Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan tiga orang jaksa penyidik perkara Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan (Komjak) karena diduga melakukan pelanggaran kode etik saat menangani skandal terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
"Pelaporan hari ini dilakukan pukul 12.00 WIB dan diterima oleh Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak. Kami melaporkan tiga orang jaksa penyidik SA, WT dan IP dengan empat poin dugaan pelanggaran kode etik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Dugaan pertama, ICW menilai jaksa penyidik tidak menggali kebenaran materiil berdasarkan keterangan Pinangki Sirna Malasari.
Menurut Kurnia, pada 12 November 2019 terjadi pertemuan di kantor Djoko S Tjandra, yang dihadiri oleh jaksa Pinangki dan pihak swasta bernama Rahmat.
Saat itu, berdasarkan pengakuan Pinangki, Joko Tjandra percaya begitu saja terhadap dirinya yang hanya menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung untuk dapat mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
"Secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap seperti Joko S Tjandra, yang telah melarikan diri 11 tahun, bisa langsung percaya kepada seorang jaksa yang tidak mengemban jabatan penting di Kejaksaan Agung untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," ungkap Kurnia.
Kurnia mengatakan permohonan fatwa tidak bisa diajukan oleh individu masyarakat, melainkan lembaga negara. Jadi apa tugas dan kewenangan Pinangki sehingga bisa mengurus sebuah fatwa dari Kejaksaan Agung dan apa yang membuat Joko S Tjandra percaya?
Dugaan kedua, penyidik diduga tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan bidang pengawasan Kejaksaan Agung.
"Dalam banyak pemberitaan disebutkan bahwa dalam laporan hasil pemeriksaan bidang pengawasan di Kejaksaan Agung, Pinangki sempat mengatakan bahwa ia melaporkan kepada pimpinan setelah bertemu Joko S Tjandra. Apakah penyidik telah menelusuri saat proses penyidikan, siapa sebenarnya pimpinan yang diduga dimaksud oleh Pinangki?" tambah Kurnia.
Dugaan ketiga, penyidik diduga tidak mendalami peran-peran pihak yang selama ini sempat diisukan terlibat dalam perkara.
ICW menyebut terdapat beberapa istilah dan inisial yang muncul ke publik seperti "bapakmu", "BR", dan "HA".
"Dalam konteks ini, ICW meragukan penyidik telah mendalami terkait dengan istilah dan inisial-inisial tersebut. Bahkan, jika telah didalami dan ditemukan siapa pihak itu, maka orang-orang yang disebut harus dipanggil ke hadapan penyidik untuk dimintai klarifikasinya," ungkap Kurnia.
Dugaan keempat, penyidik diduga tidak melakukan koordinasi dengan KPK pada proses pelimpahan perkara ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi padahal pasal 6 huruf d jo pasal 10 ayat 1 UU No 19 tahun 2019 tentang KPK menyebut KPK berwenang melakukan supervisi terhadap penanganan tindak pidana korupsi pada lembaga penegak hukum lain.
"Pada 4 September 2020, KPK telah menerbitkan surat perintah supervisi terhadap penanganan perkara Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung. Semestinya, setiap tahapan penanganan perkara tersebut Kejaksaan Agung harus berkoordinasi dengan KPK namun pada15 September 2020 Kejaksaan Agung langsung melimpahkan berkas perkara Pinangki ke pengadilan, ICW menduga kuat Kejaksaan Agung tidak atau belum berkoordinasi dengan KPK ihwal pelimpahan itu," tambah Kurnia.
Berdasarkan analisa di atas, maka ICW menduga keras tindakan para penyidik Kejaksaan Agung telah bertentangan dengan pasal 5 huruf a Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa yang berbunyi: Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa adalah menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur, dan adil.
Berita Terkait
-
Suara Rakyat yang Terpinggirkan: Ironi di Balik Kinerja DPR dan Partai Politik
-
KontraS Buka Posko Online untuk Pencarian Orang Hilang Pasca Demo 25-31 Agustus
-
Tunjangan DPR Naik, ICW Sambangi DPR Minta Laporan Penggunaan Dana Reses dan Kunjungan Dapil!
-
Tunjangan Rumah Rp 3 Miliar per Anggota DPR Bisa Gaji Ribuan Guru yang Mayoritas Masih Susah
-
Babak Baru Transparansi: ICW Desak DPR Ungkap Seluruh Pendapatan Anggota Dewan
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
-
Media Asing Soroti 'Tumbangnya' Sri Mulyani, Sebut Gelombang Protes dan Penjarahan jadi Pemicu
-
Usai Sri Mulyani Dicopot, Menkeu Purbaya Didesak Kembalikan Kepercayaan Publik
-
Sri Mulyani Dicopot jadi Berita Baik
-
Saham GGRM Meroket Pasca Menkeu Sri Mulyani Kena Reshuffle, IHSG Ambles!
Terkini
-
Profil Abdul Kadir Karding: Aktivis PMII Jadi Menteri, Kini Dicopot Prabowo Usai Viral Main Domino
-
Prabowo Kumpulkan Seluruh Anggota Fraksi Gerindra DPR RI Malam Ini, Ada Apa?
-
Polda Metro Jaya Buru Otak Kericuhan di Jakarta Akhir Agustus, Siapa Dalang di Balik Kekacauan?
-
Kekayaan Ferry Juliantono, Gantikan "Kursi" Budi Arie yang Dicopot Prabowo dari Menteri Koperasi!
-
Viral Dua Pria Gedor Pintu Rumah Minta Makan, Wanita Ini Ketakutan
-
Cegah Ricuh Aksi Demo, Tito Karnavian Minta Siskamling Kembali Diaktifkan
-
Tunjangan Rp70 Miliar Anggota DPRD DKI: PKS Cuci Tangan, Salahkan Pusat?
-
Siapa Calon Menkopolkam Pengganti Budi Gunawan, Nama Sjafrie Sjamsoeddin Mencuat?
-
Benarkah Ini 'Orang Luhut'? Terungkap Jejak Menkeu Purbaya di Lingkaran Istana
-
Alasan Menko Polkam dan Menpora Kosong: Prabowo Tunjuk Ad Interim hingga Calon Ada di Luar Kota