Suara.com - Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk Hadi Pornomo sebagai Penasehat Khusus menuai gelombang kritik dan pertanyaan dari berbagai kalangan.
Bagaimana mungkin seorang mantan tersangka kasus korupsi kini duduk di jajaran ring satu kekuasaan, memberikan masukan kepada kepala negara? Penunjukan ini bukan hanya menimbulkan keheranan, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi di negeri ini.
Hadi Pornomo bukanlah nama baru dalam pusaran kasus korupsi di Indonesia. Namanya mencuat dalam beberapa skandal besar yang merugikan keuangan negara. Salah satu kasus yang paling diingat adalah kasus terkait keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk (BCA) tahun 1999. Saat itu, Hadi menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak. Keberatan pajak BCA senilai Rp 5,7 triliun dikabulkan, namun belakangan diduga ada praktik korupsi dalam proses pengabulan tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka pada tahun 2014. KPK menduga Hadi menyalahgunakan wewenangnya dengan memerintahkan agar permohonan keberatan pajak BCA dikabulkan, meskipun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindakan ini diduga merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.
Namun, proses hukum kasus ini berjalan cukup panjang dan berliku. Hingga akhirnya, pada tahun 2016, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis bebas Hadi Poernomo. Majelis hakim menilai tidak ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa Hadi melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pajak BCA. Vonis bebas ini tentu menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat dan pegiat anti-korupsi. Banyak yang menyayangkan putusan tersebut, mengingat potensi kerugian negara yang sangat signifikan.
Terlepas dari langkah Prabowo, Hadi Poernomo juga pernah menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Joko Widodo pada 2019 silam.
Lantas, apa yang melatarbelakangi keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk seorang mantan koruptor sebagai penasehat khusus? Spekulasi liar bermunculan di tengah masyarakat. Ada yang menduga penunjukan ini merupakan bagian dari kompromi politik, di mana Hadi Pornomo dianggap memiliki pengaruh atau jaringan tertentu yang dibutuhkan oleh kekuasaan.
Ada pula yang beranggapan bahwa mungkin saja Hadi Pornomo telah memberikan kontribusi atau informasi penting yang dianggap berharga oleh Presiden, meskipun hal ini belum terungkap secara transparan kepada publik.
Reaksi publik terhadap penunjukan ini pun beragam, namun mayoritas menunjukkan kekecewaan dan ketidaksetujuan. Para aktivis antikorupsi lantang menyuarakan kritik mereka, mengingatkan akan bahaya memberikan ruang bagi mantan koruptor dalam lingkaran kekuasaan. Mereka khawatir, penunjukan ini akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi di masa depan.
Baca Juga: Di Persidangan Penyelidik KPK Akui Tak Ada Perintah Langsung dari Hasto untuk Merintangi Penyidikan
Di sisi lain, beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua setelah menjalani hukuman dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, posisi sebagai penasehat khusus presiden bukanlah sekadar pekerjaan biasa. Jabatan ini membutuhkan integritas, moralitas, dan kepercayaan publik yang tinggi. Sulit rasanya membayangkan bagaimana seorang mantan koruptor dapat memberikan nasihat yang kredibel dan etis kepada kepala negara.
Penunjukan Hadi Pornomo sebagai Penasehat Khusus Presiden Prabowo Subianto menjadi ironi tersendiri dalam konteks upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Alih-alih memberikan contoh yang baik dan memperkuat institusi pemberantasan korupsi, keputusan ini justru menimbulkan tanda tanya besar mengenai komitmen pemerintah dalam memberantas praktik haram tersebut.
Publik berharap agar Presiden dapat memberikan penjelasan yang transparan dan akuntabel terkait keputusannya ini, serta mempertimbangkan kembali implikasi jangka panjang dari penunjukan ini terhadap citra pemerintah dan kepercayaan masyarakat.
Kontributor : Rizqi Amalia
Berita Terkait
-
Golkar Singgung Jalan Tengah soal Usulan KPK Parpol Didanai APBN
-
Penyelidik KPK Klaim Tahu Lokasi Harun Masiku, Jubir: Akan Ditelaah dan Dianalisis
-
KPK Sita Aset Senilai Rp9 Miliar di Jatim, Terkait Kasus Dana Hibah Pokmas
-
Kasus Eks Bupati Kukar; KPK Geledah Rumah Robert Bonosusatya, Sita Dokumen Hingga Mata Uang Asing
-
Di Persidangan Penyelidik KPK Akui Tak Ada Perintah Langsung dari Hasto untuk Merintangi Penyidikan
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Bukan Sekadar Bazaar, PNM Hadirkan Ruang Tumbuh dan Silaturahmi UMKM di PFL 2025
-
Perkuat Sport Tourism dan Ekonomi Lokal, BRI Dukung Indonesia Mendunia Melalui MotoGP Mandalika 2025
-
BRI Dorong UMKM Kuliner Padang Perkuat Branding dan Tembus Pasar Global Lewat Program Pengusaha Muda
-
Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia Masih Stagnan, BSI Genjot Digitalisasi
-
Bank Mega Syariah Bidik Target Penjualan Wakaf Investasi Senilai Rp 15 Miliar
-
Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
-
Saham Bank Lapis Dua Kompak Rontok, Maybank Indonesia Ambles Paling Dalam
-
OJK Minta Generasi Muda Jangan Awali Investasi Saham dari Utang
-
Daftar Harga Emas Antam Hari Ini, Naik Apa Turun?
-
Aliran Modal Asing yang Hengkang dari Pasar Keuangan Indonesia Tembus Rp 9,76 Triliun