Suara.com - Di tengah memanasnya isu deparpolisasi seiring dengan persiapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maju ke Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 melalui jalur non partai politik, Komisi II DPR membahas rencana revisi UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, dimana syarat seseorang mencalonkan diri melalui jalur independen bakal diperberat.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Rambe Kamarulzaman mengatakan revisi tersebut merupakan wacana mayoritas fraksi di DPR.
"Ini murni dari DPR, dari Fraksi PKB, Gerindra, dan banyak fraksilah. Ini yang mesti ditampung untuk kesetaraan. Golkar setuju saja," kata Rambe di DPR, Selasa (15/3/2016).
Apakah ada fraksi yang menolak revisi UU Pilkada untuk memberatkan sayarat calon independen? Rambe menjawab secara diplomatis.
"Kita lihat nanti di rapat. Tapi mudah-mudahan semua bisa (setuju)," tuturnya.
Rambe menerangkan draf revisi berasal dari pemerintah dan sekarang sedang digodok. Setelah itu, DPR akan membahasnya dan memasukkan Daftar Inventarisasi Masalah yang kemudian dibahas bersama.
Peningkatan syarat seseorang bisa maju ke pemilihan kepala daerah melalui jalur independen, Rambe sebagai azas kesetaraan. Sebab, dalam UU Pilkada, yang dibolehkan maju adalah calon perseorangan dan calon dari partai politik atau gabungan partai politik.
Rambe tidak mau menggunakan istilah calon independen karena menurutnya berarti bebas dari apapun, termasuk partai politik.
"Jadi calon dari partai politik mau kita setarakan dengan calon perseorangan. Kalau partai politik syaratnya 20 persen dukungan jumlah kursi di DPRD atau 25 persen dukungan dari DPT. Oleh karena itu, syarat 6,5 - 10 persen untuk calon perseorangan perlu dinaikkan. Bukan diturunkan. Jadi disetarakan dan alternatifnya 10-15 persen atau 15-20 persen," kata Rambe.
Kemudian, yang menjadi pembahasan selanjutnya mengenai angka persentase tersebut yang merujuk kepada apa. Rambe mengatakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi, syarat perseorangan merujuk pada jumlah daftar pemilih tetap di daerah tempat pemilihan. Namun, hal itu masih bisa dibicarakan kembali, katanya.
"Yang jadi persoalan apakah itu merujuk pada DPT atau jumlah penduduk," kata dia.
Selanjutnya, yang perlu diatur adalah proses calon perseorangan dalam mendeklarasikan diri. Menurut Rambe cara tersebut perlu diatur agar tidak menjadi polemik baru.
"PKPU juga harus memberi garis tentang tertibnya, misalnya (calon perseorangan) mendatangi rumah ke rumah, atau dengan gerakan. Jadi nggak usah diumumkan ke khalayak ramai. Itu membuat suasana yang tidak pas. Itu menjadi suasana yang jadi orang mengembangkan deparpolisasi," tutur Rambe.
Terkait kesetaraan, Rambe mengatakan ada usulan untuk menyamakan antara calon incumbent dengan calon lainnya, seperti dari TNI, Polri, dan PNS. Sebab, dalam aturan sebelumnya, TNI, Polri, PNS harus mundur dulu dari jabatan kalau ingin maju ke pilkada. Sedangkan, calon incumbent tidak diharuskan mundur.
"Nah UU itu harus kita jelaskan, kalau mau mundur, mundur semua. Kalau tidak mundur, tidak mundur semua. Jadi tidak ada pengecualian. Semua kesetaraan itu penting. Kalau kembali lagi ke perseorangan, tidak ada pengecualian dari calon partai politik, tidak ada pengecualian dari calon perseorangan. Jadi ketentuannya sama," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka