Bisnis / Ekopol
Jum'at, 19 Desember 2025 | 11:50 WIB
Menteri PU Dody Hanggodo saat berkunjung SPPG di Banjar yang mendukung program gizi sehat bagi masyarakat. (Dok: Istimewa)

Suara.com - Pemerintah Indonesia terus memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan penyediaan layanan publik berjalan efektif. Salah satu bentuk nyata dari kolaborasi ini adalah pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai infrastruktur utama Program Makan Bergizi Gratis. Tahun 2025 menjadi fase penting karena pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Prasarana Strategis (DJPS) Kementerian PU mulai membangun dapur gizi dalam jumlah besar lebih dari 150 unit yang tersebar di berbagai provinsi dengan nilai investasi yang mencapai lebih dari satu triliun rupiah. Di sisi lain, pemerintah daerah berperan menyediakan lahan, perizinan, hingga kesiapan operasional.

Skema ini menggambarkan SPPG sebagai infrastruktur kolaboratif lintas pemerintahan. Tanpa kesiapan pemda menyediakan lokasi yang tepat, pembangunan tidak dapat dimulai. Sebaliknya, tanpa pembangunan fisik oleh DJPS yang mengikuti desain prototipe nasional, pemda tidak memiliki fasilitas dapur yang memadai untuk memproduksi makanan bergizi dalam kapasitas besar. Kolaborasi ini memperlihatkan pola baru dalam penyediaan layanan sosial: pemerintah pusat membangun fondasi fisik, sementara pemerintah daerah menjadi motor penggerak operasional.

Secara arsitektural, SPPG dirancang sebagai dapur modern dengan standar tinggi. Setiap unit dilengkapi cold storage berkapasitas ratusan kilogram, ruang produksi higienis, sistem filtrasi air bersih, hingga instalasi pengolahan limbah. Pada rata-rata, satu SPPG dapat menghasilkan 800–2.500 porsi makanan per hari, menyesuaikan kebutuhan jumlah sekolah dan peserta didik di wilayah tersebut. Perbedaan kapasitas ini menjadi fitur penting karena setiap daerah memiliki kebutuhan dan kepadatan penduduk yang berbeda.

Namun, kecanggihan infrastruktur tidak akan berfungsi tanpa tata kelola yang kuat. Di sinilah peran pemda menjadi sangat penting. Mereka memastikan tenaga pengelola dapur mendapat pelatihan keamanan pangan, pengelolaan sanitasi, hingga pemahaman komposisi gizi sesuai kebutuhan anak. Prosedur operasional harian (SOP) harus ditegakkan agar fasilitas yang dibangun dengan nilai besar dapat bekerja optimal. Dengan demikian, keberhasilan program nasional ini bukan hanya ditentukan oleh kualitas bangunan yang dibangun DJPS, tetapi juga kemampuan pemda menjaga kedisiplinan layanan.

Model sinergi pusat-daerah ini menghadirkan beberapa dampak positif. Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur sosial di berbagai wilayah. Dengan lebih dari 70 kabupaten/kota terlibat dalam fase awal pembangunan SPPG, pemerataan fasilitas publik menjadi lebih terasa. Kedua, peningkatan standar layanan publik karena bangunan dibangun mengikuti pedoman teknis nasional, termasuk penggunaan material tahan bakteri dan sistem udara yang memenuhi standar industri makanan. Ketiga, efisiensi anggaran daerah. Pemda tidak perlu menganggarkan biaya pembangunan fisik yang dapat mencapai Rp 6–12 miliar per unit, sehingga dana daerah dapat difokuskan pada operasional-mulai dari logistik, pelatihan SDM, hingga pengadaan bahan baku.

Selain itu, keberadaan SPPG membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Dengan skema local sourcing, pemda dapat menggandeng petani, peternak, dan UMKM lokal sebagai pemasok bahan pangan. Di beberapa wilayah, pasokan telur, ayam, dan sayuran bahkan meningkat permintaannya karena dapur SPPG membutuhkan suplai rutin setiap hari. Hal ini menciptakan efek berantai pada ekonomi lokal sekaligus memperkuat ketahanan pangan daerah.

Pada skala nasional, pembangunan SPPG menandai transformasi besar dalam layanan gizi. Negara tidak lagi mengandalkan dapur konvensional yang memiliki keterbatasan ruang dan peralatan, melainkan menghadirkan fasilitas dapur standar industri yang dirancang khusus untuk pelayanan publik. Dengan lebih dari 150 dapur yang mulai dibangun, Indonesia untuk pertama kalinya memiliki jaringan infrastruktur gizi yang terstandar dari Sabang hingga Merauke.

Sinergi pusat-daerah dalam pembangunan SPPG menunjukkan bahwa keberhasilan program nasional membutuhkan kerja sama erat antar level pemerintahan. Pembangunan fisik hanyalah awal. Keberlanjutan operasi dan kedisiplinan daerah dalam menjalankan fungsinya menjadi kunci agar infrastruktur ini berfungsi sesuai visi nasional. Selama pusat dan daerah berjalan dalam satu arah, SPPG tidak hanya menjadi bangunan, tetapi pusat pelayanan yang menghidupkan masa depan anak-anak Indonesia-satu porsi bergizi pada satu waktu.***

Baca Juga: Wujudkan Gizi Aman dan Higienis, Kementerian PU Bangun 152 Dapur MBG Terstandardisasi

Load More