Suara.com - Perang di Ukraina mengingatkan warga Suriah yang ada di Jerman tentang pelarian mereka sendiri dari negaranya karena perang. Mereka ramai-ramai menunjukkan solidaritas dengan pengungsi Ukraina.
Sepuluh tahun lalu, Mohammad Naanaa masih tinggal di pinggiran kota metropolitan Aleppo, di Suriah.
Ketika itu sudah banyak aksi protes yang digelar setiap kali menentang perlakuan rezim Bashar al Assad.
Dia sendiri tidak ikut aksi-aksi itu. Ketika itu dia berusia 19 tahun dan sedang sibuk menyiapkan diri menghadapi ujian sekolah menengah.
Namun, situasi berubah cepat. Konflik meluas menjadi perang dan dia harus meninggalkan Aleppo.
Dia mengungsi ke Turki dan akhirnya tiba di Jerman. Orang tua Mohammad mengungsi sembilan bulan kemudian ke London.
"Kalau kamu pernah mengalami pengungsian, kamu pasti mengerti dan solider dengan pengungsi dari Ukraina," kata Mohammad.
"Soal pengungsian, kami ahlinya, sejak 11 tahun." Situasi perang di mana-mana sama Melihat situasi di Ukraina, Mohammad ingat lagi situasi di negaranya sendiri.
"Kalau saya lihat gambar-gambarnya di berita-berita, tidak ada bedanya dengan di Suriah dulu. Bahkan orang Ukraina berperang melawan musuh yang sama.”
Baca Juga: 3,4 Juta Orang Tinggalkan Ukraina, PBB Sebut Total Pengungsi Tembus 10 Juta
Sejak 2015, Rusia mengerahkan pasukan ke Suriah membantu rezim Assad untuk menindas tuntutan demokrasi.
Dalam serangan ke kota strategis Idlib, pasukan Rusia melakukan pemboman terhadap tempat tinggal penduduk sipil dan rumah sakit.
Laporan PBB dari tahun 2020 menyebutkan, ketika itu pasukan Rusia terlibat dalam "kejahatan perang" di Suriah.
Saad Yagi juga mengungsi dari Suriah. Namun, dia melihat ada perbedaan dalam konflik di negaranya dengan konflik di Ukraina.
"Perang di Suriah lebih tepat disebut sebagai revolusi," katanya. "Karena ketika itu kamu menggelar protes menentang rezim yang memerintah. Baru ketika pasukan Iran datang untuk membantu pasukan pemerintah, terjadi perang saudara."
Selain itu, gerakan yang menentang rezim yang berkuasa masih harus menghadapi gempuran kelompok teror ISIS.
Berita Terkait
-
Era Baru Suriah? 81.000 Pengungsi di Turki Pilih Kembali ke Tanah Air
-
Dimakamkan Bak Pahlawan, Mahasiswa Zambia Tewas Di Ukraina Usai Jadi Tentara Bayaran Rusia
-
Seruan Jokowi, Zelensky, dan Modi di KTT G20: Hentikan Perang di Ukraina
-
Hadiri KTT G20 Secara Virtual, Presiden Ukraina Serukan Penghentian Perang
-
Putin Serukan Mobilisasi 300.000 Tentara untuk Perang di Ukraina
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
Terkini
-
Eks Pimpinan KPK BW Soroti Kasus Haji yang Menggantung: Dulu, Naik Sidik Pasti Ada Tersangka
-
Khusus Malam Tahun Baru 2026, MRT Jakarta Perpanjang Jam Operasional Hingga Dini Hari
-
Mendagri Minta Pemda Percepat Pendataan Rumah Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Pemprov DKI Jakarta Hibahkan 14 Armada Damkar ke 14 Daerah, Ini Daftar Lengkapnya!
-
Said Iqbal Bandingkan Gaji Wartawan Jakarta dan Bekasi: Kalah dari Buruh Pembuat Panci!
-
436 SPPG Polri Mulai Dibangun, Target Layani 3,4 Juta Penerima
-
Kisah Pramono Anung Panggil Damkar Jakarta Demi Evakuasi 'Keluarga' Kucing di Atap Rumah
-
Rakyat Jakarta Nombok! Said Iqbal Desak Pramono Anung Naikkan UMP 2026 Jadi Rp5,89 Juta
-
30 Tahun Menanti, Jalan Rusak di Karet Tengsin Akhirnya Mulus dalam Sebulan
-
Sebut Penanganan Banjir Sumatera Terburuk, Ray Rangkuti: Klaim Pemerintah Mudah Dipatahkan Medsos