- Aksi jual masif pasar saham AS pada Kamis (20/11/2025) menyebabkan S&P 500 anjlok signifikan.
- Penurunan pasar saham AS ini menyeret harga Bitcoin menyentuh level terendah tujuh bulan.
- Penyebab utama aksi jual diperkirakan gabungan faktor makroekonomi, risiko kredit swasta, dan dinamika likuiditas pasar kripto.
Suara.com - Aksi jual (sell-off) masif yang melanda pasar saham Amerika Serikat (AS) pada Kamis lalu telah mengirimkan gelombang kejut ke seluruh aset berisiko, menyeret sentimen investor ke titik terendah dan membuat harga Bitcoin anjlok ke level terendah dalam tujuh bulan.
Pasar saham AS mengalami tekanan luar biasa pada Kamis (20/11/2025):
- S&P 500 Turun Tajam: Setelah sempat menguat di awal, Indeks S&P 500 anjlok hampir 4%.
- Aset Teknologi Terdampak: Kenaikan yang didorong oleh laporan pendapatan gemilang Nvidia justru berbalik arah, dengan sahamnya turun lebih dari 8%.
- Kapitalisasi Pasar Lenyap: Aksi jual ini melanda seluruh sektor, menyebabkan lenyapnya kapitalisasi pasar global lebih dari US$2,7 triliun. Sebagai perbandingan, kapitalisasi pasar kripto global hanya sedikit di atas US$3 triliun, setelah kehilangan 7% dalam satu hari.
Akibatnya, sentimen pasar global langsung tenggelam, jatuh ke wilayah "ketakutan ekstrem" (extreme fear), baik untuk ekuitas AS maupun kripto, meskipun Indeks S&P 500 masih berada kurang dari 6% dari puncaknya di dekat 6.920.
Bitcoin pun ikut terhempas, melanjutkan kerugian minggu sebelumnya dan kembali menyentuh level US$85.000 untuk pertama kalinya sejak April, berdasarkan data CoinGecko.
Anjloknya harga ini memicu likuidasi besar-besaran di pasar kripto, dengan total likuidasi melonjak hingga US$829 juta.
Meskipun beberapa pihak menyalahkan rilis laporan pekerjaan AS pada 16 Desember sebagai pemicu sell-off saham, analis meyakini penyebab utamanya adalah gabungan dari ketakutan makroekonomi dan kekuatan pasar teknikal.
Menurut Peter Chung, Kepala Penelitian di Presto Research, risiko tersembunyi dalam risiko kredit swasta (private credit risk), yang disorot oleh Gubernur The Fed Lisa Cook, menjadi faktor yang kurang dibahas.
Sedangkan analis Jay Jo dari Tiger Research menyebut kombinasi data pekerjaan yang kuat dan komentar Lisa Cook tentang risiko makroekonomi mendorong pasar ke koreksi jangka pendek.
Terpisah, analis senior HashKey Group, Tim Sun, menjelaskan bahwa penurunan utamanya disebabkan oleh dinamika sentimen dan likuiditas.
Baca Juga: Menkeu Purbaya: Mana Pemain Saham Gorengan yang Sudah Ditangkap?
Penurunan dipicu oleh investor yang membeli lindung nilai (put hedges) sebelum rilis pendapatan Nvidia dan Nonfarm payrolls.
Ketika ketidakpastian mereda, volatilitas tersirat (implied volatility) hancur (crush), memaksa market maker menjual posisi long, yang kemudian diperkuat oleh strategi pengikut tren (trend-following strategies) saat harga menembus level teknikal kunci.
Meskipun pasar mengalami koreksi, perusahaan perdagangan kripto yang berbasis di Singapura, QCP Capital, menyatakan bahwa perilaku pasar keuangan global saat ini adalah karakteristik klasik fase akhir siklus (late-cycle), dan bukan sinyal resesi yang akan datang.
Mengenai suku bunga The Fed, prospek pemotongan suku bunga pada Desember telah merosot tajam, dari hampir pasti sebulan yang lalu menjadi hanya 35%, menurut FedWatch tool CME.
Namun, Presto Research melihat adanya peluang: jika risiko kredit swasta benar-benar memicu penularan (contagion), hal itu justru dapat mendorong The Fed untuk mempertimbangkan pemotongan suku bunga pada pertemuan FOMC Desember. Skenario ini, kata Chung, akan menjadi positif bagi semua aset berisiko, termasuk kripto.
Meskipun demikian, Lawrence Samantha, CEO platform manajemen aset kripto NOBI, memperingatkan bahwa banyak investor menghadapi terlalu banyak ketidakpastian sekaligus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Baru 3,18 Juta Akun Terdaftar, Kemenkeu Wajibkan ASN-TNI-Polri Aktivasi Coretax 31 Desember
-
BUMN-Swasta Mulai Kolaborasi Perkuat Sistem Logistik Nasional
-
IHSG Lesu Imbas Sentimen Global, Apa Saja Saham yang Top Gainers Hari Ini
-
Gaji PNS Naik Tahun Depan? Ini Syarat dari Kemenkeu
-
Menkeu Purbaya Yakin Sisa Anggaran Kementerian 2025 Lebihi Rp 3,5 Triliun
-
Nilai Tukar Rupiah Menguat di Jumat Sore, Didorong Surplus Transaksi Berjalan
-
Sinyal Bearish Bitcoin: Waspada Bull Trap di Tengah Ketidakpastian Makro Global
-
Perkuat Tulang Punggung Ekonomi, BRI Salurkan KUR untuk UMKM
-
Data Neraca Transaksi Berjalan Positif, Bagaimana Nasib Dolar AS di Pasar Domestik?
-
Sepakat dengan Purbaya, Mendag Tegaskan Bayar Pajak Tak Bisa Jadikan Impor Pakaian Bekas Legal