- Pada 1970-an hingga 1980-an, Indonesia adalah pusat perakitan semikonduktor Asia Tenggara.
- Kebijakan larangan otomasi yang dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja Sudomo pada 1980-an menyebabkan perusahaan multinasional seperti Fairchild terpaksa relokasi.
- Setelah kehilangan basis produksinya, Indonesia kini menjadi negara pengimpor chip semikonduktor.
Suara.com - Indonesia memiliki sejarah yang sering terlupakan sebagai pemain kunci dalam rantai pasok industri elektronik global.
Pada era 1970-an dan 1980-an, Indonesia sempat menjadi "raksasa semikonduktor" di Asia Tenggara, menampung investasi besar dari perusahaan multinasional Amerika Serikat.
Namun, serangkaian blunder kebijakan dan perubahan iklim investasi global membuat pabrik-pabrik tersebut hengkang.
Akibatnya, kini Indonesia menjadi pengimpor chip semikonduktor, tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Periode Emas (1970–1980-an): Basis Perakitan Chip Dunia
Pada periode ini, Indonesia benar-benar masuk ke rantai industri elektronik dunia. Perusahaan-perusahaan raksasa AS seperti Fairchild, National Semiconductor, dan Monsanto mendirikan fasilitas perakitan, pengujian, dan pengemasan integrated circuit (IC) serta Light Emitting Diode (LED) di Jakarta dan Bandung.
Fairchild Semiconductor, misalnya, menjadi simbol kejayaan dengan mempekerjakan lebih dari 6.000 orang, mayoritas adalah perempuan, di pabriknya di Jakarta.
Puncaknya pada tahun 1980-an, Indonesia menjadi salah satu produsen semikonduktor yang mampu mengekspor chip ke berbagai negara, membuktikan kemampuan teknis dan kapasitas produksi bangsa.
Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki industri terkait seperti pabrik komponen elektronik analog dan digital, hingga industri TV dan Radio nasional yang kuat (National Gobel, Polytron, Sharp Indonesia).
Baca Juga: Bawa Singapura ke Piala Asia setelah 41 Tahun, Striker Keturunan Pacitan Semringah
Blunder Kebijakan Sudomo: Larangan Otomasi yang "Membagongkan"
Awal kemunduran industri semikonduktor Indonesia secara spesifik dapat ditelusuri kembali ke kebijakan yang dianggap "blunder" pada medio 1980-an.
Saat itu, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan ekonomi sangat fokus pada penciptaan lapangan kerja massal, sehingga industri padat karya mendapat perhatian khusus.
Kebijakan ini, yang dimaksudkan sebagai gestur pro-buruh, diimplementasikan secara pukul rata tanpa pandang bulu.
Laksamana TNI (Purn.) Muhammad Sudomo, yang saat itu menjabat Menteri Tenaga Kerja, mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan melarang penggunaan robot atau otomatisasi di industri semikonduktor.
Kebijakan ini merupakan pukulan telak yang "membagongkan" industri teknologi tinggi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Merosot Imbas Stok AS Melonjak
-
Kiper Muda Rizki Nurfadilah Korban TPPO: Disiksa hingga Disuruh Nipu Orang China
-
10 Mobil Bekas Pilihan Terbaik buat Keluarga: Efisien, Irit dan Nyaman untuk Harian
-
Penyebab Cloudflare Down, Sebabkan Jutaan Website dan AI Lumpuh
-
Format dan Jadwal Babak Play Off Piala Dunia 2026: Adu Nasib Demi Tiket Tersisa
Terkini
-
The Fed Bisa Bikin Rupiah Tembus Rp16.775 Hari Ini
-
Harga Minyak Dunia Merosot Imbas Stok AS Melonjak
-
Bolehkan Langsung Mengajukan Klaim JHT setelah Resign? Ini Syarat dan Ketentuannya
-
Harga Bitcoin Menuju US$ 80.000? Aksi Jual Spot Meningkat, Analis Ungkap Risiko
-
10 Ide Usaha Modal Rp5 Juta yang Menguntungkan, Bisa Cepat Balik Modal
-
Tunggu Keputusan BI-Rate, Rupiah Masih Keok Lawan Dolar Amerika
-
Emas Antam Tiba-tiba Meroket, Harganya Dibanderol Rp 2.343.000 per Gram
-
IHSG Menguat di Pagi Hari, Tapi Rawan Memerah Hingga Akhir Sesi
-
Citi Indonesia Catat Laba Bersih Rp2,3 Triliun pada Triwulan III 2025, Apa Pendorongnya?
-
BUMN Hotel Cari Peruntungan di Liburan Akhir Tahun