Prinsip dasar konsolidasi lahan adalah (1) kegiatan konsolidasi lahan membiayai dirinya sendiri, (2) adanya land polling yang juga merupakan ciri khas konsolidasi lahan, (3) hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tidak berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah, (4) melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah, (5) tanah yang diberikan kembali pada pemilik mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada sebelum konsolidasi tanah.
Kelima, Model Resettlement. Menurut Johara T.J. (1999). Resetlement atau permukiman kembali pada umumnya dilakukan melalui program transmigrasi yaitu perpindahan penduduk (migrasi) dari suatu daerah yang rapat penduduknya umumnya di Pulau Jawa menuju daerah yang masih jarang penduduknya biasanya terdapat diluar Pulau Jawa dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan diharapkan dapat meningkatkan integrasi nasional dalam ekonomi dan sosial.
Resettlement atau pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan. Pemindahan penduduk biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan ini apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu direvitalisasi sehingga memberikan nilai ekonomi bagi pemerintah kabupaten/kota.
Keenam, Model Pembangunan Rumah Susun. Pembangunan rumah susun merupakan suatu model penanganan permukiman kumuh perkotaan dengan mengubah kondisi lingkungan permukiman yang sangat padat penduduknya dan dinilai tidak memenuhi syarat lagi sebagai tempat hunian yang layak.
Cara yang dilakukan dalam pembangunan rumah susun adalah dengan memperkecil lahan untuk perumahan tetapi dengan meningkatkan luas lantai. Lahan sisa (residual land) dimanfaatkan untuk penempatan fungsi perkotaan produktif misalnya komersial, perkantoran atau pusat hiburan dan penempatan prasarana lingkungan (jalan dan utilitas umum) dan sarana lingkungan (fasilitas sosial dan fasilitas umum). Rumah susun merupakan sebagai suatu bangunan rumah bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal terdiri atas satuan atau unit dengan batasan yang jelas baik ukuran maupun luasnya.
Pembangunan kembali pada kawasan permukiman kumuh secara vertikal maksimal empat lantai dengan maksud sebagai berikut: supaya dapat menampung seluruh penghuni, harga tanah di pusat kota relatif tinggi, sebagian tanah digunakan untuk kebutuhan sosial, sebagian tanah dijual kepada pihak swasta atau pemerintah guna memperkecil biaya pembangunan untuk meringankan harga sewa atau cicilan, sebagian tanah diserahkan pada pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya sebagai pendukung kawasan.
Ketujuh, Model Program Perbaikan Kampung atau Kampung Improvement Program (KIP). KIP merupakan suatu pola pembangunan kampung yang didasarkan pada partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan pemenuhan kebutuhannya. Program ini mempunyai prinsip universal yang berlaku dimana-mana yakni memberdayakan dan menjadikan warga sebagai penentu dan pemanfaat sumber daya kota guna memperbaiki taraf hidup dan kemampuan untuk maju. Prinsip dari program perbaikan kampung adalah perbaikan lingkungan kampung-kampung kumuh di pusat kota yang berada di atas tanah milik Kondisi sektor permukiman perkotaan di Indonesia dalam banyak hal memang masih jauh dari ideal. Disamping masalah backlog penghunian rumah yang terus berupaya untuk diatasi oleh berbagai pihak, juga terdapat isu kelayakan rumah dan permukiman kumuh yang perlu mendapatkan perhatian serius. Berdasarkan analisis SUSENAS, pada tahun 2019 angka rumah tangga yang tinggal di rumah layak huni nasional mencapai 56,51%, dan dikawasan perkotaan sebagai titik konsentrasi penduduk mencapai 61,09%. Artinya masih terdapat 38,9% (15,5 juta rumah tangga) perkotaan yang tinggal di rumah tidak layak huni, dan dapat dipastikan sebagian rumah tangga tersebut menempati permukiman kumuh.masyarakat yang mempunyai kepadatan tinggi.
Agar dapat menangani berbagai permasalahan perumahan dan permukiman tersebut, dibutuhkan suatu bentuk penanganan permukiman kumuh yang dapat meningkatkan penyediaan perumahan layak dan terjangkau di perkotaan, sekaligus meningkatkan efektifitas pemanfaatan ruang kota.
Perkembangan pola penanganan permukiman kumuh selanjutnya berupaya menyentuh aspek fundamental dari perumahan dan komunitas, melalui program terpadu yang tidak hanya menangani aspek fisik tetapi juga sisi ekonomi dan sosial. Skema program pun melibatkan partisipasi komunitas dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Baca Juga: World Habitat Day 2020 di Surabaya, Bahas Perumahan Layak
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 97, peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilaksanakan dengan pola pemugaran (slum upgrading), pemukiman kembali (resettlement), atau peremajaan (regeneration/ renewal). Berbagai pola tersebut diupayakan melalui berbagai program baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Khusus dalam konteks perkotaan, fokus saat ini adalah untuk mendorong pelaksanaan pola peremajaan kota.
Program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) mencipta ruang tak kumuh
KOTAKU adalah satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Arah kebijakan pembangunan Dirjen Cipta Karya adalah membangun sistem, memfasilitasi pemerintah daerah, dan memfasilitasi komunitas (berbasis komunitas). Program KOTAKU menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.
Program KOTAKU dilaksanakan di 32 kota/kabupaten prioritas dan tersebar di 1.919 kelurahan/desa. Sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh, Program KOTAKU akan melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas desa/kelurahan, serta kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh. Pada tahun 2021 ini secara nasional Program Kotaku melaksanakan kegiatan skala lingkungan di 365 desa/kelurahan untuk BPM reguler, serta 1.632 desa/kelurahan untuk kegiatan cash for work (CFW), 43 desa/kelurahan lokasi Kotaku-DFAT, dan 59 desa/kelurahan lokasi livelihood/PPMK. Pada tahun 2021 ini juga, Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) telah berkontribusi dengan melibatkan 146.430 tenaga kerja melalui kegiatan Padat Karya, dalam rangka mengatasi dampak pandemi Covid-19.
Implementasi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, dimulai dari tahap (a) pendataan; (b) perencanaan; (c) pelaksanaan, (d) pemantauan dan evaluasi dan (e) keberlanjutan. Setiap tahapan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat (LKM/BKM), pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder). Disadari bahwa kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berkaitan erat dengan masyarakat dan sebagai implementasi dari prinsip bahwa pembangunan yang dilakukan (termasuk pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh) tidak boleh merugikan masyarakat, maka dalam pelaksanaan Program Kotaku selalu menerapkan penapisan (pengamanan) lingkungan dan sosial (environment and social safeguard).
Sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swadaya masyarakat dan pemangku kepentingan lainya (stakeholder) serta dari lembaga mitra pembangunan pemerintah (World Bank-WB; Asian Infrastructure Investment Bank-AIIB dan Islamic Development Bank-IsDB). Berdasarkan kebutuhan total pembiayaan, sumber dari mitra pembangunan pemerintah (Loan) sekitar 45%.
Berita Terkait
-
Agenda Baru Perkotaan dan Implementasinya di Indonesia
-
Menteri PUPR Minta Desain Infrastruktur Disesuaikan dengan Perubahan Iklim
-
Gotong Royong Mengubah Wajah Kawasan Menuju Bebas Kumuh
-
Hari Habitat Dunia, BTN Gelar Akad Kredit Massal 3.000 Unit
-
Ruang Terbuka Hijau, DKI Dorong Warga Manfaatkan Atap Buat Pertanian Kota
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
Terkini
-
Kebiasaan Mager Bisa Jadi Beban Ekonomi
-
Jurus Korporasi Besar Jamin Keberlanjutan UMKM Lewat Pinjaman Nol Persen!
-
Purbaya Sepakat sama Jokowi Proyek Whoosh Bukan Cari Laba, Tapi Perlu Dikembangkan Lagi
-
Dorong Pembiayaan Syariah Indonesia, Eximbank dan ICD Perkuat Kerja Sama Strategis
-
Respon Bahlil Setelah Dedi Mulyadi Cabut 26 Izin Pertambangan di Bogor
-
Buruh IHT Lega, Gempuran PHK Diprediksi Bisa Diredam Lewat Kebijakan Menkeu Purbaya
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
IHSG Merosot Lagi Hari Ini, Investor Masih Tunggu Pertemuan AS-China
-
Ada Demo Ribut-ribut di Agustus, Menkeu Purbaya Pesimistis Kondisi Ekonomi Kuartal III
-
Bahlil Blak-blakan Hilirisasi Indonesia Beda dari China dan Korea, Ini Penyebabnya