Suara.com - Setelah pengesahan UU Cipta Kerja bergulir wacana pembangkangan sipil (civil disobedience) sebagai salah satu cara protes, selain demonstrasi dan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Menanggapi wacana tersebut, analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim mengatakan untuk memimpin suatu pembangkangan sosial (civil disobedience) dibutuhkan pemimpin dengan kualitas negarawan yang integritas moralnya tidak diragukan.
"Bukan sekedar intelektual-aktivis atau politisi oposan. Adakah orang-orang seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr, atau Nelson Mandela?" katanya melalui media sosial yang dikutip Suara.com, Kamis (29/10/2020).
Pembangkangan sipil, kata Rustam, secara moral dapat dibenarkan jika UU melanggar HAM paling fundamental seperti hak menentukan nasib sendiri, diskriminasi sosial berdasar SARA, hak memilih dan dipilih. Pembangkangan dilakukan tanpa kekerasan.
Menurut Rustam, "UU Ciptaker tidak termasuk kategori hak-hak tersebut."
Tetapi cara pembangkangan sipil ditolak oleh politikus Ferdinand Hutahaean. Dia mempertanyakan motif seruan tersebut.
"Pembangkangan sipil? Anda itu sedang jualan pembangkangan untuk sebuah perubahan bangsa menuju lebih baik, lebih maju dan akan lebih sejahtera rakyatnya dan negerinya. Lantas pertanyaan saya, apa yang sesungguhnya kalian bela? Membela keras kepala? Membela perilaku buruk? Bodoh!" kata Ferdinand melalui media sosial.
Menurut dia UU Cipta Kerja akan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat dan tak semestinya ditolak, apalagi melalui pembangkangan sipil.
"Intelektual? Aktivis? Intelektual yang tidak cerdas? Menolak perubahan untuk lebih baik, menyelesaikan kesemrawutan, merapihkan keruwetan, kenapa anda tolak? Intelektualisme apa sesungguhnya yang anda miliki hingga menolak sesuatu yang baik?" Hmmm kami memang bukan profesor, tetapi kami tak bodoh," katanya.
Baca Juga: Pembangkangan Sipil, Haris Azhar: Ramai-ramai Tidak Bayar Pajak
Mantan politikus Partai Demokrat itu menyarankan kepada pemerintah supaya tidak usah mendengarkan adanya seruan pembangkangan sipil. Bagi dia, hal itu tidak mungkin terjadi.
"Saya sarankan kepada pemerintah, tak usah pedulikan ajakan pembangkangan sipil dari aktivis ngehek itu, misalnya tak bayar pajak itu tak mungkin terjadi. Pemogokan berkelanjutan? Tak mungkin terjadi. Penolakan ini hanya oleh sedikit kelompok saja, tetapi dibesar-besarkan secara opini oleh media," kata dia.
"Ajakan pembangkangan sipil oleh kaum aktivis ngehek itu hanya implementasi kebencian kepada pemerintah, bukan soal membela hak-hak buruh, atau hak-hak rakyat lainnya. Akademisi kok ngajaknya pembangkangan sipil, akademisi itu mestinya dijalur norma bukan jalur menyimpang," Ferdinand menambahkan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mempertanyakan siapa yang akan bertanggungjawab ketika terjadi pembangkangan sipil. "Siapa juga yang akan bertanggung jawab menjamin pembangkangan sipil berjalan pasti tanpa kekerasan," kata dia.
Dia mengajak para aktivis dan akademisi yang menggulirkan pembangkangan sipil untuk kembali ke jalur formal, yaitu judicial review ke Mahkamah Konstitusi jika tak setuju dengan UU Cipta Kerja.
"Pembangkangan sipil ini politiklah. Ajak distrust ke pemerintah, nggak bayar pajak ini too much. Ini ada perbedaan ya. Kita mesti taatlah," kata Yasonna.
Berita Terkait
-
'Geruduk' Istana di Hari Tani, Petani Sodorkan 6 Tuntutan Keras untuk Prabowo: Cabut UU Cipta Kerja!
-
Demo Ricuh Kemarin Beda dengan Aksi 28 Agustus, Dasco: Itu Aspirasi Buruh, Bukan Aksi Lanjutan...
-
PSN: Karpet Merah Korporasi atau Kunci Kemajuan? Gugatan di MK Buka Tabir Dampak Proyek Strategis
-
Suara Kritis untuk Omnibus Law: Di Balik Janji Manis Ada Kemunduran Hijau
-
Ironi di Ruang Sidang MK: Warga Terdampak PSN Datang dari Jauh, Pemerintah Minta Tunda, DPR Absen
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Pemerintah Sebut UU Pers Beri Jaminan Perlindungan Hukum Wartawan, Iwakum Sebut Ini
-
Menpar Widiyanti Targetkan Industri MICE Indonesia Susul Vietnam di Peringkat Global
-
Puji Kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi, BGN Puji Jateng Paling Siap Jalankan Program Gizi Nasional
-
Jokowi 'Dikepung' Politik? Rocky Gerung Bongkar Alasan di Balik Manuver Prabowo-Gibran 2029
-
'Mereka Ada Sebelum Negara Ini Ada,' Pembelaan Antropolg untuk 11 Warga Maba Sangaji di Persidangan
-
Terungkap! 'Orang Baik' yang Selamatkan PPP dari Perpecahan: Ini Peran Pentingnya
-
Dana Transfer Dipangkas Rp 15 Triliun, APBD DKI 2026 Anjlok dan Gubernur Perintahkan Efisiensi Total
-
Kelurahan Kapuk Dipecah Jadi 3: Lurah Klaim Warga Menanti Sejak Lama, Semua RW dan RT Setuju
-
Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Bui di Kasus Korupsi PT Taspen, Hukuman Uang Pengganti Fantastis!
-
Kapuk Over Populasi, Lurah Sebut Petugas Sampai Kerja di Akhir Pekan Urus Kependudukan