Suara.com - Tepat pada Hari Ibu yang jatuh pada Rabu (22/12/2021), The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII)
mendorong pemerintah untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang kerap menimpa perempuan dan ibu di tanah air. TII ingin kalau pemerintah bisa lebih peka terhadap masalah perempuan yang acapkali terjadi.
Peneliti Bidang Sosial TII, Nisaaul Muthiah menuturkan kalau salah satu permasalahan ibu di Indonesia saat ini yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah permasalahan tingginya angka kematian ibu (AKI). Ia menyebut kalau kasus kematian ibu dan anak sejak Januari sampai bulan September 2021 mengalami peningkatan.
"Kesehatan adalah hak semua orang, termasuk ibu hamil. Kesehatan Ibu juga berasosiasi dengan kondisi kesehatan anak, dan pada jangka panjang berasosiasi dengan keberhasilan pembangunan suatu negara," kata Nisaaul dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/12/2021).
"Kesehatan Ibu juga merupakan salah satu target pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang ketiga. Salah satu target
SDGs pada tahun 2030 adalah meminimalisir rasio kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100 ribu kelahiran hidup," tambahnya.
Untuk itu, Nisa mengatakan keberadaan payung hukum untuk mengatasi permasalahan ini sangat penting, misalnya melalui undang-undang. Saat ini, Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak masuk ke dalam program legislasi nasional/Prolegnas Prioritas 2022.
“Saat ini, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak masuk ke Prolegnas Prioritas tahun 2022, yang perlu kita lakukan saat ini adalah terus mendorong dan mengawasi setiap prosesnya. Jangan sampai, hanya sekadar masuk, dibahas pun tidak," ujarnya.
Selain permasalahan tingginya angka kematian ibu, TII juga menyoroti permasalahan perempuan sebagai kepala keluarga di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau KPPPA 2020, jumlah perempuan sebagai kepala rumah tangga berjumlah 15,46 persen dari total kepala keluarga di Indonesia.
Namun, berdasarkan Pasal 31 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
Untuk itu, Ahmad mendorong agar DPR RI membahas permasalahan tersebut dan merevisi kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 31 Ayat 3.
Baca Juga: Selamat Hari Ibu, Aubry Beer dan Bundanya Berbisnis SPBU
“Walaupun UU Perkawinan sudah direvisi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019, tetapi Pasal 31 ayat 3 tidak direvisi. Hal ini menandakan bahwa negara tidak mengakui adanya ibu tunggal yang menjadi kepala keluarga,” jelas Ahmad Hidayah, Peneliti Bidang Politik TII.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
- 5 Rekomendasi Mobil Tua Irit BBM, Ada yang Seharga Motor BeAT Bekas
Pilihan
-
Kekayaan dan Gaji Endipat Wijaya, Anggota DPR Nyinyir Donasi Warga untuk Sumatra
-
Emiten Adik Prabowo Bakal Pasang Jaringan Internet Sepanjang Rel KAI di Sumatra
-
7 Sepatu Lari Lokal untuk Mengatasi Cedera dan Pegal Kaki di Bawah 500 Ribu
-
Klaim Listrik di Aceh Pulih 93 Persen, PLN Minta Maaf: Kami Sampaikan Informasi Tidak Akurat!
-
TikTok Hadirkan Fitur Shared Feed untuk Tingkatkan Interaksi Pengguna
Terkini
-
Pemprov DKI Tanggung Seluruh Biaya Pemakaman Korban Kebakaran Maut Kemayoran
-
Cerita Hasto Pernah Tolak Tawaran Jadi Menteri: Takut Nggak Tahan Godaan
-
Amnesty International Beberkan 36 Video Kekerasan Polisi di Demo Agustus Lalu
-
Anggap Islah Jalan Satu-satunya Selesaikan Konflik PBNU, Gus Yahya Ngaku Sudah Kontak Rais Aam
-
Dukung Keterbukaan Informasi, FPIR: Kapolri Konsisten Lakukan Pembenahan dan Penguatan Demokrasi
-
Ketua Komisi V DPR: Kalau Nggak Mampu, Jangan Malu Minta Bantu Negara Lain Untuk Bencana Sumatra
-
Kerry Riza: Terminal BBM PT OTM Masih Dipergunakan Pertamina hingga Kini
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Bencana Sumatra Wajib Izin Pemerintah: Harus Ada Audit!
-
Skor Indeks Integritas Nasional 2025 Cuma 72,32, KPK: Indonesia Masih Rentan
-
Pengamat Tantang Pemerintah Buka Data Penebangan Hutan Kemenhut Era Zulhas: Berani Tidak?