Suara.com - Penyelewengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ternyata juga membuat marah Presiden Soeharto. Bahkan Presiden Soeharto waktu itu meminta para pelaku untuk dikirim ke penjara Nusakambangan.
Pengakuan mengejutkan itu datang dari mantan Menteri Keuangan (Menkeu) era Soeharto Fuad Bawazier pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Khusus (Pansus) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta.
Sebelumnya, Pansus BLBI DPD mengundang Fuad Bawazier bersama Bank Central Asia (BCA) Budi Hartono dalam RDPU tersebut.
Namun Budi Hartono mengirimkan surat sedang berada di luar negeri dan mengaku tidak tahu menahu soal BLBI. Fuad Bawazier mengaku agak tersentak mendapat undangan dari Pansus BLBI.
Sebab hal itu adalah persoalan lama yang ia geluti langsung saat itu namun tak kunjung selesai hingga hari ini.
"Jujur saya capek melihat kasus ini kembali karena dari dahulu belum tuntas-tuntas. Saya pernah dipanggil oleh komisi IX pada tanggal 9 Februari 2000. Pada intinya dalam rapat tersebut saya menyampaikan bahwa jika tidak ada keseriusan dalam menangani kasus ini akan kandas di tengah jalan karena banyak faktor seperti politik, hukum, dan seterunya," ujar Fuad.
Kepada Pansus BLBI DPD RI, Fuad Bawazier mengaku bahwa pernah menulis surat kepada Presiden Soeharto untuk meminta tindak lanjut laporan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dari Rp 109 Triliun penyaluran tersebut hampir 50% nya diberikan kepada dua bank yakni BDNI dan Bank Danamon. Dari jumlah itu, BDNI mendapatkan pinjaman sebanyak Rp. 27,6 Triliun dan Bank Danamon sebanyak Rp. 25,8 Triliun.
"Namun berdasarkan laporan dari Tim Audit Internasional dilaporkan aset setelah pemeriksaan BDNI hanya Rp 5,9 Triliun dan Bank Danamon hanya Rp 13,3 Triliun. Jadi pada saat itu saja, hanya untuk 2 bank tersebut pemerintah harus menanggung kerugian sebesar Rp. 85 Triliun dari jumlah Rp. 48,2 Triliun ditambah Rp. 37,3 Triliun," papar Fuad.
Baca Juga: Kemenkeu Bakal Obral Aset Tommy Soeharto yang Disita Satgas BLBI
Menurut Fuad, BLBI sebetulnya terang-terangan membuat perbuatan kriminal karena pada saat itu bank-bank melakukan penyimpangan.
Misalnya, Bank Danamon dan BDNI menggunakan skema ambil kredit terhadap banknya sendiri dengan memanfaatkan karyawan tukang parkir dan sebagainya. Dua bank tersebut bersaing dalam kejahatan.
"Atas kejadian itu harusnya BI mengambil tindakan namun ada pertimbangan besar karena atas dasar takut turunnya kepercayaan masyarakat. Karena pertimbangan tersebut BI mengambil tindakan untuk menalangi bank-bank itu. Kalau melihat tanggapan Presiden Soeharto pada saat itu sangat marah melihat kasus BLBI ini. Sampai merespons orang itu baiknya kirim ke Nusa Kambangan saja," jelas Fuad.
Dalam paparannya Fuad Bawazier juga menjelaskan mengenai obligasi rekap (OR) BLBI yakni surat yang menyatakan pemerintah berhutang kepada sejumlah bank, yang merupakan akal-akalan IMF agar neraca bank tampak positif.
Salah satunya, Fuad menyebut, pemerintah memberi obligasi rekap sebesar Rp 67 triliun. Dengan OR BLBI ini pemerintah harus membayar bunga sebesar 10 persen setiap tahun hingga hari ini.
"Obligasi rekap itu sebenarnya bunganya harus dihapuskan, karena bank ini sudah sakit dan ditolong pemerintah. Jadi menurut saya dihapuskan saja karena sudah cukup," imbuh Fuad.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
BSU BPJS Ketenagakerjaan Cair Tahun 2026? Ini Faktanya
-
Purbaya dan Tito Surati Pemda, Minta Kurangi Seminar hingga Perjalanan Dinas demi Efisiensi
-
Tren Mudik Hijau Melesat: Pengguna Mobil Listrik Naik Dua Kali Lipat, PLN Siagakan 4.516 SPKLU
-
UMK Tangerang Tertinggi, Ini Daftar Upah Kota dan Kabupaten di Banten 2026
-
Mengapa SK PPPK Paruh Waktu Belum Muncul di MyASN? Ini Solusinya
-
Purbaya Minta 'BUMN Kemenkeu' Turun Tangan Dorong Pertumbuhan Ekonomi
-
BNPB: Rumah Korban Bencana Aceh dan Sumatera Dilengkapi Sertifikat Tanah Resmi
-
PHR Kantongi Sertipikat Tanah 542 Hektare, Amankan Aset Negara demi Ketahanan Energi Nasional
-
Pemerintah Tetapkan SOP Ketat Cegah Masuknya Zat Radioaktif di Tanjung Priok