Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan ada pola pikir yang salah dalam penanganan corona atau Covid-19 selama ini. Ia menyatakan tenaga medis bukanlah garda terdepan dalam melawan virus dari China itu.
Hal ini diungkap Anies saat melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dihadapan para Menteri yang digelar melalui video konferensi.
Beberapa Menteri yang mengikuti Musrenbang di antaranya Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Dalam Negeri Tito Karnavian, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, dan Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian RI.
Ada juga Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
Saat Musrenbang, Anies menyebut garda depan melawan corona adalah masyarakat. Sementara tenaga kesehatan adalah barisan belakang atau pertahanan terakhir.
"Tenaga medis bukan garda terdepan. Mereka adalah garda belakang. Tenaga medis adalah pertahanan terakhir," ujar Anies, Kamis (23/4/2020).
Alasan Anies mengatakan ini karena dalam menghadapi virus corona, yang paling penting adalah menghentikan penularan. Ini disebutnya berbeda dengan penyakit mematikan, seperti TBC.
"Pada urusan Covid, masalahnya adalah pada penularannya. Karena itu untuk kita bisa menghambat penularan Covid maka pencegahan jadi penting. Garda terdepan kita semua," jelasnya.
Ia menjelaskan masyarakat selaku garda terdepan harus mencegah penularan corona. Jika gagal, maka pasien yang tertular baru akan diserahkan ke tim medis selaku pertahanan terakhir untuk disembuhkan.
Baca Juga: Grab Sediakan Tes Covid-19 Gratis ke Pengemudi dan Tenaga Medis di 8 Kota
"Tapi bagian belakang pertahanan itu tidak akan bekerja dengan baik bila beban mereka terus-menerus bertambah karena kita yang di depan tidak mencegah penularan," katanya.
Mantan Mendikbud ini menyatakan hal ini penting untuk dipahami agar masyarakat menyadari pentingnya tindakan pencegahan dalam memutus mata rantai penularan virus. Terlebih lagi jika jumlah pasien terus bertambah, maka pertahanan terakhir juga bisa runtuh.
"Jumlah pasien bertambah, dokter jumlahnya tetap, rumah sakit jumlahnya tetap, kapasitasnya terlampaui di situlah terjadi malapetaka," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
Regulasi Terus Berubah, Penasihat Hukum Internal Dituntut Adaptif dan Inovatif
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre