailey yang baru dibangun di Padang Mantuang, Nagari Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (18/12/2025). [ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom]

"Kita sudah pernah mengalami bencana dahsyat (Tsunami 2004) dan mendapat apresiasi dunia. Namun jejak mitigasi itu kini hilang," kata dia.

"Early Warning System hanya jadi jargon. Siapa yang memegang kendali (komando) bencana saat ini? tidak ada, semua gagap," tambah Okky.

Lebih lanjut Okky juga menilai bahwa Presiden Prabowo kehilangan kapasitas kepemimpinan dalam mengelola krisis ini.

Kunjungan singkat Presiden ke lokasi bencana dinilai hanya seremonial dan tidak menyentuh akar masalah.

"Presiden seolah bersembunyi di balik punggung asisten pribadi. Ia menolak melihat realitas bencana. Padahal, Gubernur Aceh sendiri sudah mengkonfirmasi banyak warga meninggal karena kelaparan pasca-bencana," ungkapnya.

Okky mengingatkan bahwa jika transparansi, kecepatan respon, dan keterbukaan bantuan tidak segera diperbaiki, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin merosot.

Ia mendesak pemerintah untuk berhenti menggunakan jargon nasionalisme sempit demi menutupi ketidakmampuan negara dalam menyelamatkan nyawa warganya.

Reporter: Tsabita Aulia

Baca Juga: Puncak Musim Hujan Masih Berlangsung, Gubernur Sumbar Imbau Warga Waspadai Bencana Susulan

Load More