Suara.com - Aktivis Jurnalis kembali bertemu Kementerian Tenaga Kerja membahas persoalan PHK Massal sepihak karyawan Koran Sindo (PT MNI) dan karyawan Tabloid Genie, Mom and kiddie (PT MNIG), Senin (10/7/2017) di kantor kementerian tenaga kerja. Belasan karyawan tabloid Genie dan Mom and Kiddie hadir.
Ini merupakan pertemuan kedua dengan agenda klarifikasi terkait PHK Massal sepihak yang dilakukan PT MNI terhadap ratusan karyawan Koran Sindo di sejumlah biro daerah dan 41 karyawan Tabloid Genie - Mom and kiddie di bawah PT Media Nusantara Informasi Global (PT MNIG).
Pihak manajemen MNC Group pada pertemuan kedua ini juga hadir diwakili oleh Rudy Hidayat, Direktur Keuangan PT MNI (sekaligus mewakili PT MNIG). Rudi didampingi oleh Wakil Pemimpin Redaksi Koran Sindo serta dua orang perwakilan dari Group MNC Media.
Kasubdit PPHI Ditjen PHI dan Jamsos Kemenaker, Reytman Aruan memimpin pertemuan. Dia didampingi jajaran pejabat Kemnaker, antara lain Feryando Agung, Rinaldy Zuhriansyah, Wiwik Wisnumurti, dan Dyahtanti.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) telah menerima kuasa oleh karyawan Tabloid Genie, Mom And Kiddie, dan beberapa biro (Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara).
Ketua Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPM), Sasmito Madrim menjelaskan Biro Jawa Timur dan Jawa Tengah sudah melakukan pertemuan Bipartit yang kedua. Hasilnya berdasarkan risalah yang diterima AJI, baik Bipartit karyawan Sindo Jatim maupun Jateng berkahir deadlock. Bipartit kedua karyawan Koran Sindo Jawa Timur berlangsung pada 7 Juli sementara Bipartit kedua Jawa Tengah berlangsung sehari sebelumnya, 6 Juli 2017.
“Agenda Bipartit yang semula sudah mengerucut membicarakan besaran pesangon, tiba-tiba berubah pada tawaran mutasi dari manajemen. Atas melencengnya agenda tersebut kedua biro ini menolak dan tetap memilih PHK dengan tuntutan pesangon sesuai ketentuan perundang-undangan,” papar dia.
Sementara itu biro Sumatera Selatan (Palembang) sudah mengirimkan surat permohonan bipartit kepada manejemen yang akan dilaksanakan pada Selasa (11/7/2017) besok. Permohonan bipartit pertama pada 5 Juli lalu tidak dipenuhi oleh manajemen.
Untuk biro Sulawesi Selatan (Makassar), sejak pengumuman PHK pada awal Juni lalu, hingga saat ini hampir semua karyawan telah meneken surat PHK dengan kompensasi yang jauh dari ketentuan perundang-undangan.
Karyawan Sindo Makassar sekitar 55 orang (redaksi dan non redaksi). Bisa dibilang semuanya “dipaksa” menandatangani surat PHK karena bila tidak akan dimutasi ke unit perusahaan lain (Indovision) di daerah Manado, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Barat. Atas konsekuensi itu mereka memilih meneken surat PHK dengan kompensasi tali kasih bervariatif, antara 3-5 bulan kali gaji. Penandatanganan surat itu memang ada yang belakangan lalu dikirim ke Jakarta, sebagian lagi ada yang masih menuntut jumlah yang sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Tak sedikit juga yang sudah ditransfer langsung oleh manajemen. Praktis kini, dari 55 orang tersisa satu orang karyawan (personil redaksi) yang belum menandatangani dan menolak jumlah pesangon yang tak sesuai dengan ketentutan,” lanjut Sasmito.
Untuk kasus Sindo Makassar, manajemen sama sekali tak membuka ruang bipartit (negosiasi). Bersamaan dengan itu pula, karyawan terus diiming-imingkan akan ada investor baru.
Keempat, kasus biro Sindo Jawa Barat. Karyawan Koran Sindo Biro Jawa Barat mendapat informasi mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara lisan dari perwakilan PT MNI pada Kamis, 8 Juli 2017 lalu. Informasi mengenai PHK itu disampaikan secara lisan. Perwakilan Manajemen Sindo yang hadir ke Kantor Biro Jabar saat itu tidak membawa surat terkait PHK.
Perwakilan PT MNI pada pertemuan tersebut mengatakan, PHK dilakukan sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk melakukan efesiensi. Selain mem-PHK seluruh karyawan, Biro Jabar pun dinyatakan ditutup per 23 Juni 2017. Konsekuensinya, Koran Sindo Jabar pun dinyatakan berhenti terbit pada tanggal tersebut.
Seluruh Karyawan Sindo Biro Jabar yang hadir saat itu menolak rencana PHK tersebut. Alasannya, pesangon yang ditawarkan jauh dari ketentuan yang berlaku. Jika alasan pemutusan hubungan kerja adalah karena pailit atau efisiensi, karyawan yang hadir saat itu meminta PHK dengan kompensasi dua kali PMTK. Dengan komponen upah berdasarkan take home pay (THP).
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Ini Daftar Rute Transjakarta yang Beroperasi Hingga Dini Hari Selama Malam Tahun Baru 2026
-
Refleksi Akhir Tahun Menag: Bukan Ajang Euforia, Saatnya Perkuat Empati dan Spirit Kebangsaan
-
Malam Tahun Baru di Jakarta, Dishub Siapkan Rekayasa Lalu Lintas di Ancol, Kota Tua, hingga TMII
-
Gubernur Banten: Tingkat Pengangguran Masih Tinggi, Penataan Ulang Pendidikan Vokasi Jadi Prioritas
-
Perayaaan Tahun Baru di SudirmanThamrin, Pemprov DKI Siapkan 36 Kantong Parkir untuk Warga
-
Kaleidoskop DPR 2025: Dari Revisi UU Hingga Polemik Gaji yang Tuai Protes Publik
-
Sekolah di Tiga Provinsi Sumatra Kembali Normal Mulai 5 Januari, Siswa Boleh Tidak Pakai Seragam
-
Makna Bendera Bulan Bintang Aceh dan Sejarahnya
-
Antara Kesehatan Publik dan Ekonomi Kreatif: Adakah Jalan Tengah Perda KTR Jakarta?
-
Fahri Hamzah Sebut Pilkada Melalui DPRD Masih Dibahas di Koalisi