Suara.com - Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC) Surya Tjandra menegaskan bahwa masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) bukanlah masalah yang bisa dianggap main-main. Walaupun peristiwa PHK yang terjadi saat ini diperdebatkan dari segi jumlah
"Serikat buruh bilang bahwa saat ini terjadi PHK massal. Sementara pemerintah bilang baik-baik saja," kata Surya di Jakarta, Rabu (23/3/2016). Surya sendiri mengakui ada peningkatan jumlah peristiwa PHK, hanya saja belum menjadi sebuah krisis yang besar.
Namun Surya menegaskan terlepas dari jumlah kasus PHK, besar atau kecil, masalah PHK tidak boleh dianggap sebagai persoalan biasa. Sebab PHK menjadi perjuangan memperoleh keadilan yang membutuhkan proses yang panjang bagi korban PHK. "PHK sendiri tak masalah kalau memang itu kesalahan si pekerja. Tapi yang jadi masalah, itu salah orang lain," ujar mantan calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Terkait masalah para jurnalis berstatus kontributor, menurutnya, nasibnya mirip dengan pemagangan di sejumlah pabrik. Orang yang magang tidak dianggap sebagai pekerja. Uang yang dibayarkan bukan dianggap sebagai gaji, melainkan sebagai uang saku. "Praktik ini sekarang berlangsung massif di industri media," jelasnya.
Berbagai persoalan yang membelit kontributor akibat regulasi perburuhan yang rancu. Menurut aturan hukum perburuhan saat ini, hubungan antara kontributor dengan perusahaan media bukanlah hubungan kerja. "Sekarang kalau pengusaha media tak bisa bertanggung jawab, siapa yang bisa? Seharusnya negara melalui jaminan sosial," tuturnya.
Surya mengakui UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagekerjaan sudah tidak bisa menjawab persoalan ketenagakerjaan saat ini. Sayangnya, ia melihat Kementerian Ketenagakerjaan cenderung main aman dan tak mau proaktif mengajukan revisi UU Ketenagakerjaan kepada DPR. Kemenaker dinilai banyak berdiam diri karena menyadari revisi UU Ketenagakerjaan akan mendapat protes keras dari berbagai pihak.
Jalan keluar bagi masalah kontributor sendiri bukannya tidak ada. Ada dua cara yang bisa ditempuh. Merubah definisi hubungan kerja dari semula mengharuskan ada pemberi kerja atau majikan menjadi tanpa ada pemberi kerja. Jika itu berhasil, segala aturan ketenagakerjaan kebawahnya juga akan berubah mengikuti. Namun cara ini merubah hakikat hukum ketenagakerjaan. "Jadi kalau cara ini ditempuh, mungkin tak ada perubahan sampai 20 tahun kedepan,"terangnya.
Cara kedua yang lebih praktis adalah memperjuangkan hak cipta atas karya jurnalistik para kontributor. Dengan demikian, kontributor tidak terikat harus menyetor berita hanya kepada satu media tertentu. Setiap penggunan berita hasil karyanya oleh berbagai media, sang kontributor akan mendapatkan bayaran. "Ini jalan keluar untuk menjawab persoalan rendahnya kesejahteraan para kontributor," tutup Surya.
Berita Terkait
-
Solidaritas untuk Kebebasan Pers, Jurnalis Jambi Gelar Aksi
-
CEK FAKTA: Video Jurnalis Australia Ditembak Polisi Indonesia
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Detik-detik Sebelum Sterilisasi Kwitang: Awak Media Dipaksa Mundur, Listrik Dipadamkan
-
Jurnalis Peliput Demo DPR Digebuki Polisi, Iwakum Geruduk MK: Kemerdekaan Pers Bukan Sekedar Jargon!
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Ratu Tisha Lengser: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar PSSI?
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
Terkini
-
SPBU Swasta Beli BBM dari Pertamina, Simon: Kami Tak Cari Untung!
-
Jurus SIG Hadapi Persaingan: Integrasi ESG Demi Ciptakan Nilai Tambah Jangka Panjang
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
Kemenhub 'Gandeng' TRON: Kebut Elektrifikasi Angkutan Umum, Targetkan Udara Bersih dan Bebas Emisi!
-
Harris Arthur Resmi Pimpin IADIH, Siap Lawan Mafia Hukum!
-
Fakta-fakta Demo Timor Leste: Tekanan Ekonomi, Terinspirasi Gerakan Warga Indonesia?
-
Alasan Eks Menteri Sebut DJP 'Berburu Pajak di Kebun Binatang': Masalah Administrasi Serius
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri