Suara.com - Jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia diperkirakan 4 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sebagian dari mereka hidup dalam tekanan, mendapat kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan majikan. Koordinantor LSM Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini menjelaskan dari hasil survei terdapat sekitar 8 juta PRT yang hidup tidak layak.
"Mereka bekerja tidak ada standar upah, tak ada libur mingguan, bekerja tak berbatas. Meski majikan bilang dia bisa istirahat, nggak gitu ternyata. Mereka itu berasumsi, kerja itu harus terus-terusan. PRT tidak bisa bergerak bebas, tidak ada jaminan sosial, tidak ada cuci, tidak ada hak untuk mereka bebas berkomunikasi, dan mereka tidak diperbolehkan berorganiasi. Kalau melawan, akan diancam dan sebagainya," papar Lita saat ditemui suara.com pekan lalu.
"Untuk PRT dengan kerja full time atau menginap di rumah, banyak yang hanya dibayar Rp 700 ribu sebulan dengan pekerjaan A sampai Z," jelas dia.
Selama ini, kata Lita, PRT dalam posisi yang lemah dalam bernegosiasi menentukan upah dan jenis pekerjaan. Terlebih kekuatan majikan akan dominan, ditambah kebanyakan PRT tidak mengenyam pendidikan tinggi.
Sebagian besar PRT merupakan lulusan SMP dan SD. Akibatnya banyak kasus yang menempatkan PRT di posisi yang tidak bisa membela diri saat berhadapan dengan majikan.
Sepanjang tahun 2014, JALA PRT mencatat ada lebih dari 408 kasus kekerasan terhadap PRT. Sementara dua tahun sebelumnya, tahun 2011-2012 terjadi 273 kasus dan 2012-2013 ada 653 kasus kekerasan. Sebanyak 90 persen kasus terjadi akibat kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan perdagangan manusia. Pelakunya majikan dan agen penyalur PRT.
Kasus kekerasan terhadap PRT terbaru terjadi pekan lalu. Seorang Baby Sitter bernama Riska Yulianti mengaku tidak diperbolehkan keluar tempat penampungan yayasan penyalur pekerja rumah tangga (PRT), Dia disekap bersama 29 temannya dan tidak mendapatkan makanan yang layak.
PRT Belum Terlindungi
Lita menegaskan sampai saat ini pemerintah belum melindungi PRT, meski Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri telah mengeluarkan Peraturan Menteri no. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang salah satu butirnya mengatur batasan usia PRT minimal 18 tahun. Namun Permen yang berisi 30 pasal itu, dinilai Lita, justru melanggengkan "perbudakan".
Alasannya Permen tersebut tidak secara tegas menentukan upah layak bagi PRT. Permen juga tidak mengharuskan adanya perjanjian kerja. Selain itu, tidak ada kewajiban majikan memerikan jaminan sosial, pengaturan hak waktu bekerja sampa cuti.
"Semua itu diatur majikan bersama PRT. Sementara posisi tawar PRT ini kan lemah. Permenaker itu justru memasukkan praktik-praktik yang tidak adil. Kalau Hanif bilang, perlindungan PRT dan negara hadir, itu bohong besar," ujarnya dengan nada tinggi.
Seharusnya, Negara meloloskan Rancangan Undang-Undang tentang PRT untuk dibahas dalam program legislasi nasional di DPR 2015-2019. RUU itu diajukan 11 tahun lalu. Padahal dalam klausul RUU itu membahas soal nilai upah layak PRT dan sistem perlindungannya.
Upah layak PRT sebenarnya harus sama dengan upah minimum regional atau disamakan dengan buruh. Hanya saja jika itu terlalu berat, minimal 75 persen dari UMR.
"Misal UMR DKI Jakarta Rp 2,7 juta, jadi upah PRT setidaknya Rp 2 juta," kata dia.
Mekanisme perlindungan PRT telah diatur dalam RUU perlindungan pekerja rumah tangga. Seorang PRT nantinya wajib dilindungi kelurahan. Sebab majikan dan PRT akan mempunyai perjanjian resmi dalam menentukan upah. Jika tidak dibayar sesuai perjanjian, akan dikenakan hukuman.
"Kalau majikan menyiksa, itu mudah diketahui. Karena semua data dipegang pihak kelurahan, dinas tenaga kerja kota/provinsi, sampai kementerian," paparnya.
Berita Terkait
-
RUU PPRT: Bukan Sekadar Upah dan Kontrak, Tapi Soal Martabat Manusia yang Terlupakan
-
Janji Prabowo soal RUU PRT Molor, Jala PRT: Bukan Pembantu, Tapi Pekerja!
-
Sempat Dipaksa Makan Kotoran Anjing, PRT yang Dianiaya Majikan di Batam Belum Bisa Diajak Komunikasi
-
Sudah Lebih dari 20 Tahun Mangkrak, Kapan RUU PPRT Disahkan?
-
Monopoli dan Potongan Gaji: Ironi Pekerja Migran Perempuan di Bawah Bayang-bayang UU PPMI
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tolak Merger dengan Grab, Investor Kakap GoTo Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
Terkini
-
Prabowo Rehabilitasi 2 Guru ASN di Luwu Utara, DPR Wanti-wanti Kepala Daerah Jangan Asal Pecat
-
Puluhan Emak-emak Dampingi Roy Suryo Cs di Polda Metro Jaya: You Never Walk Alone!
-
Kenapa Prabowo Rehabilitasi 2 Guru di Luwu Utara? Ini Kasus yang Membelit Abdul Muis dan Rasnal
-
Profil Ribka Tjiptaning: Dokter Penulis 'Anak PKI', Kini Dipolisikan Usai Sebut Soeharto Pembunuh
-
Motif Pelaku Mutilasi Istri Pegawai Pajak Manokwari, Minta Tebusan ke Suami Korban Lewat IG
-
Nekat Mutilasi Istri Pegawai Pajak Demi Judi Online, Pelaku Terancam Hukuman Mati
-
Detik-detik Grandmax Bawa Rp5,2 Miliar Terbakar di Polman, Uang ATM Rp4,6 M Hangus
-
Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Polisi, Data Kedubes AS Ungkap Dugaan Pembantaian Massal
-
Bikin Laporan ke Bareskrim, Bule Rusia Polisikan Dua Akun Medsos Diduga Penyebar Fitnah
-
Tunda Kenaikan Tarif Parkir, DPRD Minta Pemprov DKI Benahi Kebocoran PAD Rp1,4 Triliun