Suara.com - Pemerintah telah memberlakukan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2020. HGBT sendiri adalah sejenis insentif berupa pembatasan harga gas paling tinggi 6 dolar Amerika Serikat (AS) per MMBtu (Metric Million British Thermal Unit) yang ditujukan kepada PT PLN (Persero) dan Badan Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik (BUPTL).
Dikutip dari kantor berita Antara, pemerintah akan menanggung selisih beban harga dari perusahaan produsen gas sekitar 2- 4 dolar AS per MMBtu, apabila mengacu rata-rata harga gas domestik di Indonesia berkisar 8-10 dolar AS per MMBtu.
Sartika Nur Shalati, Peneliti Yayasan Indonesia Cerah menyatakan bahwa rencana pemerintah mengalokasikan 20 Gigawatt (GW) gas dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024 berisiko menambah emisi karbon dioksida (CO2) mencapai 10,1 juta sampai 32,6 juta ton CO2 per tahun.
PT PLN berencana mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara (PLTU) ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG/GU/MG) sebesar 880 Megawatt (MW) di sejumlah wilayah, di antaranya PLTGU Sulbagsel (450 MW), PLTGU Halmahera Timur (200 MW), PLTMG Sumbawa-2 (100 MW), PLTMG Lombok-2 (100 MW), serta PLTMG Bau-Bau(30 MW) (RUPTL 2021-2030).
Dalam hasil risetnya, Sartika Nur Shalati menjelaskan apabila penambahan 20 GW pembangkit listrik gas dalam RUPTL baru tetap diteruskan, maka diperkirakan butuh bahan bakar gas sekitar 4.640 BBtud (4.640.000 MMBtud).
Untuk itu, pemerintah diproyeksikan perlu menanggung sekitar 4,64 juta dolar AS per hari (Rp 74,24 miliar) atau Rp 26,7 triliun per tahun di setiap selisih harga gas 1 dolar AS dari harga aslinya, untuk menghidupkan penambahan kapasitas itu.
"Semakin besar selisih harga gas dengan HGBT, maka semakin besar pula potongan pendapatan negara yang diperoleh dari sektor migas," tandas Sartika Nur Shalati.
Kondisi itu juga menambah beban subsidi mau pun kompensasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di mana biaya operasi pembangkit gas lebih mahal dengan faktor kapasitas lebih rendah, dibandingkan dengan batu bara.
"Hal ini sekaligus mengonfirmasi, gas juga tidak lebih baik dari PLTU, baik dari segi finansial, keandalan, dan juga pengurangan emisi. Tiga indikator utama ini seharusnya menjadi objek penilaian ketika memilih sumber energi," jelas Sartika Nur Shalati.
Baca Juga: Listrik Telah Hadir di Desa Terpencil Manggarai Barat, Dukung Kegiatan Ekonomi Produktif
Karena itu, daripada memprioritaskan gas sebagai alternatif pengganti batu bara yang sama-sama energi fosil, mahal dan tinggi emisi, pemerintah sebaiknya lebih progresif beralih ke energi baru terbarukan (EBT) seperti surya dan angin yang terbukti lebih ekonomis, rendah emisi, dan andal.
Berita Terkait
-
Scan QRIS Parkir Bisa Kuras Rekening? Kenali Ciri-Ciri Penipuannya
-
Ada 35.697 Rumah Warga Bakal Disita Agen Properti, Kok Bisa?
-
Startup Indonesia Gandeng Zeroboard Jepang untuk Tekan Emisi Karbon
-
Nasabah Gagal Bayar Pinjol Bakal Masuk di Data SLIK OJK
-
Omara Esteghlal Singgung Korupsi dari Pemungutan Pajak, Tindak Represif Aparat Jadi Acuan
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Kuota Impor, SPBU Swasta, dan Konsistensi Kebijakan
-
Pekerjaan M. Qodari Sebelum Jabat KSP, Hartanya Tembus Rp 260 Miliar
-
Kabar Gembira untuk UMKM! Pajak Final 0,5 Persen Diperpanjang Hingga 2029, Beban Usaha Makin Ringan!
-
Bos BI Senang Pemerintah Guyur Dana Rp 200 Triliun ke Bank, Likuiditas Luber
-
Penyaluran Kredit Meski Gacor Demi Pertumbuhan Ekonomi Konsisten di 5 Persen
-
Bos Danantara Bakal Guyur Lagi KUR Perumahan Hingga Rp 250 Triliun
-
Bukan Reshuffle Kabinet, Ini Pendorong IHSG Bisa Tembus Level 8.000
-
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Raih 63 Penghargaan di Ajang ENSIA 2025
-
Rosan Roeslani Disebut Bakal Jadi Menteri BUMN, Dilebur dengan Danantara?
-
Salah Paham Produk Vape Bikin Industri Tembakau Alternatif Terancam