Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi terkait dengan kesaksian mantan Wakil Ketua Banggar DPR RI, Mirwan Amir yang sempat menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat bersaksi untuk terdakwa korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto.
"Jadi, prinsip dasarnya persidangan itu dilakukan untuk membuktikan perbuatan dari terdakwa. Namun, jika ada fakta-fakta persidangan yang muncul, tentu saja kami perlu mempelajari terlebih dahulu. Jaksa penuntut umum yang akan melihat setiap perincian proses persidangan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Mirwan Amir mengaku, sempat menyarankan Ketua Pembina Partai Demokrat saat itu, Susilo Bambang Yudhyono, untuk menghentikan proyek tersebut.
"Saya sempat menyampaikan kepada Pak SBY agar e-KTP tidak diteruskan, di Cikeas," kata Mirwan Amir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Dia bersaksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.
"Tanggapannya dari Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) bahwa ini kita untuk menuju Pilkada, jadi proyek ini diteruskan," ungkap Mirwan.
Dalam perkara ini, Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS dari proyek e-KTP. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan Direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.Ltd. dan Delta Energy Pte.Ltd. yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Jam tangan diterima Novanto dari pengusaha Andi Agustinus dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun. [Antara]
Baca Juga: Andi Sebut Mirwan Amir Titip Perusahaan Ikut Tender e-KTP
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO