Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan surat edaran pelarangan menerima gratifikasi dalam perayaan hari raya Idul Fitri. Edaran pelarangan penerimaan gratifikasi itu diberikan kepada pegawai negeri sipil penyelenggara negara yang mencakup pegawai negeri sipil (PNS), TNI/Polri, pegawai BUMN dan pegawai BUMD.
"Kita melarang kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara, yang kita larang adalah pegawai negeri yang di indonesia jumlahnya lebih dari lima jurta. isinya PNS, TNI/Polri, pegawai lembaga negara, pegawai BUMN, pegawai BUMD. Secara hukum mereka adalah pegawai negeri. (Mereka) dilarang menerima gratifikasi," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono di kantornya, Jumat (24/6/2016).
Giri mengatakan jika larangan penerimaan gratifikasi tersebut seperti penerimaan berupa bingkisan parsel di hari raya. KPK, kata dia menyarankan pemberian parsel tersebut diberikan kepada warga yang memang membutuhkan bukan kepada pejabat atau penyelenggara negera.
"Melarang penerimaan parcel di hari raya. Yang dilarang menerima sekitar lima juta di indonesia, sedangkan penduduk Indonesia ada 250 juta. jadi saya rasa lebih kecil. Kita lebih menganjutkan penerimaan itu diberikan kepada orang yang membutuhkan. Bukan kepada pejabat yang sudah dibayar oleh negara dari pajak-pajak masyarakat Indonesia," kata dia.
KPK juga melarang pemakaian mobil dinas di pemerintahan yang digunakan untuk kepentingan mudik lebaran.
"Kami juga mengimbau kepada instansi keadaraan operasional yang melekat kepada individu tertentu untuk tidak dipakai untuk sarana-sarana diluar kedinasan. Jadi kalau ada yang menemukan, pejabat yang menggunakan mobil dinas, saya pikir mencerminkan dari konflik kepentingan dan lekat dengan penyalahgunaan wewenang," ucapnya.
Kemudian, KPK juga mengimbau agar masyarakat atau perusahaan swasta untuk tidak memberikan tunjangan hari raya (THR) apabila ada permintaan dari sejumlah pejabat penyelenggara negara.
"Ketiga adalah apabila ada permintaan untuk THR sering kali menjelang hari raya, kalau itu diminta oleh lembaga negara, atau lembaga daerah sebaiknya masyarakat dan dunia perusahaan tidak memberikannya," katanya.
"Kenapa kita larang karena penerimaan THR ini, PNS sudah dibayar oleh negara. Jadi tidak boleh memberikan lagi," imbuhnya. Pasalnya, Giri mengatakan jika pemberian THR tersebut sudah termasuk dalam kategori gratifikasi.
"Kalau itu diterima sangat dekat dengan pidana gratifikasi. Pidana gratifikasi sangat serius, minimal 4 penjara tahun dan bisa seumur hidup," kata dia.
Dia pun mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan kepada KPK apabila ada indikasi sejumlah pejabat yang meminta sejumlah THR.
"Ini uu sudah tegas menyatakan permintaan itu dilarang. Apabila permintaan atau ada paksaan, karena ini sudah masuk dalam bentuk-bentuk pemerasan. Masyarakat atau perusahaan silahkan melaporkan ke KPK," katanya.
Selain itu, Giri juga mengapresiasi dugaan grafitikasi yang dilaporkan masyarakat. Sejauh ini, kata dia dugaan gratifikasi yang diterima KPK ada sebanyak 5.187 laporan. Dari laporan tersebut, KPK mencatat dugaan gratifikasi tersebut paling banyak berkaitan dengan pelayanan publik yang mencapai 32 persen.
"Kami juga berterima kasih kepada masyarakat karena hampir 3 tahun ini berkat dukungan beberapa pihak, kita sudah menerima laporan sekitar 5.187 dan memang dalam kategori parcel itu hanya 12 persen. Selebihnya ada kategori terkait dengan pelayanan publik sekitar 32 persen. Kemudian dalam bentuk uang. Pertama barang, uang, parsel dan yang lain-lain minor," kata dia
Lebih lanjut, Giri menambahkan apabila ada pihak yang mengetahui dan menerima gratifikasi selama 30 hari kerja tidak melaporkannya kepada KPK, maka bisa ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'
-
Menkeu Purbaya hingga Dirut Pertamina Mendadak Dipanggil Prabowo ke Istana, Ada Apa?
-
Bukan Kursi Menteri! Terungkap Ini Posisi Mentereng yang Disiapkan Prabowo untuk Mahfud MD
-
Jerit Konsumen saat Bensin Shell dan BP Langka, Pertamina Jadi Pilihan?
-
Warga Jakarta Siap-siap, PAM Jaya Bakal Gali 100 Titik untuk Jaringan Pipa di 2026