Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka dugaan korupsi proyek KTP Elektronik, Setya Novanto, pada Rabu (15/11/2017) besok.
Surat pemanggilan sudah diberikan kepada Ketua Umum Partai Golkar itu sejak seminggu yang lalu. Namun, hingga Selasa (14/11/2017), kehadiran Ketua DPR itu belum terkonfirmasi.
"Kami belum mendapatkan pemberitahuan (kehadiran Novanto). Kalau pemberitahuan dalam konteks pemeriksaan saksi, sudah diterima ditandatangani yang bersangkutan sendiri. Nanti kami lihat, apakah besok datang atau tidak datang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Meski belum terkonfirmasi, Febri berharap Setnov bisa hadir untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
”Saya kira ini seharusnya menjadi bentuk kepatuhan terhadap hukum. Kalau dipanggil oleh penegak hukum, ya sebaiknya datang," tukasnya.
Febri menuturkan, alasan Setnov tak hadir saat hendak diperiksa sebagai saksi oleh KPK beberapa waklu lalu juga tak relevan.
Kala itu, Setnov menolak memenuhi panggilan KPK karena merasa memunyai hak imunitas sebagai anggota legislatif. Lembaga antirasywah itu juga dianggap harus memunyai izin dari Presiden Joko Widodo kalau hendak memeriksa Setnov.
"Karena alasan imunitas ataupun dibutuhkannya persetujuan tertulis dari Presiden, sebenarnya kalau kita baca UU MD3 secara hati-hati tidak ada ketentuan seperti itu," ujar Febri.
Febri mengatakan, hak imunitas hanya diatur sebatas pada hal-hal seperti yang diatur dalam Pasal 224 UU MD3.
Baca Juga: Jokowi Akui Gejala Proteksionisme Ekonomi Dunia Makin Meningkat
Dalam pasal itu, disebutkan anggota DPR memunyai hak imunitas atau kekebalan hukum dalam setiap mengeluarkan pernyataan dalam pelaksanaan tugasnya sebagagai legislator.
"Tentu saja dalam konteks dugaan tindak pidana korupsi, imunitas tidak bisa digunakan. Karena berisiko sekali kalau dengan alasan imunitas, seseorang anggota DPR tidak bisa atau tak mau diperiksa dalam kasus dugaan korupsi,” tandasnya.
Berita Terkait
-
Bendahara Golkar Bilang Tak Perlu Izin Jokowi Buat Periksa Setnov
-
Margarito: Jika Panggil Paksa Novanto, KPK Bakal Kalah Lagi
-
Wakil Bendahara Partai Golkar Diperiksa KPK
-
Margarito: Novanto Dijadikan TSK, Bukan Saja Keliru, Tapi Tak Sah
-
Bela Setya Novanto Tolak Panggilan KPK, Izin Presiden Itu Absolut
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO