Suara.com - Hydroxychloroquine merupakan salah satu obat yang digadang-gadang Donald Trump bisa menyembuhkan pasien COVID-19. Namun sebuah penelitian di Amerika memberikan bukti lain terhadap obat tersebut.
Melansir AFP, sebuah penelitian yang dilakukan di rumah sakit New York tidak menemukan bukti bahaya atau manfaat dari pemberian obat malaria ini kepada pasien yang terpapar virus corona.
"Risiko intubasi atau kematian tidak secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah di antara pasien yang menerima hydroxychloroquine maupun pasien yang tidak menerima obat tersebut," kata para penulis penelitian dikutip dari AFP.
Studi tersebut diterbitkan pada Kamis (07/08) di jurnal The New England Journal of Medicine. Mereka mengatakan "tidak boleh diambil untuk mengesampingkan manfaat atau bahaya dari penggunaan hydroxychloroquine."
"Namun, temuan kami tidak mendukung penggunaan hydroxychloroquine saat ini, di luar uji klinis acak yang menunjukkan manfaatnya," ujar para peneliti.
Studi pengamatan ini dilakukan pada pasien di New York-Presbyterian Hospital dan Columbia University Irving Medical Center dan didanai oleh National Institutes of Health.
Untuk penelitian ini, 811 pasien menerima dua dosis 600 mg hydroxychloroquine pada hari pertama dan 400 mg setiap hari selama empat hari. Sedangkan 565 pasien lainnya tidak menerima obat tersebut.
"Tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan hydroxychloroquine dan intubasi atau kematian," kata penelitian itu.
Health Canada, European Medicines Agency, dan Food and Drug Administration AS telah memperingatkan terhadap penggunaan hydroxychloroquine untuk mengobati COVID-19 tanpa adanya uji klinis.
Baca Juga: Obat Herbal Covid-19 Bikinan Madagaskar Bikin Malaria Jadi Kebal, Bahaya!
Hydroxychloroquine dan senyawa chloroquine terkait telah digunakan selama beberapa dekade untuk mengobati malaria, serta gangguan autoimun lupus dan rheumatoid arthritis.
Presiden AS Donald Trump sempat sering menggembar-gemborkan penggunaan hydroxychloroquine sebagai obat dari virus corona. Namun kini sudah digantikan oleh obat eksperimental, remdesivir atas izin Regulator AS pekan lalu.
Dalam penelitiannya, remvdesivir menunjukkan mampu mempersingkat waktu pemulihan pada beberapa pasien virus corona.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Instruksi Prabowo ke Panglima TNI: Seleksi Pemimpin Tidak Perlu Terlalu Perhitungkan Senioritas
-
HUT TNI ke-80 di Monas, Warga Berebut Foto Saat Prabowo Melintas Naik Maung Putih
-
Prabowo Berulang Kali Ucapkan Terima Kasih Jelang Upacara HUT ke-80 TNI
-
TPA Ilegal Rowosari Ditutup, Pemkot Semarang Berjanji Akan Siapkan TPS Resmi
-
Naik Maung, Prabowo Keliling Monas dan Sapa Warga Sebelum Pimpin Upacara HUT TNI
-
Monas Dibanjiri Warga, Tank Tempur Jadi Rebutan Spot Foto untuk Anak-Anak di HUT ke-80 TNI
-
Penampakan 200 Motor Baru, Siap Jadi Doorprize Utama di HUT ke-80 TNI di Monas
-
Kebakaran di Glodok Plaza pada Sabtu Malam, Api Berkobar di Kios HP Lantai Bawah
-
PLN Dorong Interkoneksi ASEAN Power Grid untuk Akselerasi Transisi Energi Bersih
-
Ajang Dunia MotoGPTM 2025 Jadi Penyelenggaraan Terbaik dan Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Daerah