Suara.com - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan Indonesia tidak memerlukan standard selain Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk perkebunan sawit berkelanjutan.
"Kita sudah punya ISPO. Jadi kita mengacu kepada standar kita," katanya usai Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Kamis (14/4/2016), menjawab sejumlah pertanyaan dari anggota DPR tentang IPOP (Indonesian Palm Oil Pledge).
Protes terkait IPOP juga kerap disuarakan petani kelapa sawit di sejumlah daerah setelah sawit yang mereka produksi ternyata ditolak oleh industri sawit yang menguasai pasar. IPOP adalah perjanjian yang dibuat bersama raksasa-raksasa industri sawit, akhir 2014. Mereka berjanji untuk tidak menampung sawit dari lahan hasil deforestasi, gambut, lahan dengan stok karbon tinggi (HCS).
Mentan menjelaskan ISPO saat ini didorong menjadi standar yang diterima secara internasional bersama dengan standar yang dikembangkan Malaysia, MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil).
Amran juga meminta agar kampanye hitam untuk kelapa sawit dihentikan, karena, ada 16 juta jiwa masyarakat yang bergantung secara langsung dengan usaha perkebunan sawit, dan jumlah tersebut dapat meningkat hingga 30 juta jiwa jika menghitung lapangan kerja tidak langsung.
"Orangutan harus kita perhatikan. Tapi orang benerannya juga diperhatikan," katanya.
Dia mengingatkan, jika masyarakat tidak bisa hidup dari kebun sawit yang dikhawatirkan adalah mereka akan melakukan penebangan liar yang pasti berdampak negatif bagi kelestarian hutan.
Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir menegaskan pemerintah pasti akan membubarkan IPOP. Pembubaran itu akan dikoordinasikan langsung oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
"Akan ada pembahasan bersama untuk membubarkan IPOP," kata dia.
Sementara itu anggota DPR Komisi IV Hamdani mendesak pemerintah tegas melarang IPOP. Dia khawatir, jika kesepakatan raksasa sawit itu dilaksanakan akan menimbulkan konflik sosial.
"Kalau IPOP dilaksanakan, yang kesulitan adalah petani rakyat swadaya yang tanamannya baru ditanam," kata dari anggota dari Fraksi Nasdem itu.
Hamdani menyatakan, jika disepakatinya IPOP adalah terkait isu lingkungan hidup, maka alasan itu tidak tepat. Pasalnya, Indonesia telah telah memiliki standard Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk menjamin kelestarian hutan.
"Jadi IPOP tidak diperlukan lagi. Janganlah kita menuruti aturan asing untuk menentukan standard keberlanjutan," katanya.
Soal potensi kartel, Hamdani mengingatkan KPPU sudah melakukan dan akan menyelidiki potensi kartel dari IPOP. Menurut dia, IPOP melanggar UUD 1945 pasal 33, terutama ayat (4) yang menjelaskan, perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
"Kalau IPOP tetap dilaksanakan, dikhawatirkan timbul kartelisasi perkebunan seperti di peternakan, yang hanya dikuasai beberapa pemilik modal saja," kata Hamdani. (Antara)
Berita Terkait
-
Ngeri, Kota Tuan Rumah Piala Dunia 2026 Ini Simpan Ribuan Mayat yang Belum Terungkap
-
Melanie Subono Spill Rincian Donasi Diduga dari Kementan, Dinilai Janggal?
-
Kementan Disorot Usai Rincian Bantuan Bencana Viral, Harga Beras Rp60 Ribu/Kg Dinilai Janggal
-
Dugaan Kartel Bunga, Pakar Nilai Industri Pindar Tak Berada di Satu Pasar yang Sama
-
Akademisi Nilai Aturan Asosiasi Bukan Dasar Kartel Bunga Pindar
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina