Diskusi publik UU Pengampunan Pajak di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/7/2016). [Suara.com/Erick Tanjung]
Sejumlah kelompok masyarakat sipil atas nama Yayasan Satu Keadilan (YSK), dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia akan mengajukan gugatan atau judicial review Undang-undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) ke Mahkamah Konstitusi. UU Tax Amnesty yang dibuat Pemerintah tersebut telah disahkan oleh DPR RI dan ditandatangani Presiden Joko Widodo.
"Kami akan menggugat UU Tax Amnesty ke MK. Kalau UU ini telah ditandatangani Presiden Jokowi, besok 11 Juli kami akan daftarkan gugatan. Karena UU ini adalah hanya menguntungkan pengemplang pajak," kata Sugeng Teguh Santoso selaku koordinator Yayasan Satu Keadilan dalam konfrensi pers di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/7/2016).
Sekjen Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) ini menilai, UU tax amnesty berpotensi menjadi praktik pencucian uang yang dilegalkan oleh Pemerintah. Pasalnya para pihak-pihak yang diduga pengemplang pajak lebih leluasa melakukan pencucian uang dan hal itu tidak adil bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Dan harta kekayaan para pengemplang pajak tidak terdaftar sebagai milik dari wajib pajak. UU ini karpet merah buat pengemplang pajak," ujar dia.
Menurut Sugeng, Tax Amnesty pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang. Yang mana isinya menyatakan bahwa pelaku pencucian uang bisa pidana jika diketahui memiliki kekayaan yang berasal dari kegiatan yang tidak sah seperti korupsi dan perdagangan narkotika serta kejahatan lainnya.
"Di mana berdasarkan pasal 1 angka 1 UU nomor 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai ketentuan dalam UU ini," tutur dia.
Selain itu, lanjut dia, UU tax amnesty ini dianggap tidak sesuai ketentuan sebagaimana layaknya Undang-undang yang berlaku dalam waktu yang lama, dan bertentangan dengan konstitusi.
"Selama saya menjadi kuasa hukum, saya belum pernah dapat informasii bahwa ada UU berlaku sementara, kecuali Perppu. Sedangkan Perppu saja itu dalam keadaan mendesak dan harus disampaikan ke DPR. Sedangkan UU ini hanya berlaku sampai Maret 2017. Jadi UU ini bertentangan dengan konstitusi dan melawan hukum," kata dia.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Daftar Pemegang Saham BUMI Terbesar, Dua Keluarga Konglomerat Masih Mendominasi
-
Tips dan Cara Memulai Investasi Reksa Dana dari Nol, Aman untuk Pemula!
-
Danantara Janji Kembalikan Layanan Premium Garuda Indonesia
-
Strategi Bibit Jaga Investor Pasar Modal Terhindar dari Investasi Bodong
-
ESDM Ungkap Alasan Sumber Listrik RI Mayoritas dari Batu Bara
-
Program Loyalitas Kolaborasi Citilink dan BCA: Reward BCA Kini Bisa Dikonversi Jadi LinkMiles
-
IHSG Berbalik Loyo di Perdagangan Kamis Sore, Simak Saham-saham yang Cuan
-
COO Danantara Tampik Indofarma Bukan PHK Karyawan, Tapi Restrukturisasi
-
COO Danantara Yakin Garuda Indonesia Bisa Kembali Untung di Kuartal III-2026
-
Panik Uang di ATM Mendadak Hilang? Segera Lakukan 5 Hal Ini