Suara.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2021 telah terjadi inflasi sebesar 0,10 persen, angka inflasi ini tentu mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,26 persen.
Tren inflasi yang rendah ini mengisyaratkan daya beli masyarakat masih lemah, imbas pandemi.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengungkapkan tren penurunan laju inflasi ini mengindikasikan bahwa pelemahan daya beli masyarakat kembali terjadi imbas pandemi Covid-19 yang belum usai.
"Jadi ini mengindikasikan sampai dengan akhir Februari 2021, dampak pandemi masih terus membayang-bayangi perekonomian, tidak hanya di Indonesia, tapi juga berbagai negara lain," kata Kecuk dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/3/2021).
Tak hanya itu, kata dia inflasi tahunan pada Februari 2021 ini juga cenderung rendah, yakni sebesar 1,38 persen.
Ia menyatakan, hal tersebut perlu diwaspadai karena pandemi menyebabkan mobilitas masyarakat berkurang serta roda perekonomian yang bergerak lebih lambat.
"Ini berdampak pada lemahnya permintaan," ungkapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada bulan Februari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,10 persen.
Dari 90 kota yang di pantau BPS sebanyak 56 kota mengalami inflasi, sementara 34 kota mengalami deflasi.
"Pada bulan Februari tahun 2020 ini secara umum menunjukkan adanya kenaikan harga tetapi kenaikannya sangat tipis sekali," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/3/2021).
Baca Juga: BPS: Inflasi Februari 2021 Sebesar 0,10 Persen
Dengan angka inflasi sebesar 0,10 persen, itu berarti inflasi tahun kalender 2021 adalah 0,36 persen, sementara inflasi tahunan mencapai 1,38 persen.
Dari 90 kota inflasi yang dipantau oleh BPS 56 kota mengalami inflasi sementara 34 kotanya mengalami deflasi.
Dimana inflasi tertinggi pada bulan Februari tahun 2020 ini ada di kota Mamuju yaitu sebesar 1,12 persen.
Kecuk mengungkapkan tingginya laju inflasi di Mamuju karena adanya bencana alam gempa bumi yang melanda daerah tersebut, sehingga memicu kenaikan harga komoditas seperti ikan dan tarif angkutan udara.
Sementara inflasi terendah terjadi di daerah Tasikmalaya dan Sumenep yang sebesar 0,02 persen.
Sebaliknya deflasi tertinggi terjadi di Gunung Sitoli, dimana deflasinya sebesar 1,55 persen. Deflasi ini terjadi akibat adanya penurunan harga seperti cabai merah, ikan, cabai rawit dan ayam ras.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
IHSG dan Rupiah Kompak Loyo Hari Ini
-
Program Belanja 2025 Tembus Transaksi Rp272 Triliun
-
Apa Itu Working Capital? Pahami Pengertian dan Pentingnya bagi Kesehatan Bisnis
-
Cara Cek PIP 2025 dari HP, Jangan Tunda Pastikan Status Penerima
-
Target Harga Surge (WIFI) Usai Kinerja Naik 155 Persen
-
PGN dan Dart Energy Teken Perjanjian Jual-Beli Gas Metana Batubara
-
Kemenhub Proyeksikan 119,5 Juta Orang Wara-wiri pada Nataru
-
Bongkar Strategi BUMN Migas Jaga Kepercayaan Investor Asing
-
Usai Ancam Bekukan Bea Cukai, Purbaya: Sekarang Lebih Aktif Razia, Hampir Sulit Disogok
-
Merger BUMN Karya Belum Rampung, Targetnya Mundur di 2026