Suara.com - Setelah berdebat dengan cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla soal isu revolusi, analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim kembali berdebat dengan @PartaiSocmed di Twitter dengan topik yang sama pula.
Berawal dari pernyataan Rustam yang menyebutkan, "jika ada kaum intelektual mendukung revolusi menurut saya aneh! Kalau revolusi menang seringkali yang diandalkan bukan pikiran, tapi senjata dan massa. Bukan kedamaian, tapi kekerasan."
Tetapi menurut @PartaiSocmed, tidak semua yang mengkritik keras perilaku pemerintah saat ini menginginkan penggulingan pemerintahan yang sah. Situasi bangsa yang terjadi sekarang ini, menurut dia, memang wajar dikritik dan perlu.
Rustam setuju dengan kalangan yang mengkritik keras perilaku pemerintah. Tetapi, dalam pernyataan di media sosialnya, Rustam mengambil posisi berbeda, karena menurut dia banyak yang disebut "kritik" tetapi tidak berpijak pada kenyataan yang sebenarnya. "Banyak hoax, cercaan, hinaan, makian."
Rustam mengatakan dirinya menentang penggantian suatu pemerintahan yang dipilih rakyat secara demokratis tanpa melalui pemilu. Sebab, menurut dia, hal itu akan mengundang kekerasan. "Saya tidak pernah yakin, demokrasi bisa bertahan jika pemerintah demokrasi dijatuhkan dari jalanan," kata Rustam.
Menurut Rustam sering media dan kaum intelektual berilusi jika pemerintah demokratis dijatuhkan lewat demo, keadaan akan lebih baik. Rustam menegaskan sejarah menunjukkan sebaliknya. "Yang berkuasa kemudian adalah yang menguasai senjata atau mempunyai massa sangat doktriner. Media dan kaum intelektual justru duluan jadi korban," katanya.
Dia menyontohkan demo oposisi berkelanjutan di Thailand tahun 2014 "memaksa" militer ambil alih kekuasaan sampai sekarang (2020).
"Dan demo akhir-akhir ini "memaksa" militer menetapkan keadaan darurat. Jika seandainya terjadi di Indonesia demo berkepanjangan dan ditetapkan status darurat sipil atau militer, mau?" kata Rustam.
@PartaiSocmed yang menegaskan tidak setuju penjatuhan pemerintah yang sah, tetapi dia menolak argumentasi yang disampaikan Rustam tersebut. "Sejarah tidak selalu menunjukkan seperti itu, contoh jatuhnya Soeharto dan komunisme justru melahirkan pemerintah yang lebih demokratis," kata dia.
Baca Juga: Diskusi Menarik Rustam Vs Ulil: Aneh Jika Kaum Intelektual Dukung Revolusi
Rustam menjelaskan jika rezim otoriter dijatuhkan melalui demo jalanan (people power) biasanya diikuti dengan proses transisi ke demokrasi. Akan tetapi jika pemerintahan demokratis dijatuhkan melalui demo jalanan, kata dia, bisa menjadi awal dari munculnya rezim otoriter. "Percayalah," katanya.
@PartaiSocmed juga tidak sependapat dengan argumentasi tersebut. Dia menyontohkan yang terjadi pada Presiden Abdurrachman Wahid. "Hasty generalization lagi. Sejarah membuktikan rezim Gus Dur yang demokratis dijatuhkan tetapi tetap tidak mengubah demokrasi kita."
@PartaiSocmed dinilai Rustam tidak tepat. Menurut dia, Gus Dur jatuh bukan karena didemo. "Anda salah! Gus Dur tidak dijatuhkan lewat jalanan. Tapi melalui proses MPR. Waktu itu konstitusi kita belum mengatur secara jelas proses pemakzulan (impeachment). Era Gus kita masih berada dalam masa-masa awal transisi ke demokrasi. Dan Gus Dur tidak dipilih secara langsung."
Rustam menambahkan, "anda ingin menjatuhkan Presiden yang dipilih secara demokratis? Anda mulai saja proses dan tahap-tahap pemakzulan. Ada tercantum secara jelas dalam Konstitusi setelah Amandemen."
@PartaiSocmed mengukuhkan pendapatnya. "Bapak yang sabar. Gus Dur dijatuhkan lewat jalanan dan MPR. Begitu juga Soeharto, dia turun atas keinginan sendiri, tapi setelah demo berkepanjangan. Kejatuhan keduanya berawal dari jalanan dan berakhir secara 'konstitutional."
"Baik! Saya ikuti argumen anda. Yang ingin menjatuhkan silakan mulai dari jalanan, dan kemudian dilanjutkan secara konstitusional. Proses pemakzulan jelas tercantum dalam UUU 1945 setelah diamandemen," Rustam menanggapi.
Berita Terkait
-
Kekecewaan Memuncak, Suporter Gelar Aksi Desak Revolusi PSSI
-
Menavigasi Revolusi Kendaraan Listrik ASEAN: Peran VinFast di Pasar Global Baru
-
Tim TONUZA MAN 1 Yogyakarta Raih Juara 1 Debat Islamic Banking Festival
-
Revolusi Logistik, Ratusan Truk Listrik Tanpa Awak Mulai Beroperasi, Manusia Resmi Tergantikan?
-
Apa Itu Eat the Rich? Topik yang Picu Debat Panas di X
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Pengamat Sorot Kasus Tata Kelola Minyak Kerry Chalid: Pengusaha Untungkan Negara Tapi Jadi Terdakwa
-
Prabowo Ungkap Alasan Sebenarnya di Balik Kunjungan ke Moskow Bertemu Putin
-
OTT Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, KPK Sebut Terkait Suap Proyek
-
KPK Tangkap Tangan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, Anggota DPRD Ikut Terseret?
-
Bobby Nasution Jelaskan Tidak Ada Pemangkasan Anggaran Bencana Ratusan Miliar
-
Korban Meninggal Banjir dan Longsor di Sumatera Bertambah Jadi 969 Jiwa
-
Digelar Terpisah, Korban Ilegal Akses Mirae Asset Protes Minta OJK Mediasi Ulang
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan
-
Tinjau Lokasi Banjir Aceh, Menteri Ekraf Terima Keluhan Sanitasi Buruk yang 'Hantui' Pengungsi
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Tanpa Izin Terancam Sanksi Rp10 Ribu: Warisan UU Tahun 60-an