Bisnis / Makro
Senin, 22 Desember 2025 | 16:08 WIB
Baik buruh maupun pengusaha sama-sama mengeluhkan aturan UMP baru yang diresmikan pemerintah pada 17 Desember 2025. [Suara.com/Aldie]
Baca 10 detik
  • Pemerintah menetapkan formula baru upah minimum mulai 2026 menggunakan indeks alfa (0,5 hingga 0,9) untuk mengurangi disparitas wilayah.
  • Formula baru ini memicu penolakan buruh karena dinilai tidak menjamin Kebutuhan Hidup Layak, sementara pengusaha khawatir beban usaha meningkat.
  • Simulasi menunjukkan Sulawesi Tengah memiliki potensi kenaikan Upah Minimum Provinsi tertinggi pada hampir semua skenario indeks alfa yang ditetapkan.

Suara.com - Pemerintah resmi menetapkan formula baru dalam penentuan upah minimum yang akan berlaku mulai 2026. Kebijakan ini langsung memantik perdebatan antara kalangan buruh dan dunia usaha.

Di satu sisi, pemerintah menilai formula UMP baru memberi ruang koreksi atas disparitas upah antarwilayah. Sementara, buruh dan pengusaha sama-sama melihat potensi dampak berbeda terhadap kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan industri.

Perdebatan pun mengerucut pada satu variabel kunci, yakni indeks tertentu atau alfha yang ditetapkan dalam rentang 0,5 hingga 0,9.

Apa Itu Upah Minimum

Upah minimum merupakan standar gaji terendah yang wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja. Pemerintah menetapkan kebijakan ini sebagai jaring pengaman untuk menjaga daya beli pekerja, terutama bagi mereka dengan masa kerja di bawah satu tahun.

Penetapan upah dilakukan di tingkat provinsi dengan sebutan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan untuk level kota/kabupaten disebut Upah Minum Kota/Kabupaten (UMK).

Penetapannya dilakukan setiap tahun melalui keputusan kepala daerah berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari unsur pemerintah, buruh, pengusaha, dan akademisi.

Dalam praktiknya, upah minimum berfungsi sebagai batas bawah pengupahan dan menjadi salah satu instrumen utama perlindungan ketenagakerjaan. Penetapannya mempertimbangkan kondisi ekonomi, ketenagakerjaan, serta perkembangan harga kebutuhan hidup di masing-masing daerah.

Aturan Upah Baru

Baca Juga: Harap Bersabar, Pemerintah Umumkan UMP 2026 Paling Lambat 24 Desember

Pemerintah pada Rabu (17/12/2025) menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan sebagai dasar penetapan upah minimum terbaru. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan penyusunan regulasi tersebut telah melalui proses panjang yang melibatkan kajian akademik dan dialog sosial.

Ia menyampaikan Presiden Prabowo Subianto turut mendengar aspirasi buruh dan pekerja sebelum mengambil keputusan akhir. Dari proses tersebut, pemerintah menetapkan nilai alpha dalam rentang 0,5 sampai 0,9 sebagai bagian dari formula kenaikan upah.

“Presiden juga mendengar langsung aspirasi dari buruh dan pekerja. Dari proses tersebut, akhirnya diputuskan nilai alpha pada rentang 0,5 sampai 0,9,” kata Yassierli.

Penetapan alpha 0,5 sampai 0,9 ini dilakukan agar terjadi penyesuaian upah minimum di tiap daerah. Beda dengan tahun lalu yang disamaratakan naik 6,5 persen untuk semua wilayah. Pemerintah menilai kebijakan ini sebagai upaya menyeimbangkan peningkatan kesejahteraan buruh dan keberlanjutan industri.

Apa itu Indeks Alfa?

Alfa (α) adalah indeks tertentu yang menunjukkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Alfa disepakati Dewan Pengupahan, yang terdiri dari unsur pemerintah, perwakilan pengusaha, serikat buruh atau pekerja, serta akademisi dan pakar.

Bagi buruh, angka indeks alfa yang ideal adalah maksimal untuk mengakomodir nilai KHL yang biasanya berada di atas nilai UMK maupun UMP. Sementara bagi pengusaha indeks alfa yang ideal adalah lebih rendah.

Adapun rentang alfa yang baru ditetapkan sebesar 0,5 hingga 0,9, lebih lebar dibandingkan dengan rentang lama yang hanya 0,1 hingga 0,3. Perluasan rentang Alpha ini bertujuan agar disparitas upah antarprovinsi dan kabupaten atau kota dapat dihilangkan secara bertahap.

Rumus Perhitungan UMP

Dalam aturan baru, pemerintah menggunakan formula kenaikan upah berbasis indikator makroekonomi. Rumus yang digunakan adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan indeks tertentu atau alfa.

Yassierli menilai penggunaan rentang alpha memberi ruang fleksibilitas bagi daerah. Daerah dengan tingkat upah relatif tinggi dapat memilih alpha lebih kecil, sementara wilayah dengan upah rendah dan jarak besar terhadap kebutuhan hidup layak memiliki ruang menggunakan alpha lebih besar.

“Dengan adanya rentang, daerah yang upahnya sudah tinggi dapat menetapkan alpha lebih kecil, sementara daerah yang upahnya masih rendah dan jauh dari kebutuhan hidup layak dapat menetapkan alpha lebih besar. Inilah instrumen untuk mengatasi disparitas,” tuturnya.

Lima provinsi yang berpotensi memiliki UMP paling tinggi dengan aturan upah baru yang diresmikan pemerintah pada 17 Desember 2025. [Suara.com/Aldie]

Lima Provinsi dengan Potensi Kenaikan UMP Tertinggi

Berdasarkan simulasi kenaikan upah minimum tahun 2026 menggunakan data rata-rata upah minimum 2025, inflasi daerah, dan pertumbuhan ekonomi. Terdapat sejumlah provinsi yang secara konsisten mencatat potensi kenaikan tertinggi pada hampir seluruh skenario alpha, mulai dari 0,5 hingga 0,9.

Pada skenario alpha 0,5, Sulawesi Tengah menempati posisi teratas dengan potensi kenaikan 8,21 persen. Angka ini berasal dari inflasi 3,88 persen ditambah setengah dari pertumbuhan ekonomi daerah yang mencapai 8,66 persen.

Posisi berikutnya ditempati Sumatera Utara dengan 7,69 persen, Riau 7,29 persen, Aceh 6,70 persen, dan Sulawesi Tenggara 6,47 persen.

Ketika menggunakan alpha 0,6, Sulawesi Tengah tetap memimpin dengan potensi kenaikan 9,07 persen. Sumatera Utara berada di posisi kedua dengan 8,17 persen, diikuti Riau 7,74 persen, Papua Barat 7,28 persen, dan Aceh 7,15 persen. Kenaikan alpha mendorong peningkatan persentase upah secara merata di daerah dengan pertumbuhan ekonomi kuat.

Pada alpha 0,7, Sulawesi Tengah kembali mencatat potensi kenaikan tertinggi sebesar 9,94 persen. Sumatera Utara menyusul dengan 8,64 persen, Papua Barat 8,33 persen, Riau 8,18 persen, dan Aceh 7,60 persen. Masuknya Papua Barat ke lima besar mencerminkan kontribusi pertumbuhan ekonomi daerah yang mencapai dua digit.

Simulasi alpha 0,8 memperlihatkan Sulawesi Tengah mencatat potensi kenaikan hingga 10,80 persen. Papua Barat berada di posisi kedua dengan 9,37 persen, Sumatera Utara 9,12 persen, Riau 8,63 persen, dan Sulawesi Tenggara 8,14 persen.

Pada skenario alpha 0,9 atau tertinggi, Sulawesi Tengah tetap berada di puncak dengan potensi kenaikan 11,67 persen. Papua Barat menyusul dengan 10,41 persen, Sumatera Utara 9,59 persen, Riau 9,07 persen, dan Sulawesi Tenggara 8,70 persen.

Perhitungan ini menunjukkan setiap kenaikan alpha sebesar 0,1 memberi tambahan sekitar 0,8 hingga 1 persen terhadap potensi kenaikan upah di daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi.

Secara konsisten, lima provinsi yang paling sering muncul sebagai daerah dengan potensi kenaikan UMP tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Papua Barat, Riau, serta Aceh atau Sulawesi Tenggara, tergantung besaran alpha yang digunakan.

Buruh Menilai Aturan Jauh dari Kebutuhan Hidup Layak

Kalangan buruh menilai PP Pengupahan tidak menjawab kebutuhan riil pekerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia bersama Partai Buruh menyatakan penolakan tegas terhadap aturan tersebut. Presiden KSPI Said Iqbal menilai proses penyusunan PP tidak melibatkan buruh secara bermakna.

“Buruh tidak pernah diajak berdiskusi untuk merumuskan PP Pengupahan ini. Yang terjadi hanyalah sosialisasi sepihak, itu pun hanya satu kali di Dewan Pengupahan. Tidak ada dialog, tidak ada pembahasan mendalam,” ucap Said Iqbal.

Ia menilai perubahan pendekatan penghitungan upah berisiko menurunkan standar perlindungan.

“Pemerintah seolah membuat definisi KHL versi baru secara sepihak. Ini sangat berbahaya karena KHL adalah fondasi utama pengupahan,” ujarnya.

KSPI menyatakan hanya dapat menerima penggunaan indeks tertentu pada angka tertinggi.

“Karena itu sikap KSPI jelas: kami akan memperjuangkan indeks tertentu 0,9. Di bawah itu, upah buruh tidak akan mampu mengejar kenaikan harga kebutuhan hidup,” kata Said.

Senada, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyampaikan kekecewaan terhadap formula baru pengupahan.

“Kami kecewa atas keputusan tersebut. Rumus ini tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarganya,” ujar Mirah.

Pengusaha Khawatir Beban Usaha Kian Berat

Dari sisi dunia usaha, pelaku industri menilai rentang alpha 0,5 hingga 0,9 terlalu tinggi di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang. Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani menyebut dunia usaha telah mengusulkan alpha yang lebih rendah.

“Dunia usaha memahami kebijakan pengupahan bertujuan melindungi pekerja dan menjaga daya beli masyarakat. Namun kebijakan tersebut perlu dijalankan secara hati-hati dan proporsional agar tetap selaras dengan kemampuan dunia usaha,” tutur Shinta.

Ia menyoroti sejumlah sektor industri yang masih mencatat kontraksi dan pertumbuhan di bawah rata-rata nasional.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam menegaskan upah minimum seharusnya berfungsi sebagai batas bawah.

“Upah minimum seharusnya ditempatkan sebagai jaring pengaman. Jika mau upah tinggi, mekanismenya dapat dilakukan melalui perundingan bipartit di perusahaan masing-masing dengan mempertimbangkan produktivitas dan kondisi usaha,” ujar Bob.

Pelaku usaha berharap pemerintah daerah menetapkan UMP secara bijak agar kebijakan pengupahan tidak menggerus daya tahan industri sekaligus tetap menjaga perlindungan pekerja.

Load More