Staf bidang pengaduan dan hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Mustafa, menduga ada kepentingan industri perbankan dalam kebijakan pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elektronik. Pasalnya Bank Indonesia selaku regulator pasti meminta masukan dari pelaku industri sebelum membuat kebijakan baru.
"Saya kira memang ada kepentingan industri perbankan dalam kebijakan top up e-money yang akan dikeluarkan oleh BI," kata Mustafa saat dihubungi Suara.com, Senin (18/9/2017).
Apalagi, menurut Mustafa, beberapa kalangan bankir dari sejumlah bank menyatakan dukungannya terhadap rencana kebijakan baru BI tersebut. Mereka berdalih biaya top up diperlukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kualitas infrastruktur e-money.
"Mestinya itu bisa disubsidi dulu oleh bank yang bersangkutan. Jangan dibebankan lagi kepada masyarakat. Ini justru bertentangan dengan semangat masyarakat tanpa uang tunai cashless society yang dicanangkan oleh pemerintah," jelasnya.
Jika BI tetap memaksakan kebijakan biaya top up e-money, maka dampaknya akan melemahkan penggunaan e-money dalam transaksi retail. Walaupun untuk jenis layanan tertentu seperti penggunaan jasa kereta listrik (KRL) Jabodetabek, busway, serta pembayaran di gerbang jalan tol tetap akan berhasil karena disertai kebijakan yang memaksa dan masyarakat tak punya pilihan lain.
"Tapi untuk transaksi retail di supermarket dan swalayan, kampanye penggunaan e-money akan mengalami kegagalan," tutupnya.
Sebagaimana diketahui, BI akan menerbitkan aturan pengenaan biaya tarif isi ulang (fee top up) uang elektronik atau e-money dalam waktu dekat. Saat ini, aturan yang akan tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut masih dalam tahap finalisasi.
Dengan demikian, bank-bank akan mengenakan beban pembayaran kepada konsumen setiap kali mereka isi ulang kartu e-money. Inilah yang menimbulkan kontroversi karena dirasa akan memberatkan masyarakat.
Baca Juga: YLKI: Kebijakan Biaya Top Up e-Money BI Kontraproduktif
Padahal, penggunaan uang elektronik adalah salah satu cara pemerintah dan otoritas sistem pembayaran dalam hal ini BI, untuk mengurangi penggunaan uang tunai atau less cash society.
Berita Terkait
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Prabowo: Indonesia Mengakui dan Jamin Keamanan Israel Jika Palestina Merdeka
-
Profil Glory Lamria: Diaspora Viral Usai Kunjungan Presiden di Amerika Serikat
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
Terkini
-
Bukan ke Luar Negeri, Kini Orang RI Rela 'Tumpah Ruah' Wisata di Dalam Negeri, Ini Alasannya!
-
RI Gali Investasi Hilirisasi Alumunium di Jepang
-
DPR Setujui Anggito Abimanyu Jadi Ketua Dewan Komisioner LPS 2025-2030
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
-
BGN Bentuk Tim Sendiri Teliti Keracunan MBG: Apa Betul Keracunan atau Alergi?
-
Lagi, LPS Pangkas Tingkat Bunga Penjaminan Bank Jadi 3,5 Persen
-
Laba BSI Tumbuh Tinggi, Dua Bisnis Ini Jadi Kontributor Utama
-
Pemda Kaltim Protes Dana Transfer Daerah Dipotong: Kami Penyumbang Penerimaan Negara!
-
Didorong Keputusan The Fed, Harga Emas Antam Kembali Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
-
Ekonomi Hari Ini: Asing Borong, Saham CDIA dan BUMI Jadi Idola, USD 1 Tembus Rp 16.600