Suara.com - Buntut pemblokiran akses internet saat kerusuhan di Papua beberapa waktu lalu, sejumlah pihak menggugat Presiden Joko Widdo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kini gugatan tersebut sebentar lagi akan sidangkan.
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Tim Pembela Kebebasan Pers yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), SAFEnet sebagai penggugat dan LBH Pers, YLBHI, Kontras, Elsam dan ICJR sebagai kuasa hukum dengan nomor perkara 230/G/2019/PTUN-JKT.
Namun majelis hakim PTUN menyatakan jika gugatan tersebut adalah kewenangan Tata Usaha Negara (TUN) dalam proses dismisal pada Senin (2/12/2019). Alhasil, hakim dalam hal ini bisa menyidangkan perkara tersebut.
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, proses dismisal atau pengecekan kewenangan pengadilan ini merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) baru Nomor 2 tahun 2019. Gugatan tersebut adalah yang pertama menggunakan dasar gugatannya sejak PERMA tersebut terbit.
"Segala tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hukum itu akan beralih pada kewenangan pengadilan TUN, tadi majelis hakim sudah menyatakan ini adalah kewenangan pengadilan tata usaha negara dan selanjutnya mereka akan menunjuk hakim menyidangkan perkara ini. Artinya dalam kewenangan pengadilan ini sudah selesai dan ini adalah kewenangan tata usaha negara,” kata Ade di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Ade menyatakan, tindakan pemerintah dalam pemutusan akses internet adalah perbuatan melanggar hukum. Sebab, hal tersebut merugikan kebebasan pers serta berekspresi.
Sehingga, Ade menyayangkan sikap pemerintah yang hadir dalam proses persidangan dengan hanya melalui Kementerian komunikasi dan informatika selaku tergugat dua. Sementara tergugat pertama Presiden Joko Widodo, tidak mengirimkan perwakilannya.
"Kami sangat menyayangkan karena ini adalah proses yang legal konstitusional di pengadilan. Kalau mereka (pemerintah) anggap tindakan tersebut sebagai tindakan yang taat hukum, harusnya datang ke persidangan,” katanya.
Sementara, Ketua AJI Abdul Manan mengatakan, gugatan ini akan menjadi preseden baik bagi pihak yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Manan juga menyebut kalau pemblokiran akses internet sangat merugikan.
Baca Juga: Presiden Jokowi Digugat ke Pengadilan, Kasus Blokir Internet Papua
“Pertama karena kita menganggap tindakan memblokir internet dengan kebijakan yang tidak pantas itu, yaitu hanya mengeluarkan siaran pers menurut saya itu tidak proper untuk sebuah kebijakan yang berdampak sangat besar kepada kehidupan publik,” kata Manan.
Manan menjelaskan, pemerintah telah mengambil hak mayarakat soal informasi. Jika pemerintah ingin melakukan pemblokiran, seharusnya sudah disiapkan dasar hukum yang lebih kuat dari sekedar press release.
“Kedua Saya kira kita juga ingin melakukan koreksi kepada pemerintah bahwa pemblokiran bukan tidak boleh dilakukan tapi kita ingin memastikan bahwa pemerintah pemblokiran itu dilakukan dengan cara yang cukup akuntabel misalnya pemerintah harus mempersiapkan argumentasi yang cukup kuat kalau bisa melalui pengadilan untuk melakukan tindakan semacam ini,” kata Manan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto. Menurutnya, kebijakan dua kali pemutusan akses internet di Papua pada saat rusuh Agustus lalu, merugikan masyarakat secara luas.
"Tanggapan dari pemerintah agak mengecewakan karena sampai hari ini kami tidak menerima jawaban terhadap keberatan tersebut. Proses lanjutan dari proses keberatan sebelumnya ya ke pengadilan proses pertanggungjawaban,” ujar Damar.
Damar menambahkan, pemblokiran akses internet turut menjadi sorotan forum internasional yang diikuti Safenet baru-baru ini. Sebab, pemerintah melakukan represi dengan cara pemutusan informasi secara sepihak.
Tag
Berita Terkait
-
KontraS: SKB 11 Menteri Supaya ASN Tak Mengkritisi Pemerintah?
-
Santai Digugat karena Angkat Wamen, Jokowi: UU Membolehkan
-
Sebut Wacana RUU KKR Tidak Relevan, KontraS: Jokowi Harus Terbitkan Perpres
-
Tiga Lembaga HAM Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa
-
Menkominfo Yakin Tak Langgar Aturan Soal Pemutusan Akses Internet di Papua
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
Terkini
-
Bukan Saya, Anggota PSI Klarifikasi Usai Wajahnya Mirip Driver Ojol yang Dipanggil Wapres Gibran
-
Bukan Kader PSI, Inilah Driver Ojol Asli yang Bertemu Gibran di Istana Wapres
-
Terungkap Video Ibu Jilbab Pink yang Viral Bukan AI, Keluarga: Jangan Terprovokasi
-
Sadis! Anggota TNI Tembak Mati Warga Gegara Ribut Duit Parkir, Pratu TB Resmi Tersangka
-
DPR Resmi Hentikan Tunjangan Rumah dan Moratorium Kunjungan Luar Negeri, Ini Kata Golkar
-
Kekayaan Riza Chalid Dari Mana? Tak Cuma Minyak, Ada Minuman hingga Kelapa Sawit
-
Siapa Pemilik PT Gudang Garam? Perusahaan Rokok yang Viral Dikabarkan PHK Massal!
-
Israel Serang Gaza, Hampir 70 Warga Palestina Tewas dalam Sehari
-
Saldo DANA Kaget Gratis Rp 249 Ribu Untuk Jajan Akhir Pekan
-
Kisah Pilu Napi di Lapas Kediri: Disodomi Tahanan Lain hingga Dipaksa Makan Isi Staples!