Suara.com - Mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto serta mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto memberikan pembebasan dan pelepasan (release and discharge) dari tuntutan hukum terhadap mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia(PS BDNI) Sjamsul Nursalim. Pemberian itu terkait penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pengakuan ketiga mantan pejabat keuangan tersebut terungkap saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus mantan Ketua BPPN Syafruddin Arysad Temenggung di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Release and Discharge tersebut terdiri dari dua surat, yang pertama ditandatangani oleh Farid Harianto selaku kuasa Glenn Yusuf mewakili BPPN. Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan pemegang saham BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali bantuan likuiditas (BLBI).
Surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN mewakili Pemerintah Indonesia.
"Surat yang ke-2 ini menegaskan sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apapun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum pemberian kredit terkait Pinjaman Pemegang Saham dan segala hal terkait BLBI," kata Ahmad Yani, kuasa hukum Temenggung menanggpi keterangan para saksi.
Dia mengatakan, pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai. R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin Arsjad Temenggung untuk memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada tahun 2004.
Dalam sidang juga kata dia, terungkap bahwa BPPN juga telah mengukuhkan pemberian kedua surat R&D ke dalam suatu akta notaris, yaitu Akta Letter of Statement No. 48 tanggal 25 Mei 1999 yang dibuat di depan Merryana Suryana, Notaris di Jakarta. Hal itu terungkap ketika tim kuasa hukum mengajukan pertanyaan kepada saksi.
Akta notaris sendiri merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 Kita Undang-Undang Hukum Perdata, dalam arti isinya dianggap benar sepanjang belum dibuktikan dalam pengadilan isinya tidak benar dan akta itu dibatalkan.
"Apakah saudara saksi pernah menandatangani Letter of Statement No 48 yang isinya merupakan akta notaris yang merupakan satu rangkaian membebaskan Sjamsul Nursalim dari segala tuntutan terkait BLBI?" tanya anggota tim Penasehat Hukum Syafruddin Temenggung, Ahmad Yani.
Melihat salinan bukti yang ditunjukan tersebut, saksi Farid Harianto mengakui bahwa akta notaris tersebut memang ditandatangani oleh dirinya yang saat itu diberikan surat kuasa penuh oleh Glenn Muhammad Surya Yusuf untuk menandatangani segala urusan yang terkait MSAA.
Dalam kesaksian di persidangan juga terungkap bahwa apabila ada keberatan atau persengketaan dari Pemegang saham terhadap klaim atau tuntutan dari BPPN, maka klaim tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh pengadilan.
Hal itu merujuk pada ketentuan MSAA Pasal 12.4 kalimat terakhir. Ketentuan dalam MSAA tersebut ditunjukkan Penasehat Hukum dan diakui oleh saksi Glen dan Farid. Farid menambahkan di masa dia, klaim BPPN yang ditolak pemegang saham tidak pernah diajukan oleh BPPN ke pengadilan.
Terungkap pula bahwa surat Glenn tertanggal 1 November 1999 kepada PS BDNI yang isinya bahwa PS memberikan pernyataan hutang petambak adalah kredit lancar ternyata merupakan kredit macet. PS kemudian diminta aset pengganti. PS-BDNI dalam surat balasannya kepada Glen membantah memberikan pernyataan mengenai kelancaran hutang petambak.
Glen dalam kesaksiannya kemarin mengakui bahwa dia baru tahu bahwa PS BDNI tidak pernah memberikan pernyataaan mengenai kelancaran kredit petambak tersebut, dan juga tidak ditemukan adanya pernyataan kelancaran kredit petambak di dalam MSAA.
PS BDNI juga tidak pernah menjamin pembayaran kredit petambak sebagaimana terungkap dari Schedule 8.14 MSAA yang ditunjukkan di persidangan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting