Suara.com - Direktur Biro Riset InfoBank Eko B. Supriyanto menilai pemerintah melakukan kesalahan dalam penyelesaian kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) menjadi perkara pidana korupsi.
Menurut dia, penyelesaian SKL BLBI sudah disepakati dalam perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) masuk kedalam arena hukum perdata, sehingga tidak bisa dikenai hukum pidana.
Karenanya, selain berpotensi kalah dalam persidangan, penyelesaian kasus SKL BLBI melalui ranah pidana, dinilai tidak akan dapat mengembalikan aset BLBI.
"Sesuai kebijakan sebelumnya, sebagaimana disepakati dalam perjanjian MSAA penyelesaian masalah ini memang seharusnya dilakukan di luar pengadilan, karena kalau masuk pengadilan tidak akan balik duitnya," kata Eko.
Ahli Perbankan itu pun mengingatkan bahwa pemerintah sendiri sudah membuat kebijakan, siapa yang kooperatif mendapat insentif dan tidak boleh kena penalti.
Apalagi bagi pihak yang telah menyelesaikan seluruh kewajibannya, pemerintah telah mengeluarkan surat release and discharge (surat pembebasan dan pelepasan) dari segala tuntutan hukum apapun.
"Untuk memberikan kepastian hukum, karena sudah menyelesaikan kewajiban MSAA, harusnya Pak Syafruddin, mantan Ketua BPPN yang didakwa merugikan negara Rp 4,58 triliun akibat memberikan SKL kepada Sjamsul Nursalim (BDNI) tidak layak disidangkan," jelasnya.
Eko mengacu pada penyelesaian kewajiban pemegang saham melalui MSAA. Di mana ada lima peserta, yakni Anthony Salim (BCA), Sjamsul Nursalim (BDNI), M. Hassan (BUN), Sudwikatmono (Bank Surya) dan Ibrahim Risyad (RSI) telah menyelesaikan kewajibannya.
"Khusus untuk PKPS BDNI, BPK-RI pada kesimpulan laporan auditnya 30 November 2006 menyatakan surat keterangan lunas layak diberikan karena pemegang saham BDNI telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam penjanjian MSAA dan perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2002," lanjut Eko.
Baca Juga: Ini Tipe Pasangan Kekasih yang Paling Awet, Nomor 1 Bisa Ditiru
Senada dengan Eko, ahli hukum Andi Wahyu mengatakan, BLBI adalah kebijakan negara. Sehingga penyelesaiannya harus mengacu pada kebijakan sebelumnya, yaitu MSAA, yang mengikat kedua pihak, negara dan obligor atau pemegang saham.
Oleh karena itu bila terjadi masalah dalam implementasinya maka sebelum dilakukan penyelesaian melalui pidana, terlebih dahulu harus melalui cara perdata. Yaitu menggugat kembali sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam MSAA. Jika prosesnya tidak bisa dilakukan maka baru melalui penerapan hukum pidana.
"Yang harus kita kritisi adalah apakah penyelesaian hukum konsisten atau tidak. Kalau ada dispute atau sengketa dalam implementasi kebijakan tersebut harus mengacu pada MSAA karena ini merupakan perjanjian. Kalau tidak dijadikan rujukan berarti ada problem,” kata Andi.
Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun karena menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham BDNI. Kasus yang menjerat dirinya bermula pada Mei 2002, dimana Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO