Suara.com - Ekonom dari CORE Indonesia, Piter Abdullah menilai wacana pengambil alihan pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia dan dewan moneter merupakan bentuk emosional pemerintah.
Menurut Piter, wacana itu bentuk kekesalan pemerintah melihat kebijakan OJK tak sesuai dalam mengatasi krisis perbankan di masa pandemi Covid-19.
"Adanya dewan moneter dan pengembalian pengawasan itu bentuk emosional, karena tidak sesuai harapan pemerintah dalam menghadapi masa di tengah krisis," ujar Piter dalam sebuah diskusi secara virtual, Selasa (15/9/2020).
Piter melanjutkan, wacana tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah ingin mengambil jalan pintas agar cepat keluar dari krisis akibat pandemi. Padahal, terangnya, setiap laporan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang menyebut kondisi industri keuangan masih relatif baik.
"Tiap triwulan menyatakan (lembaga keuangan) stabil, pada ujungnya menyatakan OJK dan BI gagal. Jadi tidak konsisten. Harusnya tidak emosional seperti itu. BI sudah melaksanakan sebagian apa yang menjadi tugasnya, begitupun dengan OJK," ucap Piter.
Piter menambahkan, pemerintah seakan lupa dengan keberhasilan BI, OJK, hingga LPS yang konsisten menjaga industri jasa keuangan tak sampai ke level krisis.
"Kita saat ini harus diakui masih lebih baik, tidak lepas dari keberhasilan kita memperkuat BI, membentuk OJK, membentuk LPS. Itu harus kita apresiasi. Sayangnya justru sekarang ini semuanya seperti dilupakan," ucap dia.
Sebelumnya, pemerintah ternyata menyiapkan Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk reformasi sistem keuangan.
Salah satu aturan yang muncul adalah peran pengawasan perbankan nasional akan dikembalikan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).
Baca Juga: Masuknya Kepentingan Politik Pernah Ada Saat Dewan Moneter Terbentuk 1953
Saat ini sendiri, Badan Legislasi (Baleg) DPR sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang BI. Salah satu usulan dari draft RUU tersebut adalah adanya Dewan Moneter.
Berita Terkait
-
Manuver Purbaya Tarik Bea Keluar Emas, Ini Efeknya Versi Ekonom UI
-
Ekonom UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Q4 Tak Capai Target Imbas Banjir Sumatra
-
Ekonom : Sikat Gudang Penyelundup Thrifting tapi Beri Napas Pedagang Eceran!
-
Ekonom Buka Data Soal Perlunya Kebijakan Moratorium CHT
-
Ekonom Sebut Moratorium Cukai Rokok Lebih Untung Bagi Negara Dibanding Kenaikan
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
PLN Sebut Listrik di Aceh Kembali Normal, Akses Rumah Warga Mulai Disalurkan
-
Penerimaan Bea Cukai Tembus Rp 269,4 Triliun per November 2025, Naik 4,5%
-
BUMI Borong Saham Australia, Ini Alasan di Balik Akuisisi Jubilee Metals
-
Kemenkeu Klaim Penerimaan Pajak Membaik di November 2025, Negara Kantongi Rp 1.634 Triliun
-
BRI Peduli Siapkan Posko Tanggap Darurat di Sejumlah Titik Bencana Sumatra
-
Kapitalisasi Kripto Global Capai 3 Triliun Dolar AS, Bitcoin Uji Level Kunci
-
Kenaikan Harga Perak Mingguan Lampaui Emas, Jadi Primadona Baru di Akhir 2025
-
Target Mandatori Semester II-2025, ESDM Mulai Uji Coba B50 ke Alat-alat Berat
-
Ritel dan UMKM Soroti Larangan Kawasan Tanpa Rokok, Potensi Rugi Puluhan Triliun
-
Jurus Bahlil Amankan Stok BBM di Wilayah Rawan Bencana Selama Nataru