Suara.com - Pengacara Suryadharma Ali, Humphrey Djemat, masih mempertanyakan penghitungan kerugian negara yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2012-2013.
Menurut Humphrey total kerugian negara versi penghitungan KPK tidak berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan.
"Kita tahu penghitungan kerugian negara ini tidak ada dasarnya sama sekali karena tidak ada audit investigasi dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). BPK sudah mengeluarkan suratnya menyatakan hal tersebut," kata Humphrey di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/4/2015).
Selain itu, kata Humphrey, hingga saat ini dirinya masih belum mengetahui rincian total kerugian negara versi hitungan KPK.
"Bahkan BPKP yang diminta oleh katakanlah KPK untuk buat perhitungan sampai saat ini juga tidak ada penghitungannya, walaupun mereka menyatakan bahwa masih dalam proses, tidak ada perhitungan mengenai katakanlah audit investigasi dari BPKP, yang ada baru hasil penghitungan yang belum selesai begitu," katanya.
Dari hal itu, menurutnya, kerugian negara yang dihitung KPK tidak sesuai dengan prosedur.
"Tidak ada dasarnya dari mana angka 1,8 triliun itu. Inikan bukan soal tambah-tambahan dari pemondokan yang sekian-sekian jadi 1,8 triliun. Inikan mesti ada dasar auditnya yang jelas, nah kalau yang dijelaskan oleh saksi daripada KPK yang penyelidik dan penyidik juga yang mereka bilang hitung sendiri, apa begitu modelnya, kan gak bisa," kata Humphrey.
Pagi tadi, Tati Hardianti, hakim tunggal sidang peraperadilan yang diajukan tersangka Suryadharma, mengetuk palu. Ia memutuskan untuk menolak seluruh permohonan Suryadharma untuk mencabut status tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan dana haji.
"Menolak eksepsi pemohon (Suryadharma) untuk seluruhnya dan membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya pokok perkara sebesar nihil," kata Tati. Sidang berlangsung sekitar empat puluh menit.
Keputusan ini berarti menganggap proses penetapan status tersangka terhadap Suryadharma oleh KPK dibenarkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO