Suara.com - Ketua Yayasan Renaissance Foundation Ridwan Saidi bersikeras proyek Reklamasi Pulau G Pantai Utara Jakarta harus dihentikan. Menurutnya, reklamasi mengancam sistem ketahanan nasional. Pasalnya, imbuh Ridwan, proyek reklamasi nantinya akan diikuti pembersihan penduduk pesisir.
"Seluruhnya di Indonesia nggak boleh ada reklamasi, karena mengancam keselamatan NKRI, patroli polisi, angkatan laut nggak bisa merapat. Siapa yang kontrol blok itu? nggak ada kesatuan, jadi negara dalam negara," ujar Ridwan dalam jumpa pers di Venus Cafe, Kawasan Taman Ismail Marzuki, Cikini, Kamis (14/7/2016).
Lebih lanjut, dirinya pun tak setuju adanya proyek reklamasi. Ridwan juga menilai jika tetap dilanjutkan, proyek reklamasi akan mengancam sistem keamanan nasional.
"Dimanapun nggak dibenarkan reklamasi, tetap harus diberhentikan selamanya demi keamanan nasional," ucapnya.
Tak hanya itu, Ridwan juga menilai pernyataan pengembang Proyek Reklamasi yakni Agung Podomoro Land (APL) terkait proyek reklamasi tak logis.
"Jadi apa yang disebutkan oleh Podomoro, bahwa itu pantai sudah rusak sebelum reklamasi. Nggak bisa alasan begitu (Pantai sudah rusak), contohnya, Amir sudah tua, ya sudah gebukin aja. Kan nggak boleh gitu. Itu logika yang nggak normal," ucapnya.
Budayawan Betawi itu pun menyarankan Podomoro untuk menyadari kesalahannya dan tidak asal melakukan tindakan terkait reklamasi.
"Podomoro mesti insyaf. Kalau dia merasa nyumbang Pilpres, bukan berarti negeri ini mereka yang punya. Nggak bisa mereka bertindak sesuka hatinya," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT.Agung Podomoro Land (APL) yang baru, Cosmas Batu Bara mengancam pemerintah agar tidak bertindak sewenang-wenang dalam menghentikan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Pasalnya, saat memutuskan penghentian perngerjaan terhadap proyek yang dikerjakan oleh Anak Perusahaan APL, PT. Muara Wisesa Samudera tersebut tidak melibatkan pihak APL.
"Tolong hati-hati membatalkan sesuatu kepada pembayar pajak. Kami menghormati keputusan Menko, tapi kami keberatan terhadap pernyataannya," kata Cosmas saat konferensi pers di Hotel Pullman Central Park, Jalan S Parman, Jakarta Barat, Sabtu (2/7/2016).
Lebih lanjut, Cosmas mengatakan bahwa APL sudah bekerja dengan profesional dalam mengerjakan proyek reklamasi selama ini. Karenanya, dia keberatan dengan pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menyebut perusahaan yang dipimpinnya bekerja ugal-ugalan.
"Sebagai perusahan publik kami harus terbuka apa yang kami kerjakan. Kalau pemerintah tidak menerima masukan dari stakeholder, kami juga tidak mengerti. Kami bekerja tidak ugal-ugalan, kami tidak mungikn ugal-ugalan, sangat disayangkan pemerintah sebut swasta ugal-ugalan," kata Cosmas.
Meski begitu, PT.APL masih menunggu kebaikan hati dari pemerintah untuk menanggapi keberatan yang mereka telah sampaikan. Dia berharap, kepastian terhadap pelaku usaha benar-benar ditunjukkan oleh pemerintah.
"Kami hanya ingin menjelaskan posisi kami, apa yang kami kerjakan, terserah pada pemerintah nanti apakah melakukan langkah-langkah berdasarkan informasi yang kami berikan," kata Cosmas.
Pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli mengeluarkan keputusan untuk menghentikan pembangunan reklamsi Pulau G. Rekomendasi tersebut setelah beberapa kementerian dan pihak terkait yang tergabung dalam tim komite gabungan reklamasi teluk Jakarta melakukan rapat terkait keberadaan reklamasi Pulau G.
Rizal menilai reklamasi merupakan hal yang wajar dilakukan di seluruh dunia. Namun, setelah dievaluasi oleh tim komite gabungan, reklamasi Pulau G masuk dalam pelanggaran berat.
"Pelanggaran berat adalah pulau yang keberadaannya membahayakan, entah itu membahayakan lingkungan hidup, proyek vital strategis, pelabuhan, atau lalu lintas laut. Komite gabungan dan para menteri sepakat bahwa Pulau G masuk dalam pelanggaran berat dan kami putuskan untuk dibatalkan untuk waktu seterusnya," tegas Rizal dalam konfrensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan tim komite gabungan, letak Pulau G sangat membahayakan jalur transmisi listrik PT PLN (persero) yang ada di bawahnya. Selain itu, pulau yang dibangun PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land itu juga merugikan lalu lintas kapal nelayan dan mematikan biota laut.
"Sebelum ada pulau itu, kapal nelayan dengan mudah mendarat dan parkir di Muara Angke. Tapi begitu pulau ini dibikin, dia tutup sampai daratan, sehingga kapal-kapal musti muter dulu. Nelayan jadi menghabiskan solar baru bisa parkir. Lalu, tata cara pembangunannya secara teknis betul-betul sembarangan, merusak lingkungan, dan mematikan biota," ungkap Rizal.
Rizal pun menyatakan penghentian total proyek reklamasi Pulau G tersebut harus ditanggung oleh pengembang. Hal itu sudah menjadi risiko pengembang karena sudah membahayakan seluruh kepentingan. Pulau G akan dibongkar, tetapi bisa dialihfungsikan menjadi area reboisasi atau wilayah kehutanan.
"Nanti Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang berwenang apakah itu akan dialihfungsikan menjadi area demikian. Yang jelas, Pulau G tidak boleh menjadi hunian dan area bisnis," tegas Rizal.
Selain Pulau G, tim komite gabungan juga menetapkan proyek reklamasi Pulau C, D, dan N sebagai pelanggaran sedang. Menurut Rizal, ketiga pulau tersebut merugikan banyak kepentingan, tetapi bisa diteruskan asal ada perombakan oleh pengembang.
Adapun Pulau C dan D dibuat menyatu oleh PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group. Perusahaan tersebut diklaim pemerintah hanya mau mengejar keuntungan sesaat, tetapi justru merugikan dalam jangka panjang.
Rizal pun mengatakan pihak pengembang sudah komit untuk membongkar penyatuan kedua pulau tersebut dengan membuat kanal selebar 100 meter dan kedalaman 8 meter. "Itu supaya ada arus lalu lintas, kapal nelayan tidak terganggu. Lalu kalau ada banjir, air bisa langsung pindah ke laut bebas. Tapi karena kerakusan berlebihan, mau untung, digabung saja pulaunya jadi dapat luas 21 hektare. Satu meter keuntungannya antara Rp15 juta-Rp25 juta. Ya kalikan saja totalnya," pungkasnya.
Terkait pengerukan yang masih terlihat di pulau C dan D, Rizal mengatakan hal itu dilakukan untuk membongkar penyatuan kedua pulau. Menteri Perhubungan, kata dia, tidak ada lagi kapal pengeruk yang diizinkan beroperasi selama 2,5 bulan terakhir.
"Jadi jangan salah mengerti seolah reklamasi masih berjalan. Izin kapal keruk itu per tiga bulan. Kalau Menhub tidak kasih, tidak bisa operasi. Kalaupun ada kegiatan, itu terkait pembongkaran," imbuh Rizal.
Selain empat pulau yang sudah ditetapkan jenis pelanggarannya, tim komite gabungan masih memiliki tugas mengevaluasi 13 pulau yang masuk dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Tim komite diberi waktu tiga bulan dalam mengevaluasi pulau-pulau itu sekaligus mengharmonisasikan seluruh kebijakan terkait reklamasi pantai.
Di kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan evaluasi per kementerian mengahasilkan keputusan yang sama. Artinya, seluruh kementerian terkait menilai proyek reklamasi Pulau G tidak layak, dan reklamasi Pulau C, D, dan N bisa diteruskan asal ada perombakan.
"Meski semua tim bekerja sesuai wewenang masing-masing, semua hasilnya sama. Saya piki kalau hasil evaluasi kita salah, masa semua kementerian salah? Jadi menurut saya, sudah sangat relevan rekomendasi ini dan sepatutnya dilaksanakan," tukas Susi.
Deputi IV Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Maritim Kemenko Maritim dan Sumber Daya Safri Burhanuddin menyatakan pihaknya akan segera menyusun rekomendasi penghentian selamanya proyek reklamasi Pulau G. Namun, surat rekomendasi tersebut baru bisa dilayangkan kepada Gubernur DKI Jakarta seusai libur Lebaran.
"Surat baru akan diterbitkan dan dilayangkan habis Lebaran. Kalau sekarang diterbitkan, reklamasi juga kan lagi berhenti sementara nih. Pokoknya kita serius dan ini rekomendasi yang mengikat ke DKI Jakarta untuk menghentikan proyek reklamasi," kata Safri.
Berita Terkait
-
KKP segel lahan reklamasi terminal khusus di Halmahera Timur
-
Izin 190 Perusahaan Tambang Dibekukan, Bahlil: Hutan Rusak, Siapa Tanggung Jawab?
-
Setelah Izin Dibekukan, Sejumlah Perusahaan Tambang Mulai Bayar Reklamasi
-
Viral Tanggul Beton di Laut Cilincing, Ini Penampakannya
-
Bekas Lahan Tambang Rusak? Begini Cara SIG Ubah Jadi Area Konservasi
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Tolak Merger dengan Grab, Investor Kakap GoTo Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
Terkini
-
Berbekal Airsoft Gun dan KTA Palsu, Polisi Gadungan Tipu Driver Ojol dan Bawa Kabur Motor
-
Kondisi Pelaku Membaik, Polisi Dalami Motif 'Memetic Violence' di Kasus Ledakan SMAN 72
-
Bantah Bullying! Gubernur DKI Ungkap Motif Ledakan di SMAN 72: Ternyata Ini Pemicunya
-
Bukan HP Pribadi, Terungkap Alat Komunikasi Nikita Mirzani Saat Live dari Rutan Pondok Bambu
-
Kuasa Hukum Sebut Kasus Roy Suryo Cs Bukan Proses Hukum Murni: Ada Tangan-tangan Kekuasaan
-
Jadi Tersangka Ijazah Palsu Jokowi, Rismon Ancam Tuntut Polisi Rp126 Triliun, Apa Pemicunya?
-
Geger Ijazah Jokowi, Rismon Tantang Nyali Publik: Layak Disebut Bangsa Pengecut Jika Takut
-
Rismon Pamer Buku 'Wapres Tak Lulus SMA': Minta Versi Digitalnya Disebarluaskan Gratis!
-
Menteri PPPA Soroti Kasus Gus Elham: Sentuhannya ke Anak Perempuan Bukan Bentuk Kasih Sayang
-
Usai BPKAD, Giliran Dinas Pendidikan Riau Digeledah KPK, Dokumen Apa yang Dicari?