Suara.com - Perusahaan yang bergerak di bidang transportasi udara, PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) kini mulai mulai merambah ke sektor energi, tepatnya batu bara.
Hal ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman akusisi IATA atas PT MNC Energi dari PT MNC Investama Tbk (BHIT) sebagai pemegang saham mayoritas.
Kabar ini sudah dikonfirmasi oleh Head of Investor Relations MNC Group, Natassha Yunita. Dalam keterangannya, melalui transaksi ini IATA akan menjadi induk dari semua perusahaan batu bara MNC Group.
Langkah ini menurutnya sangat baik, lantaran IATA dianggap berhasil memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan harga komoditas batubara yang berkelanjutan.
Tidak hanya itu, IATA juga tengah mengusahakan akusisi perusahaan ekplorasi dan produsen tambang batu bara di Sumatera Selatan, PT Bhak Coal Resources.
Perusahaan itu tidak lain merupakan perusahaan induk dari perusahaan-perusahaan yang memiliki izin usaha atas sejumlah usaha tambang yang mencapai 10 perusahaan.
Secara keseluruhan, perkiraan sumber daya yang dikelola mencapai 1,75 miliar metrik ton (MT) dan estimasi cadangan sebesar 750 juta MT.
Sepuluh perusahaan itu diantaranya, PT Putra Muba Coal, PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal, PT Indonesia Batu Prima Energi, PT Arthaco Prima Energi, PT Sumatra Resources, PT Energi Inti Bara Pratama, PT Sriwijaya Energi Persada, PT Titan Prawira Sriwijaya, PT Primaraya Energi, dan PT Putra Mandiri Coal.
Di Kalimantan Timur, ada perusahaan produsen tambang batu bara, PT Nuansacipta Coal Investment kemudian di Papua, ada perusahaan ekplorasi minyak di wilayah itu PT Suma Sarana.
Baca Juga: PLN Sudah Siapkan Cara untuk Atasi Pasokan Batu Bara untuk PLTU
Akusisi ini akan dijalankan setelah hasil uji dirilis atas PT MNC Energi dirilis.
Belakangan, harga batu bara memang melonjak, bahkan harga Newcastle hingga mencapai $269,5 per ton pada bulan ini, harga ter nggi sepanjang masa. Secara tidak langsung harga ini turut mengerek harga batu bara Indonesia.
Krisis energi di berbagai belahan dunia juga turut jadi faktor pendorong hal ini. Terlebih, China saat ini masih dilarang atas impor batu bara dari Australia.
Berita Terkait
-
Waspada Krisis Energi Bekepanjangan, Inggris Kucurkan Dana Bangun PLTN
-
PLTU Ancam Gajah dan Harimau Sumatra yang Kian Langka
-
Datangi Konsesi PT Tiara Bara Borneo, Ini Hasil yang Didapatkan Komisi III DPRD Samarinda
-
Kenaikan Harga Batu Bara Hingga Migas Diprediksi Picu Inflasi Internasional
-
Banyak Tambang Ilegal di Samarinda, DLH: Selama Kami Tahu Siapa, Kami Panggil, Biar Mafia
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025