Suara.com - Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange berakhir naik pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena investor mempertimbangkan potensi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman Agustus naik 1,20 dolar AS atau 0,09 persen menjadi menetap di 1.288,10 dolar AS per ounce.
Para investor menampilkan ketakutan tentang potensi Inggris memutuskan pada referendum untuk meninggalkan Uni Eropa. Referendum telah dijuluki "Brexit" oleh investor.
Para analis mencatat bahwa potensi untuk Brexit telah menyebabkan volatilitas di pasar, mendorong investor beralih ke emas sebagai aset "safe haven".
Analis percaya bahwa ketakutan ini memberikan dukungan yang luas terhadap logam mulia pada Selasa.
Investor juga bersiapkan untuk pengumuman pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dijadwalkan setelah penutupan pasar pada Rabu. Ini membebani ekuitas AS sehingga Dow Jones Industrial Average turun 57 poin, atau 0,33 persen pada pukul 19.00 GMT.
Para analis mencatat bahwa ketika ekuitas membukukan lerugian, logam mulia biasanya naik karena investor mencari tempat yang aman. Sebaliknya, ketika ekuitas AS membukukan keuntungan, logam mulia biasanya turun.
Namun, penguatan dolar AS mencegah logam mulia dari kenaikan lebih lanjut. Indeks dolar AS meningkat terhadap sebagian besar mata uang utama pada Selasa.
Indeks dolar AS adalah ukuran dari dolar terhadap sekeranjang mata uang utama. Emas dan dolar biasanya bergerak berlawanan arah, yang berarti jika dolar naik maka emas berjangka akan jatuh, karena emas yang diukur dengan dolar menjadi lebih mahal bagi investor.
Di sisi ekonomi, Departemen Perdagangan mengumumkan pada Selasa bahwa perkiraan awal penjualan ritel dan makanan AS pada Mei meningkat 0,5 persen dari bulan sebelumnya menjadi 455,6 miliar dolar AS, mengalahkan konsensus pasar naik 0,3 persen.
Perak untuk pengiriman Juli turun 1,90 sen, atau 0,11 persen, menjadi ditutup pada 17,424 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Juli turun 23,40 dolar AS, atau 2,35 persen, menjadi ditutup pada 971,90 dolar AS per ounce. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Daftar Pemegang Saham BUMI Terbesar, Dua Keluarga Konglomerat Masih Mendominasi
-
Tips dan Cara Memulai Investasi Reksa Dana dari Nol, Aman untuk Pemula!
-
Danantara Janji Kembalikan Layanan Premium Garuda Indonesia
-
Strategi Bibit Jaga Investor Pasar Modal Terhindar dari Investasi Bodong
-
ESDM Ungkap Alasan Sumber Listrik RI Mayoritas dari Batu Bara
-
Program Loyalitas Kolaborasi Citilink dan BCA: Reward BCA Kini Bisa Dikonversi Jadi LinkMiles
-
IHSG Berbalik Loyo di Perdagangan Kamis Sore, Simak Saham-saham yang Cuan
-
COO Danantara Tampik Indofarma Bukan PHK Karyawan, Tapi Restrukturisasi
-
COO Danantara Yakin Garuda Indonesia Bisa Kembali Untung di Kuartal III-2026
-
Panik Uang di ATM Mendadak Hilang? Segera Lakukan 5 Hal Ini